Skip to main content

Sebagian Ulama Menentang Pendapat Tersebut dan Menyatakan Harus Mengqadha' | Niat | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kedelapan.

Niat.

3. Sebagian Ulama Menentang Pendapat Tersebut dan Menyatakan Harus Mengqadha'.

Puasa 'Asyura' itu bukan suatu hal yang wajib. Ketahuilah saudaraku seiman, sekumpulan dalil yang menjelaskan bahwa puasa 'Asyura' itu sebelumnya wajib (adalah) karena adanya perintah mengerjakannya, sebagaimana yang disebutkan di dalama hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma. Kemudian diperkuat dengan seruan yang bersifat umum, lalu diperkuat lagi dengan perintah kepada orang yang makan untuk menghentikan makannya sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits Salamah bin al-Akwa' di atas dan juga hadits Muhammad bin Shaifi al-Anshari, dia bercerita: "Pada hari 'Asyura', Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar menemui kami seraya bersabda: 'Apakah kalian berpuasa pada hari kalian ini?' Sebagian dari mereka menjawab: 'Ya.' Dan sebagian lagi menjawab: 'Tidak.' Beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) pun bersabda: 'Sempurnakanlah puasa pada sisa waktu kalian hari ini.' Dan beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) juga memerintahkan mereka untuk mengumumkan kepada penduduk sekitar Madinah agar mereka menyempurnakan puasa pada sisa hari ini." (42)

Perbedaan pendapat tersebut diakhiri oleh ungkapan Ibnu Mas'ud (radhiyallahu 'anhu) (43), "Setelah puasa Ramadhan diwajibkan, maka puasa 'Asyura' ditinggalkan." Dan juga keterangan 'Aisyah (radhiyallahu 'anhuma) (44), "Setelah perintah puasa Ramadhan turun, sedang puasa Ramadhan itu yang diwajibkan, maka puasa 'Asyura' pun ditinggalkan."

Namun demikian, hukum sunnat puasa 'Asyura' itu tidak ditinggalkan, bahkan ijma' ulama menyatakan hukum sunnat puasa 'Asyura', sebagaimana yang dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitab Fat-hul Baari (IV/ 246) dari Ibnu 'Abdil Barr, sehingga keberadaannya tetap dipertahankan. Dan hal itu menunjukkan bahwa yang ditinggalkan adalah hukum wajibnya. Wallaahu a'lam.

===

(42) Diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah (III/ 389), Ahmad (IV/ 388), an-Nasa-i (IV/ 192), Ibnu Majah (I/ 552), ath-Thabrani di dalam kitab, al-Kabiir (XVIII/ 238) melalui jalan asy-Sya'bi. Sanad hadits ini shahih.

(43) Diriwayatkan oleh Muslim (1127).

(44) Diriwayatkan oleh Muslim (1125).

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog