Skip to main content

Sebagian Ulama Menentang Pendapat Tersebut dan Menyatakan Harus Mengqadha' (2) | Niat | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kedelapan.

Niat.

3. Sebagian Ulama Menentang Pendapat Tersebut dan Menyatakan Harus Mengqadha' (2).

Yang lainnya mengatakan, "Kalau memang puasa 'Asyura' itu sebelumnya wajib, maka kewajiban itu kini sudah dinasakh (dihapuskan). Dan dihapus pula bersamanya hukum-hukumnya. Yang pasti, bahwa hadits-hadits tentang 'Asyura' ini menunjukkan beberapa hal, yaitu:

a. Hukum wajib puasa 'Asyura'.

b. Bahwa orang yang tidak berniat pada puasa wajib sebelum terbit fajar karena ketidaktahuannya, maka hal tersebut tidak membatalkan puasanya.

c. Orang yang terlanjur makan dan minum, kemudian dia mengetahui datangnya bulan puasa, maka hendaklah dia menghentikan makan dan minumnya dan tetap melanjutkan puasanya dari waktu yang tersisa dan tidak ada kewajiban mengqadha' baginya.

Yang dihapuskan adalah point pertama, sehingga puasa itu menjadi sunnat, sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya. Adanya penghapusan hukum wajibnya tidak mengharuskan penghapusan hukum-hukumnya yang lain. Wallaahu a'lam.

Mereka berdalil pada hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (2447) dan Ahmad (V/ 409) melalui jalan Qatadah dari 'Abdurrahman bin Salmah, dari pamannya, bahwa penduduk Aslam pernah mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau bertanya: "Apakah kalian puasa pada hari ini?" Mereka menjawab: "Tidak." Maka beliau bersabda: "Kalau begitu, sempurnakanlah puasa kalian dari sisa hari ini dan qadha'lah ia."

Ini adalah hadits dha'if, yang di dalamnya terkandung dua 'illat, yaitu: Majhulnya 'Abdurrahman bin Salmah. Mengenai dirinya ini, di dalam kitab al-Miizaan (II/ 567), adz-Dzahabi mengatakan: "Tidak dikenal." Sedangkan al-Hafizh di dalam kitab at-Tahdziib (VI/ 239) mengatakan: "Kondisinya majhul (tidak diketahui)." Dan disebutkan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam kitab al-Jarh wat Ta'diil (V/ 288), dan dia tidak menyebutkan jarh dan ta'dil pada dirinya.

Mengenai dirinya, Qatadah telah meng'an'anahnya (penyebutan: Dari fulan, dari fulan dari fulan, dan seterusnya), dan dia sebagai seorang mudallis.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog