Skip to main content

Tidak Ada Kesepakatan Para Ulama Tentang Tarawih 20 Raka'at (2) | Tidak Ada Seorang pun Shahabat yang Pernah Shalat Tarawih 20 Raka'at, Penelitian Riwayat Tersebut dan Penjelasan Tentang Kelemahannya | Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah

Shalaatu at-Taraawiihi.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Fasal V.

Tidak Ada Seorang pun Shahabat (radhiyallahu 'anhum) yang Pernah Shalat Tarawih 20 Raka'at, Penelitian Riwayat Tersebut dan Penjelasan Tentang Kelemahannya.

Tidak Ada Kesepakatan Para Ulama Tentang Tarawih 20 Raka'at (2).

Al-Allamah asy-Syaukani menyatakan dalam Wablul Ghamam Hasyiyatu Syifa'il Awam: "Sesungguhnya konsensus-konsensus para ulama yang mereka nukilkan dalam buku-buku tersebut, semata-mata hanyalah dalam kerangka ketidaktahuan mereka bahwa dalam persoalan itu ada terdapat perselisihan di kalangan ulama. Ketidaktahuan mereka itu, bukan bukti bahwa memang tidak ada. Paling banter, hanya bisa diprediksikan bahwa ada kemungkinan terjadinya ijma'. Sedangkan prediksi pribadi tak boleh dijadikan sandaran adanya ijma', bahkan bukanlah termasuk salah satu metodologi untuk menyelidikinya. Orang yang mengakui nilai hujjah dari ijma', tidak lantas mengakui bentuk (kesepakatan) semacam itu. Karena itu tak lebih dari prediksi seorang muslim. Ibadah kepada Allah, tak pernah bisa didasari hal seperti itu. Kalau seorang peneliti menyatakan: 'Mengenai persoalan ini, aku tak mendapatkan adanya dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah', maka seorang yang berakal, apalagi ulama, tak akan menyatakan bahwa ucapan peneliti tadi sebagai hujjah. Kalau hal ini sudah menjadi ketetapan, akan mudah bagi kita menghadapi bualan tentang ijma' itu. Karena pada hakekatnya ia memang bukan ijma', sehingga wajar bila diperselisihkan kaum muslimin apakah dapat dijadikan hujjah atau tidak. Sementara umumnya para ulama ushul fiqih berpendapat bahwa ijma' itu tak dapat dibenarkan keberadaannya dari berita orang per orang, sebagaimana ditegaskan oleh al-Qadhi dalam at-Taqrib, demikian juga al-Ghazali dalam buku-bukunya (tentang ushul fiqih, -pent) sampai akhir ulasan mereka. Aku telah memaparkan hujjah-hujjahnya dalam bukuku Hushulu al-Ma'mul min Ilmil Ushul. Demikian juga dua orang guruku yang shalih dalam kedua buku mereka al-Iqlid dan ath-Thariqatul Mutsla. Barangsiapa yang ingin mendapat ketetapan hati, hendaknya ia menelaah buku itu, dan juga buku Dalilu ath-Thalib serta buku-buku kami lainnya." (54)

Aku katakan: Masalah itu juga sudah dikupas oleh al-Imam Abu Muhammad bin Hazam dalam kitabnya yang bermutu Ihkamul Ahkam fi Ushuli al-Ahkam. Buku itu sudah dicetak di Mesir dalam 8 jilid. Barangsiapa yang berkenan, silahkan merujuk kepada buku itu untuk membuktikannya sah tidaknya pengauan adanya ijma' yang dilontarkan oleh sebagian orang! Sungguh buku itu adalah buku ilmu ushul fiqih terbaik yang ditopang oleh dalil-dalil dari al-Kitab dan as-Sunnah. Tidak seperti buku-buku ushul lainnya yang hanya didasari oleh aku-akuan semata-mata!

===

(54) [Dengan ini, rontoklah perkataan para penulis al-Ishabah (hal. 6): "Sesungguhnya tarawih 20 raka'at itu dianggap sah, kalau memang dilestarikan oleh para al-Khulafa ar-Rasyidun, selain Abu Bakar ash-Shiddiq (radhiyallahu 'anhum). Ketika aku mengetahui bahwa tak satupun riwayat yang shahih dari mereka, sementara dari 'Utsman sendiri tak satupun ada riwayatnya secara mutlak sebagaimana yang telah ditegaskan dalam pembahasan terdahulu (hal. 13), maka hal itu tertolak. Kalaupun dimisalkan bahwa riwayat 20 raka'at itu ada yang shahih dari 'Umar, juga tak terbukti bahwa dia melanggengkannya. Karena ada lagi riwayat 11 raka'at darinya yang sudah jelas shahih. Bagaimana mereka bisa menetapkan bahwa dia melakukan secara kontinyu jumlah raka'at pertama (20) sementara yang kedua (11) tidak? Padahal kalau dikatakan sebaliknya, justru lebih mendekati kebenaran sebagaimana telah disinggung sebelumnya (hal. 17). Bahkan kami dapat memastikan bahwa yang dia lakukan kontinyu justru jumlah raka'at kedua (11) ini, karena hanya itulah yang mempunyai riwayat yang shahih dari 'Umar radhiyallahu 'anhu.]

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shalaatu at-Taraawiihi, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Abu Umar Basyir al-Maidani, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan IV, Nopember 2000 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog