Skip to main content

Riwayat-riwayat Tersebut Tidak Bisa Saling Menguatkan | 'Umar bin al-Khaththab Menghidupkan Kembali Shalat Tarawih (Berjama'ah) dan Menyuruh Manusia Kala itu Untuk Shalat Sebelas Raka'at | Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah

Shalaatu at-Taraawiihi.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Fasal IV.

'Umar bin al-Khaththab (radhiyallahu 'anhu) Menghidupkan Kembali Shalat Tarawih (Berjama'ah) dan Menyuruh Manusia Kala itu Untuk Shalat Sebelas Raka'at.

Riwayat-riwayat Tersebut Tidak Bisa Saling Menguatkan.

Mungkin ada orang yang bertanya: "Taruhlah kita terima (persepsi) bahwa riwayat-riwayat itu secara parsial adalah lemah. Akan tetapi bukankah bisa saling menguatkan yang satu dengan yang lain karena banyaknya?

Aku jawab: Itu tak mungkin, disebabkan dua hal:

Yang pertama: Banyaknya riwayat tersebut bisa jadi hanya gambaran kulitnya saja sementara pada hakikatnya tidak demikian. Sesungguhnya, yang ada pada kita juga cuma riwayat as-Saib bin Yazid yang jelas bersambung sanadnya, dan riwayat Yazid bin Ruman yang beserta Yahya bin Sa'id al-Anshari yang notabene terputus sanadnya. Bisa jadi, poros periwayatan itu berkisar pada perawi yang juga meriwayatkan hadits pertama, bisa jadi juga tidak, sebagaimana yang akan kami jelaskan nanti. Kalau hanya didasari kemungkinan, pengambilan dalil tak bisa dilakukan.

Yang kedua: Kami telah membuktikan pada pembahasan lalu, bahwa riwayat Malik dari Muhammad bin Yusuf (yang amat terpercaya) dari as-Saib dengan 11 raka'at, itulah yang benar. Siapa saja yang menyelisihi Malik (dalam hal ini) adalah keliru. Demikian juga yang menyelisihi Muhammad bin Yusuf, yaitu Ibnu Khushaifah dan Ibnu Abi Dzubab, riwayat keduanya adalah ganjil. Sedangkan menurut ketentuan dalam kodifikasi ilmu hadits, riwayat yang ganjil itu tertolak dan tak bisa diterima karena (dianggap) keliru, sedangkan yang keliru itu tak bisa dijadikan penguat! Ibnu Shalah dalam al-Muqaddimah (hal. 86) menyatakan:

"Apabila seorang perawi menyendiri dengan sesuatu yang masih perlu diteliti, kalau sesuatu itu menyalahi apa-apa yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih beken (terkenal) dan lebih jitu hafalannya dalam hal itu, maka periwayatannya yang menyendiri itu dianggap ganjil dan tertolak. Namun seandainya tidak menyalahi riwayat perawi lain, namun semata-mata hanya sesuatu yang diriwayatkannya seorang diri, maka kalau dia orang yang baik kredibilitasnya, penghafal hadits, lagi terpercaya dalam kepiawaian dan hafalannya, riwayatnya pun bisa diterima..."

Tidak diragukan lagi, bahwa riwayat ini termasuk jenis yang pertama. Karena perawinya menyalahi apa yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih beken dan lebih jitu hafalannya, maka riwayatnya tertolak. Dan jelas, bahwa alasan para ulama menolak riwayat yang ganjil tadi karena kekeliruannya yang nyata dengan penyimpangannya tersebut. Riwayat yang jelas kekeliruannya, amat tidak masuk akal kalau bisa menguatkan riwayat lain yang senada dengannya. Maka dengan itu, riwayat yang ganjil dan munkar (riwayat lemah yang menyelisihi riwayat yang shahih, -pent) adalah riwayat-riwayat yang tak masuk hitungan dan tak bisa dijadikan penguat. Bahkan ada atau tidak ya sama saja!

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shalaatu at-Taraawiihi, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Abu Umar Basyir al-Maidani, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan IV, Nopember 2000 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog