Skip to main content

Shahih Tafsir Ibnu Katsir: Surat al-Faatihah (2)

Shahih Tafsir Ibnu Katsir

Surat al-Faatihah (2)

Al-Faatihah, Ayat 2

Al-Hamdulillaahi Rabbil 'aalamiin
Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. (QS. 1: 2)

Makna Kata al-Hamdu, -pent.

Abu Ja'far bin Jarir berkata: "Makna al-Hamdulillaah adalah bersyukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala semata dan bukan kepada sesembahan selain-Nya, bukan juga kepada makhluk yang telah Dia ciptakan, atas segala nikmat yang telah Dia anugerahkan kepada para hamba-Nya yang tidak terhingga jumlahnya. Kenikmatan tersebut berupa kemudahan berbagai sarana untuk menaati-Nya dan anugerah berupa kekuatan fisik untuk dapat melaksanakan kewajiban-kewajiban dari-Nya. Selain itu Dia telah memberikan rizki kepada mereka di dunia serta melimpahkan berbagai macam kenikmatan dalam hidup mereka, yang (pada dasarnya) mereka sama sekali tidak memiliki hak atas hal itu. Pelimpahan nikmat ini disertai dengan peringatan dan seruan kepada mereka agar menggunakan nikmat-nikmat itu sebagai sebab-sebab (sarana-sarana) yang dapat membawa mereka kepada kekekalan hidup di Surga tempat segala macam kenikmatan yang abadi. Hanya bagi Allah segala puji, di awal maupun di akhir." (44)

Ibnu Jarir rahimahullaah mengatakan: "Al-Hamdulillaahi merupakan pujian Allah bagi diri-Nya. Di dalamnya terkandung perintah kepada hamba-hamba-Nya agar mereka memuji diri-Nya, seolah-olah Dia mengatakan: 'Ucapkanlah al-Hamdulillaah'."

Ada yang mengatakan bahwa ucapan al-Hamdulillaah adalah pujian bagi Allah dengan Nama-nama-Nya yang husna (baik) dan sifat-sifat-Nya yang 'ulya (tinggi). Adapun ucapan asy-Syukru lillaah adalah pujian bagi-Nya atas segala nikmat dan pertolongan-Nya. (45)

Perbedaan antara al-Hamdu dan asy-Syukru

Setelah diteliti, antara keduanya terdapat keumuman dan kekhususan. Al-Hamdu lebih umum dari asy-Syukru jika dilihat dari obyeknya, karena al-hamdu bisa dikaitkan dengan sifat-sifat lazim (tidak berkaitan dengan obyek) dan juga sifat-sifat muta'addi (yang berkaitan dengan obyek) seperti engkau mengatakan: hamid-tuhu lifuruu siyyatihi "حَمِدْتُهُ لِفُرُوْسِيَّتِهِ" (aku memujinya karena sifatnya yang kesatria) dan bisa juga engkau mengatakan: hamid-tuhu likara mihi "حَمِدْتُهُ لِكَرَمِهِ" (aku memujinya karena kedermawanannya). Di satu sisi al-hamdu lebih khusus dari asy-syukru karena al-hamdu hanya bisa diwujudkan dalam bentuk ucapan semata.

Adapun asy-syukru lebih umum dari al-hamdu karena ia bisa diwujudkan melalui ucapan, perbuatan, ataupun niat. Dan ia lebih khusus dari al-hamdu karena hanya berkaitan dengan sifat-sifat muta'addiyah (memiliki obyek). Engkau tidak bisa mengatakan: syakar-tuhu lafuruu siyyatihi "شَكَرْتُهُ لَفُرُوْسِيَّتِهِ" (aku bersyukur kepadanya karena sifatnya yang ksatria). Namun, engkau bisa mengatakan: syakar-tuhu 'ala karamihi wa ihsaanihi ilayya "شَكَرْتُهُ عَلَى كَرَمِهِ وَإِحْسَانِهِ إِلَيَّ" (aku bersyukur kepadanya karena kedermawanan dan kebaikannya kepadaku).

Demikianlah yang disimpulkan oleh sebagian ulama muta-akhkhirin. Wallaahu a'lam.

Abu Nashr Isma'il bin Hammad al-Jauhari mengatakan: "Al-hamdu (pujian) adalah lawan dari adz-dzammu (celaan). Engkau mengatakan: 'Aku memuji seorang laki-laki dengan sebuah pujian.' Orang yang memuji adalah hamiid dan orang yang dipuji adalah mahmuud. At-tahmiid memiliki makna lebih daripada al-hamdu. Al-hamdu lebih umum dari asy-syukru." Ia (Abu Nashr) mengatakan bahwa asy-syukru adalah pujian atas orang yang berbuat kebaikan karena kebaikannta, maka dikatakan: "Syakartuhu" atau, "Syakartu lahu (aku bersyukur kepadanya)." Dan memakai huruf lam itu lebih fasih. Adapun al-mad-hu lebih umum dari al-hamdu, karena al-mad-hu bisa ditujukan kepada orang yang masih hidup ataupun sudah mati dan juga kepada benda mati. Sebagaimana al-mad-hu ditujukan kepada makanan, tempat dan lain sebagainya. Ia bisa diberikan sebelum mendapat kebaikan ataupun setelahnya atas sifat muta'addi (transitif/ memerlukan obyek) maupun lazim (intransitif/ tidak memerlukan obyek).

Bersambung...

===

(44) Tafsiir ath-Thabari 1/135.

(45) Tafsiir ath-Thabari 1/137.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: al-Mishbaahul Muniiru fii Tahdziibi Tafsiiri Ibnu Katsiir, Penyusun: Tim Ahli Tafsir di bawah pengawasan Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Penerbit: Daarus Salaam lin Nasyr wat Tauzi', Riyadh - Kerajaan Saudi Arabia, Cetakan terbaru yang telah direvisi dan disempurnakan, April 2000 M/ Muharram 1421 H, Judul terjemahan: Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka Ibnu Katsir, Jakarta - Indonesia, Jumadal Awwal 1436 H/ Maret 2015 M.

===

Layanan GRATIS Konsultasi, Estimasi Biaya, dan Survei Lokasi: Rangka Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog