Keharusan Berkonsisten dengan 11 Raka'at, Dalil-dalil Berkenaan dengan Hal itu (2) | Tidak Ada Seorang pun Shahabat yang Pernah Shalat Tarawih 20 Raka'at, Pnelitian Riwayat Trsebut & Pnjelasan Tntang Klemahannya | Shalat Tarawih Mnurut Tuntunan Rasulullah
Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.
Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Fasal V.
Tidak Ada Seorang pun Shahabat (radhiyallahu 'anhum) yang Pernah Shalat Tarawih 20 Raka'at, Penelitian Riwayat Tersebut dan Penjelasan Tentang Kelemahannya.
Keharusan Berkonsisten dengan 11 Raka'at, Dalil-dalil Berkenaan dengan Hal itu (2).
Satu hal yang lumrah apabila para ulama berbeda pendapat dalam banyak masalah-masalah fiqih. Di antaranya dalam masalah yang tengah kita perbincangkan ini, yaitu jumlah raka'at shalat tarawih. Perbedaan pendapat mereka mencapai delapan macam: Yang pertama (41), yang kedua (36), yang ketiga (28), yang keempat (28), yang kelima (24), yang keenam (20), yang ketujuh (16), yang kedelapan (11). (56)
Nah, hadits tersebut di atas telah memberikan kepada kita jalan keluar dari segala perselisihan yang bisa terjadi di tengah ummat. Sedangkan persoalan jumlah raka'at tarawih ini termasuk di antara yang diperselisihkan di kalangan manusia, maka sudah seharusnya kita kembali kepada solusinya, yaitu berpegang pada Sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Di sini, tidak lain dan tidak bukan adalah sebelas raka'at. Itu yang harus dipegang, yang menyelisihinya harus ditinggalkan. Apalagi kebiasaan para al-Khulafa ar-Rasyidun juga bersesuaian dengan pendapat itu. Kami berkeyakinan, bahwa menambah-nambah jumlah tersebut berarti menyelisihi Sunnah. Karena persoalan ibadah itu dasarnya baku dan melalui ittiba' saja. Tidak dapat didasari dengan tinjauan akal dan kebid'ahan, sebagaimana telah dijelaskan dalam tulisan terdahulu. Rinciannya akan dikupas pada buku tersendiri tentang bid'ah, insya Allah.
Dan anehnya, orang-orang awam justru lebih mengerti persoalan ini. Seringkali kita mendengar mereka menyatakan: "Menambah-nambah, itu pasangannya mengurang-ngurangi" lalu bagaimana pandangan orang-orang yang berilmu?
Dalam konteks ini, aku tertarik dengan apa yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (II: 110/ 2), dari Mujahid bahwa dia berkata: "Pernah seorang lelaki datang menemui Ibnu 'Abbas (radhiyallahu 'anhuma) dan bertanya: 'Aku pernah bepergian bersama seorang teman, kala itu aku menyempurnakan shalat, sedangkan temanku itu mengqashar shalatnya.' Maka Ibnu 'Abbas menanggapi: 'Seharusnya waktu itu kamu yang mengqashar shalat, dan teman kamu itu bisa jadi (karena belum tahu) ia menyempurnakan shalatnya.'"
Itulah Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma dengan pemahamannya. Ia menetapkan berittiba' kepada Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai ukuran kelengkapan dan kesempurnaan, dan menjadikan apa yang menyelisihi Sunnah itu sebagai ukuran kekurangan dan kekeliruan, meskipun jumlahnya lebih banyak! Bagaimana bisa ditampik, padahal dia adalah orang yang dido'akan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan permohonan beliau: "Ya Allah, jadikanlah ia orang yang faqih/ alim, dan ajarkanlah ia tafsir al-Qur`an."?
===
(56) [Al-'Aini membeberkan pendapat-pendapat ini (V: 356-357). Lalu dia menyebutkan bahwa pendapat yang terakhir itu yang dipilih Imam Malik untuk dirinya sendiri, demikian juga pilihan Abu Bakar bin al-Arabi. Ucapan mereka akan dinukil nanti dalam pembahasan tentang jumlah raka'at yang lebih dari 11.]
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shalaatu at-Taraawiihi, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Ustadz Abu Umar Basyir al-Maidani hafizhahullah, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan IV, Nopember 2000 M.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT