Skip to main content

Dibolehkannya Shalat Malam Kurang dari 11 Raka'at | Keharusan Berkonsisten dengan 11 Raka'at, Dalil-dalil Berkenaan dengan Hal Itu | Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah

Shalaatu at-Taraawiihi.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Fasal VII.

Keharusan Berkonsisten dengan 11 Raka'at, Dalil-dalil Berkenaan dengan Hal Itu.

Dibolehkannya Shalat Malam Kurang dari 11 Raka'at.

Apabila ada orang bertanya: "Kalau kalian melarang dilakukannya Tarawih lebih dari 11 raka'at yang dilakukan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam, maka kalian juga harus melarang dilakukannya shalat tersebut kurang dari 11 raka'at. Karena tak ada bedanya kurang atau lebih, keduanya sama-sama tak berdalil! Jawaban kami: Tidak syak lagi, bahwa kesimpulannya adalah demikian, kalau tak ada riwayat hadits yang membolehkan hal itu, baik berupa ucapan, atau perbuatan. 'Abdullah bin Abi Qais menyatakan: "Aku pernah bertanya kepada 'Aisyah (radhiyallahu 'anhuma): 'Berapa raka'at witir yang dikerjakan Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam?' 'Aisyah menjawab: 'Beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) pernah shalat empat raka'at ditambah witir 3 raka'at. Atau enam raka'at ditambah 3 raka'at witi. Atau 10 raka'at ditambah 3 witir. Namun beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) tak pernah berwiti kurang dari 7 raka'at, (63) dan tidak pernah pula lebih dari 13 raka'at.'" (Diriwayatkan oleh Abu Dawud (I: 214), ath-Thahawi dalam Musykil al-Atsar (I: 168), dan Imam Ahmad (VI/ 149) dengan derajat sanad yang baik dan dishahihkan oleh al-Hafizh al-Iraqi dalam Takhriju al-Ihya (dalam teks aku no. 573)

Adapun ucapan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkenaan dengan hal itu adalah:

"Witir adalah lambang kebenaran. Barangsiapa mau, silahkan ia berwitir lima raka'at, atau tiga raka'at, atau satu raka'at." (Diriwayatkan oleh ad-Daruquthni hal. 182, al-Hakim (I: 402), dan al-Baihaqi (III: 27) dari hadits Abu Ayyub al-Anshari secara marfu'm Imam al-Hakim mengomentarinya: "Hadits ini shahih berdasarkan persyaratan al-Bukhari dan Muslim, dan disepakati oleh adz-Dzahabi serta oleh an-Nawawi dalam al-Majmu' (IV: 17, 22). Dishahihkan juga oleh Ibnu Hibban sebagaimana tertera dalam al-Fath. (II: 386). Keadaan hadits itu sebagaimana yang mereka nyatakan. (64)

Ini merupakan nash yang jelas, tentang dibolehkannya melakukan witir satu raka'at saja. Itulah yang diamalkan oleh para ulama as-Salaf radhiyallahu 'anhum. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Syarhu al-Bukhari menyatakan:

"Diriwayatkan dengan shahih dari sejumlah Shahabat bahwa mereka melakukan witir satu raka'at, tanpa ada shalat Sunnah sebelumnya. Dalam kitab Muhammad bin Nashar dan yang lainnya, tertera satu riwayat shahih dari as-Sa'ib bin Yazid, bahwasanya 'Utsman (radhiyallahu 'anhu) pernah membaca al-Qur`an pada satu malam dalam satu raka'at, dan tanpa melakukan shalat lain. Pada bab tentang peperangan nanti akan dibeberkan hadits 'Abdullah bin Tsa'labah, bahwasanya Sa'ad bin Abi Waqqas (radhiyallahu 'anhu) shalat Witir satu raka'at. Demikianlah juga akan disebutkan dalam kitab al-Manaqib, dari Mu'awiyah (radhiyallahu 'anhu) bahwa dia juga berwitir satu raka'at. Dan ternyata Ibnu 'Abbas (radhiyallahu 'anhuma) membenarkannya." (65)

===

(63) [Hadits dari 'Aisyah ini menunjukkan kepada kita bahwa hadits lain yang menceritakan bahwasanya Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam berwitir tiga raka'at, maksudnya berwitir tiga raka'at setelah shalat dulu 4 raka'at. Imam ath-Thahawi meriwayatkan dengan sanad yang shahih, bahwasanya 'Aisyah berkata: "Jumlah raka'at witir itu tujuh, lima atau tiga dengan tambahan sebelumnya." Imam ath-Thahawi berkomentar: "'Aisyah tidak menyukai witir tiga raka'at tanpa didahului oleh shalat sebelumnya.]

(64) [Adapun pendapat al-Baihaqi dan ulama lain yang lebih cenderung mengatakan hadits itu mauquf (hanya sampai pada Shahabat), sama sekali tak memiliki alasan. Karena sejumlah perawi terpercaya telah menyambungkan hadits itu sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam (merafa'kannya). Sedangkan penyambungan sanad kepada Nabi tersebut dapat diterima, sebagaimana ditetapkan dalam kodifikasi Ilmu Hadits. Demikian penjelasannya. Adapun hadits: "Janganlah kalian berwitir dengan tiga raka'at, karena menyerupai shalat Maghrib. Tapi berwitirlah lima, tujuh, sembilan, sebelas atau lebih dari itu", hadits itu diriwayatkan oleh Ibnu Nashir (125-126), al-Hakim (I: 304), dan al-Baihaqi (III: 31) dari jalur sanad Thahir bin Amru bin ar-Rabie` dengan jalannya sendiri dari Yazid bin Abi Hubeib, dari Arak bin Malik, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu secara marfu'. Hadits ini dengan tambahan: "...atau lebih dari itu...", adalah hadits munkar. Al-Hakim sendiri meskipun termasuk "gampangan" menshahihkan hadits, ternyata juga tidak menshahihkannya. Dan dia benar, karena si Thahir ini tak aku ketemukan biodatanya dalam kitab himpunan perawi manapun yang tercetak maupun yang berbentuk manuskrip. Ath-Thahawi juga meriwayatkannya dari jalur sanad yang lain, yaitu dari Ja'far bin Rabi'ah, dari Arak secara mauquf dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu tanpa tambahan ini. Dan memang benar, ternyata ath-Thahawi dan ad-Daruquthni (hal. 172) meriwayatkan juga dari jalur lain lagi dari Abu Hurairah secara marfu', juga tanpa tambahan ini. Maka jelaslah bahwa hadits ini (dengan tambahan itu) adalah munkar; sementara sanadnya memang shahih. Imam al-Hakim berkomentar: "Hadits itu shahih sesuai dengan persyaratan al-Bukhari dan Muslim", serta disepakati oleh Imam adz-Dzahabi. Zhahir hadits ini nampak bertentangan dengan hadits Abu Ayyub dalam masalah witir dengan tiga raka'at. Padahal sebenarnya tak ada pertentangan itu, sebagaimana akan dijelaskan dalam fasal selanjutnya, insya Allahu Ta'ala.]

(65) [Dengan semua ini, jelaskan bahwa apa yang dinukil sebagian penganut madzhab Hanafiyyah, tentang ijma' kaum muslimin dalam witir dengan tiga raka'at adalah tidak benar. Al-Hafizh dalam al-Fath menyanggahnya (II: 385), silahkan merujuk kepadanya. Juga Nashbu ar-Rayah (II: 122).]

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shalaatu at-Taraawiihi, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Ustadz Abu Umar Basyir al-Maidani hafizhahullah, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan IV, Nopember 2000 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog