Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2019

Iman kepada Qadha' dan Qadar (3) | Qadha' dan Qadar

4. Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Maka Allah adalah Maha Pencipta dan selain Dia adalah makhluk. Segala sesuatu, Allah-lah penciptanya dan semua makhluk adalah ciptaan-Nya. Jika segala perbuatan manusia dan ucapannya termasuk sifatnya, sedangkan manusia itu makhluk, maka sifat-sifatnya juga makhluk Allah. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah: "Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat." (16) Dengan demikian, Allah telah menetapkan penciptaan manusia dan perbuatannya. Allah juga berfirman: "Wa ma ta'malun" (dan apa saja yang kamu perbuat). Para ulama berselisih pendapat tentang kata "ma" (apa saja), apakah dia berupa "ma mashdariyah" (sehingga tidak bermakna) atau "ma maushulah" (sehingga bermakna apa saja). Berdasarkan dua perkiraan di atas (ma mashdariyah atau ma maushulah), maka ayat tersebut tetap menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Inilah keempat tingkatan keimanan kepada Qadar

Iman Kepada Qadha' dan Qadar (2) | Qadha' dan Qadar

2. Beriman bahwa Allah telah menulis ketetapan segala sesuatu sampai terjadi hari Qiyamat, karena ketika Dia menciptakan Qalam, Dia berfirman kepadanya: "Tulislah", kemudian dia (Qalam) berkata: "Hai Tuhanku, apa yang aku tulis?" Dia berfirman: "Tulislah (dalam hadits yang lain: "Tulislah taqdir segala sesuatu hingga hari Kiamat") semuanya yang terjadi", kemudian dia (Qalam) seketika berjalan menulis segala sesuatu yang terjadi sampai hari Qiyamat. Maka Allah telah menulis di Lauh Mahfudz Ketetapan segala sesuatu. Tingkatan ini telah ditunjukkan oleh firman Allah: "Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah." (9) Allah juga berfirman: "Sesungguhnya itu semua berada dalam kitab", artinya telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfudz). (Sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah). Kemudian penulisa

Iman kepada Qadha' dan Qadar | Qadha' dan Qadar

(4). Fadhilatusy Syaikh -semoga Allah meninggikan derajatnya di antara orang-orang yang mendapat petunjuk- ditanya tentang Iman kepada Qadha' dan Qadar? Beliau menjawab: Iman kepada Qadar adalah salah satu dari enam rukun Iman yang telah dijelaskan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada Malaikat Jibril ketika bertanya tentang Iman. Iman kepada Qadar adalah masalah yang sangat penting. Banyak orang telah memperdebatkan tentang Qadar sejak zaman dahulu, sampai hari inipun mereka masih memperdebatkan. Akan tetapi kebenaran masalah tersebut, Walillah al-Hamd, sangat jelas dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Kemudian yang dimaksud dengan iman kepada Qadar adalah kita mempercayai (sepenuhnya) bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, sebagaimana firman-Nya: "Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya." (3) Kemudian ketetapan yang telah ditetapkan Allah selalu sesuai dengan kebijakan-Nya dan tujuan mulia yang mengikutinya serta

Apakah di antara Qadha' dan Qadar terdapat keumuman dan kekhususan? | Qadha' dan Qadar

(3). Fadhilatusy Syaikh ditanya: Apakah di antara Qadha' dan Qadar terdapat keumuman dan kekhususan? Beliau menjawab: Istilah Qadha' bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadar dan sebaliknya istilah Qadar bila dimutlakkan, maka memuat makna Qadha'. Akan tetapi bila dikatakan "Qadha' - Qadar", maka ada perbedaan di antara keduanya. Hal ini banyak terjadi dalam bahasa Arab. Satu kata dapat bermakna yang luas ketika sendirian dan punya makna khusus bila disatukan (dikumpulkan). Sebagai contoh dapat dikatakan: "Bila keduanya bersatu maka berbeda dan bila keduanya dipisah maka bersatu." Maka kata Qadha' dan Qadar termasuk dalam kondisi seperti ini, artinya bila kata Qadha' dipisahkan (dari kata Qadar), maka memuat Qadar dan sebaliknya kata Qadar bila dipisahkan (dari kata Qadha') maka memuat makna Qadha'. Akan tetapi ketika dikumpulkan, kata Qadha' bermakna sesuatu yang ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, penia

Apakah perbedaan antara Qadha' dan Qadar? | Qadha' dan Qadar

(2). Fadhilatusy Syaikh ditanya: Apakah perbedaan antara Qadha' dan Qadar? Beliau menjawab: Para ulama' berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua istilah tersebut. Sebagian mengatakan bahwa Qadar adalah ketentuan Allah sejak zaman azali (zaman yang tak ada awalnya), sedangkan Qadha' adalah ketetapan Allah terhadap sesuatu pada waktu terjadi. Maka ketika Allah menetapkan sesuatu akan terjadi pada waktunya, ketentuan ini disebut Qadar. Kemudian ketika telah tiba waktu yang telah ditetapkan pada sesuatu tersebut, ketentuan tersebut disebut Qadha'. Masalah ini (Qadha') banyak sekali disebut dalam Al-Qur'an, seperti firman Allah: "Sesuatu itu telah diqadha' (1)", dan firman-Nya: "Allah mengqadha' dengan benar (2)" dan ayat-ayat lain yang serupa. Maka Qadar adalah ketentuan Allah terhadap segala sesuatu sejak zaman azali, sedangkan Qadha' merupakan pelaksanaan Qadar ketika terjadi. Sebagian ulama' mengatakan bahwa kedua istil

Siapakah yang tidak wajib mempelajari Aqidah, khususnya masalah Qadar karena dikhawatirkan salah? | Qadha' dan Qadar

Bismillaahir Rahmaanir Rahiim (1). Fadhilatusy Syaikh ditanya: Siapakah yang tidak wajib mempelajari Aqidah, khususnya masalah Qadar karena dikhawatirkan salah? Beliau menjawab: Masalah ini sebagaimana masalah penting lainnya yang harus dipahami oleh manusia untuk agama dan dunianya. Dia harus mendalami dan memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta'ala agar mampu memahami dan meyakininya sehingga permasalahannya menjadi sangat jelas. Karena seseorang tidak boleh meragukan sedikitpun tentang masalah-masalah penting seperti ini. Adapun masalah yang tidak merusak agama bila ditunda dan tidak dikhawatirkan menjadi sebab berpalingnya seseorang (dari agama), maka boleh ditunda selama masih ada hal yang lebih penting dari padanya. Masalah Qadar adalah masalah yang wajib dipahami oleh setiap hamba (Allah) sehingga dapat menghantarkannya pada keyakinan yang mendalam. Sebenarnya masalah tersebut tidaklah sulit, segala puji hanya bagi Allah. Hal yang memberatkan pelajaran aqidah bagi sebagian

Prinsip Penyembuhan | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Prinsip Penyembuhan Dari Ibnu 'Abbas (rodhiyallohu 'anhuma), Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kesembuhan itu ada dalam tiga hal, yakni minum madu, sayatan alat bekam, dan sundutan api. Aku melarang umatku berobat dengan sundutan api." (86) Dari Ibnu 'Abbas, Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Dalam madu dan bekam." (87) Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Di dalam habbatus sauda' terdapat penyembuj setiap penyakit, kecuali kematian." (88) Ada tiga prinsip pengobatan yang dikatakan oleh Ibnul Qoyyim: 1. Penjagaan Kesehatan Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "... Maka barangsiapa di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain..." (Al-Baqoroh [2]: 184). Dalam ayat ini, Alloh Subhanahu wa Ta&

Penyakit-penyakit Mizaji | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Klasifikasi Penyakit Fisik dan Pengobatannya 2. Penyakit-penyakit Mizaji Adapun penyakit-penyakit mizaji, bisa disebabkan unsur-unsur materi dan bisa pula tanpa disebabkan unsur-unsur materi. Adapun yang terkait dengan unsur materi, ada yang disebabkan oleh unsur panas, dingin, basah, kering, atau kombinasi dari beberapa unsur tersebut. Di antara keempat unsur di atas, ada yang bersifat aktif, yaitu panas dan dingin; dan ada yang bersifat reaktif, yaitu basah dan kering. Siapa yang mengalami kelebihan salah satu dari kedua karakter aktif, harus mengatasinya dengan karakter reaktif, begitu pula untuk setiap unsur yang terdapat di badan. Semua komposisi selalu terdiri dari dua karakter, yakni aktif dan reaktif. Dari sini kita tahu bahwa penyakit-penyakit mizaji adalah bersumber dari unsur-unsur yang memilikj karakter paling kuat, yaitu panas dan dingin. Ucapan Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) tentang prinsip pengobatan penyak

Penyakit-penyakit Imtila'i | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Ibnul Qoyyim berkata, "Ada penyakit-penyakit imtila'i (77) dan ada penyakit-penyakit mizaji (78)." 1.  Penyakit-penyakit imtila'i diklasifikasi menjadi damawi (79), shofrowi (80), balghomi (81), dan saudawi (82). Penyakit-penyakit imtila'i yang terkait dengan darah, bisa disembuhkan dengan pengeluaran darah, sedangkan penyakit-penyakit yang termasuk dalam tiga klasifikasi lainnya bisa disembuhkan dengan pembersihan yang sesuai dengan masing-masing dari ketiga unsur tersebut. Seakan-akan, Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam menyebutkan madu sebagai pengingat tentang metode-metode pembersih lainnya dan menyebutkan bekam sebagai pengingat tentang adanya metode-metode fashd (83) lainnya. Apabila pengobatan gagal dilakukan, maka pengobatan terakhir adalah dengan kay (sundutan api), dan metode ini termasuk metode pengobatan yang makruh. ===== Catatan Kaki: 77) Imtila'i = imtila', 'penuh', y se

Sekilas Sejarah Bekam dan Pesan Nabi untuk Berbekam | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Sekilas Sejarah Bekam dan Pesan Nabi untuk Berbekam Pesan Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam Agar Berbekam Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam telah berpesan agar berbekam. Beliau bersabda: "Jika dalam metode pengobatan kalian ada kebaikan, maka itu ada dalam bekam." (74) Beliau juga bersabda: "Sebaik-baik pengobatan yang kalian gunakan adalah bekam." (75) Pesan Malaikat Agar Berbekam Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pada malam diisro'kan, tidaklah aku melalui sekelompok malaikat, kecuali mereka berkata, 'Wahai Muhammad, perintahkanlah umatmu untuk berbekam.'" Dalam riwayat lain, "Hendaklah engkau berbekam, wahai Muhammad!" Beliau shollallohu 'alaihi wa sallam juga bersabda: "Jibril memberitahuku bahwa bekam merupakan pengobatan paling bermanfaat yang digunakan oleh manusia." (76) Jadi, para malaikatlah yang memberitahu Nabi shol

Hukum Berobat | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Hukum Berobat Diriwayatkan dari Jabir bin 'Abdulloh (rodhiyallohu 'anhu), dari Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: "Sungguh, setiap penyakit ada obatnya, jika obat mengenai penyakit, maka ia sembuh dengan izin Alloh." (72) Dari Ibnu 'Abbas rodhiyallohu 'anhuma bahwa seseorang berdiri di hadapan Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam, lantas bertanya, "Wahai Rosululloh! Apakah obat itu berguna terhadap takdir?" Maka, Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda: "Obat termasuk bagian dari takdir. Obat bermanfaat bagi siapa yang Alloh kehendaki berupa apa yang Alloh kehendaki." (73) Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam biasa berobat, memberikan resep pengobatan, dan kadang juga diberi resep-resep yang kemudian beliau gunakan. Jadi, obat dan penyakit, masing-masing merupakan bagian dari takdir. Sunnah Nabi Muhammad shollallohu 'alaihi

Macam-macam Penyakit | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Macam-macam Penyakit Penyakit adalah perubahan dari kondisi normal yang bisa dideteksi, baik perubahan tersebut secara fisik maupun mental, yang mengakibatkan dampak-dampak negatif yang nyata. Siapa yang menyelisihi petunjuk Nabi (shollallohu 'alaihi wa sallam) dalam berobat, pasti terkena penyakit. Hal itu akan kami jelaskan dalam pembahasan yang akan datang, insya Alloh. (70) Ibnul Qoyyim berkata, "Penyakit ada dua macam, yaitu penyakit hati dan penyakit badan. Adapun penyakit hati, dibagi menjadi dua, yaitu pertama, syubhat dan keraguan, serta yang kedua, syahwat. 1. Penyakit Syubhat dan Keraguan. Mengenai hal ini, Alloh berfirman, "Di dalam hati mereka terdapat penyakit, maka Alloh menambah sakit mereka." (Al-Baqoroh [2]: 10). Alloh juga berfirman, "Dan agar orang-orang yang di hati mereka ada penyakit serta orang-orang kafir berkata, 'Apa yang dikehendaki oleh Alloh dengan perumpamaan ini?'&qu

Upah Pelaku Pengobatan | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Rofiq Thibb (Ahli Pengobatan) Upah Pelaku Pengobatan (Rofiq) Diriwayatkan dari Anas rodhiyallohu 'anhu bahwa ia pernah ditanya tentang upah juru bekam, maka ia berkata, "Dulu Rosululloh pernah berbekam -dibekam oleh Abu Thoibah-, maka beliau memerintahkan agar memberikan dua sho' makanan kepadanya. Beliau juga berdialog dengan tuan-tuannya, lantas mereka meringankan upetinya. Beliau juga bersabda: "Sesungguhnya metode pengobatan kalian yang terbaik adalah bekam dan qusthul bahri (56)." (57) Dari Anas, ia berkata, "Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam biasa berbekam, dan tidak pernah beliau menzholimi upah seseorang." (58) Dari Ibnu 'Abbas rodhiyallohu 'anhuma, ia berkata, "Suatu ketika Nabi shollallohu 'alaihi wa sallam berbekam dan memberikan upah kepada juru bekam." (59) Andaikata upah juru bekam termasuk rezeki yang jelek, niscaya beliau tidak pernah memberikan makanan kepada

Menghindari Pelaku Pengobatan yang Tidak Ahli dalam Pengobatan | Keajaiban Thibbun Nabawi

Bagian 3 Beberapa Pedoman Teori Pengobatan Nabawi Rofiq Thibb (Ahli Pengobatan) Menghindari Pelaku Pengobatan (Rofiq) yang Tidak Ahli dalam Pengobatan Diriwayatkan dari 'Amru bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata: Rosululloh shollallohu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang mengobati, sedangkan ia tidak dikenal sebagai ahli pengobatan, maka ia bertanggung jawab." (54) Khoththobi berkata, "Saya tidak melihat adanya perselisihan bahwa seorang pelaku pengobatan apabila melakukan kesalahan, sehingga menimbulkan kebinasaan pada pasien, maka ia harus menanggung ganti rugi. Orang yang melakukan suatu bidang ilmu pengetahuan yang tidak dikuasainya berarti telah melakukan kesalahan. Menurut kebanyakan ulama, kejahatan orang yang sok ahli dalam pengobatan, menjadi tanggungan keluarganya." (55) Jalinus berkata, "Dokter-dokter yang bodoh kadang mengobati orang yang menderita satu jenis demam, lantas si penderita pulang darinya justru