Skip to main content

Kalaupun Shahih Riwayat Hadits 20 Raka'at Itu, Tidak Lain Hanyalah Karena Satu Sebab, dan Sebab Itu Sudah Tak Ada Lagi (4) | 'Umar bin al-Khaththab Menghidupkan Kembali Shalat Tarawih (Berjama'ah) dan Menyuruh Manusia Kala itu Untuk Shalat Sebelas Raka'at | Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah

Shalaatu at-Taraawiihi.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Fasal IV.

'Umar bin al-Khaththab (radhiyallahu 'anhu) Menghidupkan Kembali Shalat Tarawih (Berjama'ah) dan Menyuruh Manusia Kala Itu Untuk Shalat Sebelas Raka'at.

Kalaupun Shahih Riwayat Hadits 20 Raka'at Itu, Tidak Lain Hanyalah Karena Satu Sebab, dan Sebab Itu Sudah Tak Ada Lagi (4).

Ternyata pada hari ini mereka telah berhukum dengan pendapat orang yang mereka kafirkan kemarin! Hal itu, disebabkan karena mereka tak menyadari bahwa kembali kepada as-Sunnah dan mengamalkannya adalah kewajiban syari'at. Sehingga mereka kembali kepadanya hanya karena pengaruh munculnya berbagai kejadian, pengalaman dan demi kemaslahatan umum! Semoga merekapun sudi berupaya kembali kepada Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam shalat tarawih, berdasarkan penyataan al-Qur`an, karena Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman berkaitan dengan pribadi Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam dan Sunnah beliau:

"Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya." (QS. 4: 65)

Allah juga berfirman:

"Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus." (QS. Al-Maidah: 15-16) (47)

===

(47) [Dalam satu hal yang lumrah, kalau banyak dari peradilan-peradilan hukum Islam pada masa sekarang ini mengacu juga kepada pendapat Ibnu Taimiyah yang bersandar kepada hadits Ibnu 'Abbas (radhiyallahu 'anhuma) yang menyatakan bahwa ucapan thalaq yang dilontarkan sebanyak tiga kali (satu waktu) hanya dihitung sekali thalaq. Pendapat ini, sudah jadi ikutan masal para qadhi dan ahli fatwa baik yang dinamis moderat maupun yang konservatif tradisional! Padahal pendapat itu jelas bertentangan sekali dengan ijtihad 'Umar (radhiyallahu 'anhu) yang menyatakan bahwa thalaq (dengan cara itu) terhitung tiga kali. Kami tak pernah mendengar dari mulut mereka yang berlagak sebagai pembela al-Khulafa ar-Rasyidun itu lontaran ucapan meskipun dengan samar yang bernada mengingkari pendapat yang kontradiktif (dengan 'Umar) ini, sebagaimana yang mereka lakukan -ketika mereka berlagak sebagai pahlawan- dalam perkara tambahan raka'at pada shalat tarawih yang mereka duga itu! Padahal masalah yang pertama lebih vital, dan perbedaan antara keduanya menyolok. Dalam kedua masalah itu terdapat dua hadits shahih: Hadits Ibnu 'Abbas (pada masalah pertama) dan hadits 'Aisyah (radhiyallahu 'anhuma) tentang tarawih 11 raka'at. Adapun hadits yang pertama, sudah jelas betul bahwa 'Umar menyelisihinya. Sedangkan hadits yang kedua, tak benar bahwa 'Umar menyelisihinya sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya. Hadits yang pertama, tak seorang pun dari Imam empat yang mengambilnya sebagai dalil. Sedangkan hadits yang kedua, diambil oleh sebagian mereka sebagai dalil, sebagaimana akan dijelaskan nanti. Kemudian, hadits pertama tadi jelas-jelas berseberangan dengan pendapat 'Umar. Karena hadits itu menyatakan bahwa sang istri (dengan lafazh thalaq tiga kali itu) tetap berada di bawah kepemilikan/ tanggung jawab suami, sedangkan 'Umar menampik hal itu sama sekali. Sementara hadits yang kedua (tarawih) -kalaupun benar 'Umar menyelisihinya- penyelisihan itu tidaklah bersifat mutlak. Karena telah disepakati, bahwa 11 raka'at juga benar, dan itu termasuk dalam jumlah raka'at yang dikerjakan 'Umar. Maka sungguh tak dinyana, apa yang mendorong para penulis (al-Ishabah) itu untuk menyinggung dan mengingkari sekeras-kerasnya disertai cercaan dan fitnah terhadap orang yang berpegang pada hadits yang kedua itu, sementara mereka tak ambil peduli dan tak menyegah orang-orang yang beramal dengan hadits yang pertama, padahal masing-masing orang yang beramal dengan kedua hadits itu sama-sama menyalahi pendapat 'Umar, bahkan yang pertama lebih keras penyelisihannya sebagaimana teah dijelaskan? Jawabannya, kami serahkan kepada pembaca yang budiman!

Adapun aku, cukup menegaskan satu kalimat: Siapa saja yang bernafsu sekali mengingkari orang yang berpegang kepada hadits 'Aisyah dan tidak mengamalkan jumlah raka'at yang diriwayatkan dari 'Umar yang dianulir lebih banyak, baik (pengingkaran) itu dalam bentuk tulisan, ceramah atau pengajaran, sementara ia tidak tampil menyalahi orang yang berpegang pada hadits Ibnu 'Abbas yang juga meninggalkan ijtihadnya 'Umar yang berseberangan dengan itu, padahal (orang yang tak menyalahinya) itu mengerti persoalan sebenarnya sebagaimana yang kami paparkan, maka orang tersebut adalah orang ambisius, apapun yang menjadi tujuannya!]

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shalaatu at-Taraawiihi, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Abu Umar Basyir al-Maidani, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan IV, Nopember 2000 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT