Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.
Kajian Ramadhan.
Kajian Kedelapan Belas.
Perang Badar.
Segala puji bagi Allah yang Mahakuat, Maha Pemaksa, dan Raja Mahabenar. Tidak ada sesuatu yang tersembunyi bagi Allah. Allah Maha Mendengar dan Maha Melihat segala-galanya. Seluruh raja tunduk dan merendah di hadapan kebesaran-Nya. Allah menentukan segala sesuatu berdasarkan hikmah-Nya dan Ia adalah Dzat yang paling bijaksana.
Aku memberikan pujian kepada-Nya sebagaimana pujian yang diberikan oleh orang-orang yang bersyukur, dan aku memohon kepada-Nya pertolongan yang diberikan kepada orang-orang yang bersabar.
Aku bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang benar kecuali Allah, tiada sekutu bagi-Nya, sembahan orang-orang terdahulu maupun orang-orang yang belakangan. Aku bersaksi pula bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya yang dipilih atas seluruh utusan yang ada, yang diberi pertolongan dan bantuan pada perang badar dengan para Malaikat yang sengaja diturunkan oleh Allah.
Semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada beliau, kepada keluarga dan para shahabat beliau, serta kepada siapa saja yang mereka dengan berbuat baik hingga hari pembalasan.
Saudaraku sekalian, pada bulan yang penuh berkah ini (Ramadhan), Allah memberikan pertolongan dan kemenangan dalam perang Badar Kubra terhadap musuh-musuh mereka, kaum musyrikin. Allah menamakan perang itu sebagai "Hari Pembeda" (Yaumul Furqan). Sebab, Allah Subhaanahu wa Ta'aala pada hari itu membedakan antara yang benar dan yang batil dengan memenangkan Rasul-Nya dan kaum beriman serta menghinakan kaum kuffar musyrik. Hal itu terjadi pada bulan Ramadhan pada tahun kedua hijriah. Penyebab terjadinya perang ini adalah Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendapat berita bahwa Abu Sufyan telah berangkat dari Syam menuju Makkah dengan membawa kafilah dagang suku Quraisy. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun menyeru shahabat-shahabatnya untuk keluar menemuinya untuk mengejar dan mencegat kafilah Abu Sufyan, karena Quraisy adalah musuh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat radhiyallaahu 'anhum, serta tidak ada ikatan perjanjian antara beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan mereka. Mereka bahkan mengusir Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat dari negeri mereka sendiri serta mengusir mereka untuk meninggalkan harta kekayaan mereka lalu melawan dakwah mereka. Dengan demikian tidaklah salah jika Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan para shahabat menginginkan kafilah dagang mereka. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian keluar bersama para shahabat yang berjumlah tiga ratus sekian belas orang dengan mengendarai -hanya- tujuh puluh dua unta tunggangan, yang mereka naiki secara bergantian. Tujuh puluh orang di antaranya berasal dari kaum Muhajirin, dan selebihnya berasal dari kaum Anshar. Mereka sebenarnya bermaksud mendapatkan kafilah dagang itu dan tidak bermaksud perang, akan tetapi demikianlah yang terjadi bahwa Allah berkenan menghimpun antara mereka dengan musuh mereka tanpa ada janji dari Allah sebelumnya, agar Allah menjalankan suatu keputusan yang sudah pasti terlaksana dan merealisasikan apa yang dikehendaki oleh-Nya. Abu Sufyan sebelumnya telah mengetahui perihal mereka, lalu dengan terang-terangan ia mengirim utusan kepada suku Quraisy untuk meminta bantuan agar mau melindungi kafilah dagang mereka. Selanjutnya ia tidak menempuh jalur yang biasa dilewati, akan tetapi memilih jalur pantai dan kemudian ia pun selamat.
Adapun suku Quraisy, maka ketika utusan dari Abu Sufyan yang meminta tolong itu tiba, maka mereka langsung keluar mengerahkan pasukan sekitar seribu orang dengan seratus kuda dan tujuh ratus unta yang diikuti pula oleh pembesar dan tokoh mereka. "Mereka keluar dari kampung halaman mereka dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Padahal ilmu Allah meliputi apa yang mereka kerjakan." (Qur'an Surat al-Anfal (8): ayat 47)
Mereka melantunkan nyanyian-nyanyian yang berisi ejekan kepada kaum muslimin. Ketika Abu Sufyan mengetahui bahwa pasukan Quraisy itu telah berangkat, maka ia pun mengirim utusan kepada mereka untuk memberi informasi bahwa dirinya selamat, di samping juga memberikan saran kepada mereka agar pulang saja dan tidak perlu berperang. Namun saran Abu Sufyan ini tidak diperdulikan oleh mereka. Abu Jahal berkata: "Demi Allah, kami tidak akan kembali pulang sehingga kami sampai di Badar, lalu kami bisa mukim di sana barang tiga hari, menyembelih hewan, lalu makan-makan dan minum arak, lalu bangsa Arab mendengar kita sehingga mereka masih saja terus merasa takut kepada kita."
Sementara itu, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika mengetahui bahwa suku Quraisy telah keluar, maka beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengumpulkan para shahabat yang menyertai beliau dan bermusyawarah dengan mereka. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadaku salah satu di antara dua hal, entah (meraih) kafilah dagang atau (mengalahkan) tentara (musuh)." Miqdad bin Aswad, salah seorang dari kalangan Muhajirin, kemudian berdiri dan berkata: "Ya Rasulullah, teruslah berjalan mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah 'Azza wa Jalla. Demi Allah, kami tidak akan mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Bani Israil kepada Musa: 'Pergilah kamu bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja (Qur'an Surat al-Maidah (5): ayat 24)'. Akan tetapi, kami akan berperang di samping kanan, di samping kiri, di depan dan di belakangmu."
Baca selanjutnya: Perang Badar (2)
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT