Skip to main content

Keharusan Berkonsisten dengan 11 Raka'at, Dalil-dalil Berkenaan dengan Hal itu (3) | Tidak Ada Seorang pun Shahabat yang Pernah Shalat Tarawih 20 Raka'at, Pnelitian Riwayat Trsebut & Pnjelasan Tntang Klemahannya | Shalat Tarawih Mnurut Tuntunan Rasulullah

Shalaatu at-Taraawiihi.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Fasal V.

Tidak Ada Seorang pun Shahabat (radhiyallahu 'anhum) yang Pernah Shalat Tarawih 20 Raka'at, Penelitian Riwayat Tersebut dan Penjelasan Tentang Kelemahannya.

Keharusan Berkonsisten dengan 11 Raka'at, Dalil-dalil Berkenaan dengan Hal itu (3).

Seharusnya, orang yang sungguh-sungguh alim tak akan berbuat melangkahi apa yang dilakukan Ibnu 'Abbas (radhiyallahu 'anhuma) tadi, bahkan menjadikan perbuatannya itu sebagai acuan dalam mengamalkan segala yang dibawa oleh syari'at Islam yang Maha Sempurna. Karena kalau yang dilakukan sebaliknya, berarti ia menyandarkan kekurangan dan kealpaan kepada Sang Pencipta syari'at Yang Maha Bijaksana. Sebagaimana firman-Nya:

"...dan tidaklah Rabbmu lupa." (QS. Maryam: 64)

Pembahasan ini akan dirinci pada kesempatan lain, insya Allahu Ta'ala.

Aku juga tertarik dengan apa yang diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam sanggahannya terhadap Ibnu Muthahhar as-Syi'i:

"Ia (Ibnu Muthahhar) berprasangka bahwa 'Ali radhiyallahu 'anhu shalat seribu raka'at dalam sehari semalam, padahal riwayat itu tidaklah benar. Sedangkan Nabi kita sendiri shalat pada malam hari tak lebih dari 13 raka'at. Shalat sepanjang malam itu tidak ada Sunnahnya, bahkan dilarang. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada 'Abdullah bin 'Amru bin 'Ash: "Sesungguhnya tubuh kamu juga punya hak atas diri kamu..." Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat sehari semalam sekitar 40 raka'at. Sedangkan 'Ali tentu lebih tahu tentang Sunnah beliau dan lebih konsekuen mengikuti petunjuk beliau (daripada kita, -pent), sehingga ia tak mungkin melakukan penyelisihan terhadap Sunnah seperti ini, kalaupun hal itu mungkin. Padahal dia masih memiliki kewajiban-kewajiban atas dirinya, untuk merawat diri, tidur, makan minum, kebutuhan-kebutuhan sehari-hari, berwudhu (dan shalat), mempergauli istrinya, menengok anak-anak, keluarganya dan rakyatnya yang semua itu membutuhkan kira-kira setengah hari sendiri. Sedangkan waktu satu jam tidaklah cukup untuk melaksanakan 80 raka'at kecuali kalau sekedar membaca al-Fatihah dan tanpa tuma'ninah. Dan 'Ali radhiyallahu 'anhu terlalu mulia untuk harus melakukan shalatnya orang-orang munafik yang ibarat ayam mematuk (cepat sekali), sehingga hanya sedikit saja mengingat Allah, sebagaimana diungkapkan dalam hadits al-Bukhari dan Muslim, dan dalam al-Muntaqa min Minhaji al-I'tidal (hal. 169-170).

Coba perhatikan, dia mensucikan 'Ali dari menambah-nambah Sunnah Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dengan ucapannya: "Sedangkan 'Ali tentu lebih tahu tentang Sunnah beliau (Nabi) dan lebih konsekuen mengikuti petunjuk beliau (daripada kita, -pent), sehingga ia tak mungkin melakukan penyelisihan terhadap Sunnah seperti ini."

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shalaatu at-Taraawiihi, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Ustadz Abu Umar Basyir al-Maidani hafizhahullah, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan IV, Nopember 2000 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT