Skip to main content

Zakat (1/2) | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Kajian Ramadhan.

Kajian Keenam Belas.

Zakat (1/2).

Harta yang wajib dizakati:

Harta yang wajib dizakati ada empat jenis:

1. Sesuatu yang tumbuh dari tanah.

Baik yang berupa biji (habb) maupun 'buah' (tsamar). Dasarnya adalah firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala:

"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu." (Qur-an Surat al-Baqarah (2): ayat 267)

"Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya)." (Qur-an Surat al-An'am (6): ayat 141)

Hak harta yang terbesar adalah zakat. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Pertanian yang disirami oleh langit atau yang tumbuh dengan sendirinya (tanpa pemeliharaan), maka bagian zakatnya adalah sepersepuluh (10%, -ed), sedangkan pertanian yang menggunakan pengairan sendiri adalah seperduapuluh (5%, -ed)." (Hadits Riwayat Imam al-Bukhari)

Zakat tidak wajib diberikan kecuali jika telah mencapai satu nishab, yaitu lima wasaq. Dasarnya adalah sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

"Biji-bijian dan kurma tidak ada zakatnya kecuali jika sudah sampai lima wasaq." (Hadits Riwayat Imam Muslim)

Satu wasaq adalah enam puluh sha' berdasarkan ukuran sha' Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Dengan demikian, nishabnya adalah tiga ratus sha' yang timbangannya untuk gandum yang bagus mencapai dua ribu empat puluh (2040) gram, atau dua kilogram satu per dua lima (2 1/25 kg). Dengan demikian, ukuran nishab untuk gandum yang bagus adalah enam ratus dua belas (612) kilogram. Tidak ada kewajiban zakat jika ukurannya kurang dari ini. Ukuran zakatnya adalah sepersepuluh penuh jika tanaman itu menggunakan pengairan alami, tanpa harus berupaya menyiraminya, dan seperlima jika menggunakan pengairan atas usaha petani sendiri. Namun buah-buahan (fawakih), sayur-sayuran, dan buah-buah berair (melon, semangka, dsb; biththikh), dan semisalnya tidak wajib dizakati. Dasarnya adalah perkataan 'Umar radhiyallaahu 'anhu: "Sayur-sayuran tidak ada zakatnya."

Dan juga perkataan 'Ali bin Abi Thalib radhiyallaahu 'anhu: "Apel dan yang semisal dengannya tidak ada zakatnya."

Sebab ia tidak bisa dikategorikan sebagai biji-bijian maupun buah yang menjadi makanan pokok. Akan tetapi jika ia menjualnya sehingga menghasilkan dirham, dan kemudian sampai pada haul-nya (setahun) atas penjualan harganya, maka ada zakatnya.

Baca selanjutnya: Zakat (2)

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT