Skip to main content

Mengakhirkan Waktu Sahur | Sahur | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kesepuluh.

Sahur.

3. Mengakhirkan Waktu Sahur.

Disunatkan mengakhirkan waktu makan sahur sampai waktu yang tidak jauh dari waktu terbit fajar. Sebab, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu pernah makan sahur. Setelah keduanya selesai makan sahur, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berangkat menunaikan shalat. Jarak selesai makan sahur keduanya dan saat mengerjakan shalat seperti bacaan 50 ayat al-Qur-an yang dilakukan oleh seseorang.

Telah diriwayatkan dari Anas radhiyallahu 'anhu, dari Zaid bin Tsabit radhiyallahu 'anhu, bahwasanya dia pernah berkata: "Kami pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah itu beliau langsung berangkat shalat." Kutanyakan: "Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?" Dia menjawab: "Kira-kira sama seperti bacaan 50 ayat." (69)

Ketahuilah, wahai hamba Allah, mudah-mudahan Allah membimbing engkau, bahwa engkau boleh makan, minum, dan melakukan hubungan suami isteri selama engkau masih merasa ragu akan terbitnya fajar sedang fajar sendiri belum tampak. Allah Jalla Jaluhu dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjelaskan batasan tabayyun (kejelasan waktu fajar), maka perhatikanlah. Selain itu, karena Allah Jalla Sya'-nuhu telah memberikan maaf atas suatu kesalahan dan kealpaan serta membolehkan makan, minum, dan hubungan suami isteri sehingga waktu fajar benar-benar jelas. Adanya keraguan itu berarti belum jelas, karena kejelasan itu adalah sebuah keyakinan yang tidak mengandung keraguan sama sekali. Karenanya, camkanlah!

===

(69) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 118) dan Muslim (1097).

Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam kitab, Fat-hul Baari (IV/ 138) mengatakan: "Di antara kebiasaan masyarakat Arab adalah memperkirakan waktu dengan aktivitas mereka: "Kira-kira selama pemerahan susu kambing," dan disamakan dengan pemerahan unta (waktu yang berlangsung antara kedua pemerahan tersebut), "Seperti lama penyembelihan binatang." Oleh karena itu, Zaid memperkirakan waktu itu dengan bacaan al-Qur-an sebagai isyarat darinya bahwa waktu tersebut adalah waktu ibadah, dan aktivitas mereka adalah membaca al-Qur-an dan tadabbur.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog