Skip to main content

Iman kepada Qadha' dan Qadar (3) | Qadha' dan Qadar

4. Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Maka Allah adalah Maha Pencipta dan selain Dia adalah makhluk. Segala sesuatu, Allah-lah penciptanya dan semua makhluk adalah ciptaan-Nya. Jika segala perbuatan manusia dan ucapannya termasuk sifatnya, sedangkan manusia itu makhluk, maka sifat-sifatnya juga makhluk Allah. Hal itu ditunjukkan oleh firman Allah: "Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat." (16) Dengan demikian, Allah telah menetapkan penciptaan manusia dan perbuatannya. Allah juga berfirman: "Wa ma ta'malun" (dan apa saja yang kamu perbuat). Para ulama berselisih pendapat tentang kata "ma" (apa saja), apakah dia berupa "ma mashdariyah" (sehingga tidak bermakna) atau "ma maushulah" (sehingga bermakna apa saja). Berdasarkan dua perkiraan di atas (ma mashdariyah atau ma maushulah), maka ayat tersebut tetap menunjukkan bahwa perbuatan manusia adalah ciptaan Allah. Inilah keempat tingkatan keimanan kepada Qadar yang harus diimani, tidak sempurna keimanan seseorang terhadap Qadar kecuali dengan mengimani keempat-empatnya.

Kemudian ketahuilah bahwa iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan pelaksanaan sebab, bahkan melaksanakan berbagai sebab merupakan perintah Syari'ah. Hal itu dapat tercapai karena Qadar, karena berbagai sebab akan melahirkan musabab (akibat). Oleh karena itu, Amirul Mu'minin, Umar bin Khathab (radhiyallahu 'anhu), ketika pergi menuju Syam, di tengah perjalanan dia mengetahui bahwa telah menyebar wabah penyakit di sana. Kemudian para sahabat bermusyawarah; apakah perjalanan ini diteruskan atau kembali pulang ke Madinah? Maka terjadilah perselisihan pendapat di antara mereka dan kemudian beliau memutuskan untuk kembali ke Madinah. Ketika beliau (Umar) sudah mantap pada pendapat tersebut, maka datanglah Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarah sembari berkata: "Hai Amirul Mu'minin, mengapa anda kembali ke Madinah dan lari dari Qadar Allah?" Umar menjawab: "Kami lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah." Kemudian setelah itu datang Abdurrahman bin Auf (dia sebelumnya tidak ada di situ untuk memenuhi kebutuhannya), kemudian dia menceritakan bahwa Nabi (shallallahu 'alaihi wa sallam) pernah bersabda tentang wabah penyakit:

"Bila kamu sekalian mendengar terjadinya wabah penyakit di bumi tertentu, maka janganlah kamu mendatanginya."

Kesimpulan perkataan Umar "lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah" itu merupakan dalil bahwa melaksanakan sebab juga termasuk Qadar Allah. Kita tahu bahwa apabila seseorang mengatakan "saya beriman kepada Qadar Allah dan Allah akan memberiku seorang anak dengan tanpa istri", maka orang tersebut dapat dikatakan gila. Begitu juga bila dia mengatakan "saya beriman kepada Qadar Allah dan saya tidak akan berupaya mencari rizki dan tidak melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rizki", maka dia adalah orang dungu. Maka iman kepada Qadar tidak berarti menghilangkan sebab-sebab syar'iyah atau ikhtiar yang benar. Adapun sebab-sebab yang berupa prasangka yang dianggap pelakunya sebagai sebab padahal bukan, maka hal itu di luar perhitungan dan tidak perlu diperhatikan.

Bersambung...

=====

Catatan Kaki:

16. Surat As-Safat, ayat 96.

=====

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Al-Qadha' wal Qadar, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah, Penerbit: Maktabah Daruth Thabariyah, Riyadh - Saudi Arabia, Tanpa Keterangan Cetakan, Tanpa Keterangan Tahun, Judul Terjemahan: Tanya Jawab Tentang Qadha' dan Qadar, Penerjemah: Abu Idris, Editor: Abu Umar Abdillah asy-Syarief, Penerbit: At-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan Pertama, Maret 2002 M.