Skip to main content

Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan (2) | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Kajian Keduapuluh Satu.

Kajian Ramadhan.

Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan (2).

Dalam Shahiihain disebutkan bahwa 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma berkata:

"Ketika telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, maka Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengencangkan sarung, menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya."

Dalam al-Musnad disebutkan pula bahwa 'Aisyah berkata:

"Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengisi dua puluh hari bulan Ramadhan dengan mengerjakan shalat dan menyempatkan untuk tidur. Namun ketika tiba sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, maka beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersungguh-sungguh dan mengencangkan sarung."

Hadits-hadits ini menjadi dalil mengenai keutamaan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Sebab, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meningkatkan kesungguhan beliau di dalam beribadah jauh melebihi kesungguhan beliau di hari-hari yang lain. Kesungguhan beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ini meliputi segala bentuk kesungguhan di dalam melaksanakan berbagai jenis ibadah, baik yang berupa shalat, membaca al-Qur-an, berdzikir, sedekah dan sebagainya. Sebab, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam ketika itu mengencangkan sarung, yang berarti meninggalkan isteri-isteri beliau untuk mengisi waktu sepenuhnya dengan ibadah shalat dan dzikir. Di samping itu, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam juga menghidupkan seluruh waktu malam beliau dengan mengerjakan shalat malam, membaca al-Qur-an dan berdzikir dengan lidah, dan anggota badan. Ini semua beliau lakukan karena kemuliaan malam ini, dan dalam rangka mencari Lailatul Qadr (Malam Kemuliaan). Sebab, siapa saja yang mengerjakan shalat malam di malam itu yang didasari dengan keimanan dan mengharap perhitungan pahala dari Allah, maka Allah memberikan ampunan atas dosa yang dilakukannya di masa lalu. Makna lahiriah hadits ini menunjukkan bahwa beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menghidupkan malam sepenuhnya untuk beribadah kepada Rabbnya, dengan berdzikir, membaca ayat suci al-Qur-an, mengerjakan shalat dan persiapan melakukan itu semua, serta untuk melaksanakan sunnah makan sahur dan seterusnya. Dengan pengertian seperti ini, maka tidak ada pertentangan antara hadits di atas dengan hadits yang disebutkan dalam Shahiih Muslim dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma bahwa ia berkata:

"Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjalankan shalat malam hingga pagi."

Sebab, menghidupkan malam yang dilakukan oleh beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan adalah dengan mengerjakan shalat malam dan macam-macam ibadah lainnya (bukan hanya shalat malam), sedangkan yang dinafikan oleh hadits riwayat Muslim ini adalah menghidupkan malam sepenuhnya dengan ibadah shalat saja. Wallaahu a'lam.

Di antara hal yang menunjukkan keutamaan sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dari hadits-hadits di atas adalah bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam membangunkan keluarga beliau pada malam-malam tersebut untuk mengerjakan shalat dan berdzikir, didorong oleh keinginan keras beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam untuk memanfaatkan malam-mlam yng penuh berkah itu dengan segala bentuk ibadah. Sebab, ia merupakan kesempatan umur dan ghanimah bagi siapa saja yang diberi petunjuk oleh Allah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Maka tidak sepantasnya jika seorang mukmin yang cerdik dan berakal membuang kesempatan yang berharga ini untuk dirinya maupun keluarganya. Bukankah malam-malam penuh berkah ini hanya berlangsung beberapa malam, dimana pada saat itu manusia akan memperoleh anugerah dari Allah sehingga yang menjadikannya berbahagia di dunia dan akhirat? Sungguh merupakan kerugian yang besar jika kaum muslimin menghabiskan waktu-waktu yang sangat berharga ini untuk sesuatu yang tidak berguna. Mereka begadang menghabiskan waktu malam untuk permainan batil, akibatnya ketika waktu mengerjakan shalat malam tiba, mereka mulai tidur yang mengakibatkan mereka kehilangan kebaikan yang sangat banyak. Padahal, bisa saja mereka tidak bertemu lagi dengan malam-malam penuh berkah ini pada tahun mendatang. Ini merupakan bagian dari bentuk permainan dan tipu daya yang dilancarkan oleh setan terhadap mereka, serta tindakan setan untuk menghalangi mereka dari jalan Allah Subhaanahu wa Ta'aala dan penyesatan terhadap mereka. Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman: "Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikuti kamu, yaitu orang-orang yang sesat." (QS. Al-Hijr (15): 42)

Baca selanjutnya: Keutamaan Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan (3)

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog