Skip to main content

Sarana-sarana untuk Meraih Kemenangan yang Hakiki (3) | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Kajian Ramadhan.

Kajian Kedua Puluh.

Sarana-sarana untuk Meraih Kemenangan yang Hakiki (3).

Sifat pertama: "(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat." (Qur-an Surat al-Hajj (22): ayat 40)

Peneguhan di muka bumi tidak akan terwujud kecuali setelah terealisasikannya peribadahan kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala semata, sebagaimana difirmankan oleh Allah Subhaanahu wa Ta'aala:

"Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku." (Qur-an Surat an-Nur (24): ayat 55)

Jika semua hamba telah beribadah kepada Allah secara murni (ikhlash) kepada-Nya, baik mengenai perkataan, perbuatan maupun kehendaknya, dimana dalam beribadah itu ia hanya menghendaki keridhaan Allah dan kampung akhirat, tidak menginginkan pangkat, kedudukan, atau pujian dari manusia, juga tidak menghendaki hal lain dari harta benda dunia, lalu ia terus melaksanakan peribadahan seperti ini dalam keadaan terbuka maupun sembunyi, dalam keadaan sempit maupun longgar, maka Allah akan meneguhkannya di muka bumi. Dengan demikian, peneguhan di muka bumi menuntut adanya karakter ini, yaitu penyembahan (ibadah) kepada Allah saja, dan tidak menyekutkan-Nya.

Sifat yang kedua: Menegakkan shalat. Yaitu menunaikan shalat sebagaimana yang dikehendaki oleh syara', dengan memenuhi syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya, serta menyempurnakannya dengan sunnah-sunnahnya. Dengan demikian, ia harus bersuci dengan baik, melakukan rukuk dan sujud, berdiri dan duduk, menjaga waktu, selalu melaksanakan shalat Jum'at dan shalat berjam'ah, serta memelihara kekhusyuan dalam shalat, yaitu kehadiran hati dan ketenangan anggota badan. Sebab, khusyu' itu merupakan 'ruh' dan inti dari shalat. Shalat tanpa kekhusyuan seperti jasad tanpa nyawa.

Diriwayatkan dari Amar bin Yasir radhiyallaahu 'anhu bahwa ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Sesungguhnya seseorang selesai mengerjakan shalat, namun yang tercatat untuknya hanya sepersepuluh dari shalatnya, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, atau setengahnya." (Hadits Riwayat Abu Dawud) (47)

Sifat yang ketiga: Menunaikan zakat. Yaitu memberikannya kepada mereka yang berhak menerimanya untuk membersihkan jiwa mereka secara utuh tanpa ada kekurangan, dan hal itu ia lakukan untuk mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya. Dengan zakat itu mereka menyucikan jiwa dan membersihkan harta mereka serta memberikan kemanfaatan kepada saudara-saudara mereka dari kalangan kaum fakir miskin dan orang-orang lainnya yang membutuhkan uluran tangan. Di depn telah kami jelaskan siapa saja yang berhak menerima zakat.

Sifat yang keempat: Menyuruh berbuat yang makruf. Yang dinamakan makruf adalah segala yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik yang wajib maupun sunnah. Mereka menyuruh berbuat demikian dalam rangka menghidupkan syari'at Allah, memperbaiki para hamba-Nya, dan meraih rahmat dan keridhaan-Nya. Orang mukmin kepada mukmin yang lain adalah seperti satu bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain. Sebagaimana halnya seorang mukmin itu suka melaksanakan ketaatan kepada Rabbnya, maka demikian pulalah bahwa ia juga suka bila saudara-saudaranya itu melaksanakan ketaatan kepada Allah sebagaimana halnya yang dirasakan oleh dirinya. Memerintahkan yang makruf yang didasari oleh keimanan dan pembenaran yang kuat mengharuskan orang yang memerintahkan itu terlebih dahulu menunaikan apa yang ia perintahkan, karena ia memerintahkannya atas dasar keimanan dan keyakinan mengenai faedah dan buahnya, baik yang bersifat segera maupun lambat (duniawi maupun ukhrawi).

Baca selanjutnya: Sarana-sarana untuk Meraih Kemenangan yang Hakiki (4)

===

(47) Al-Iraqi mengatakan bahwa sanadnya shahih.

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog