Skip to main content

Kalaupun Shahih Riwayat Hadits 20 Raka'at Itu, Tidak Lain Hanyalah Karena Satu Sebab, dan Sebab Itu Sudah Tak Ada Lagi (3) | 'Umar bin al-Khaththab Menghidupkan Kembali Shalat Tarawih (Berjama'ah) dan Menyuruh Manusia Kala itu Untuk Shalat Sebelas Raka'at | Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah

Shalaatu at-Taraawiihi.

Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah.

Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.

Fasal IV.

'Umar bin al-Khaththab (radhiyallahu 'anhu) Menghidupkan Kembali Shalat Tarawih (Berjama'ah) dan Menyuruh Manusia Kala Itu Untuk Shalat Sebelas Raka'at.

Kalaupun Shahih Riwayat Hadits 20 Raka'at Itu, Tidak Lain Hanyalah Karena Satu Sebab, dan Sebab Itu Sudah Tak Ada Lagi (3).

Aku mengatakan: Realita yang dialami oleh umumnya kaum muslimin pada hari ini, sebatas yang aku ketahui, menjadikan alasan yang digunakan untuk ditambahnya raka'at tarawih itu dengan sendiri tak ada lagi. Dengan tidak berlakunya alasan itu, maka perbuatannya pun menjadi tak ada lagi, yaitu tarawih 20 raka'at. Jadi sudah seharusnya -dilihat dari sisi ini- kita kembali kepada jumlah raka'at yang teriwayatkan dalam hadits yang shahih, menetapinya dan tidak menambah-nambah. Di samping juga menganjurkan manusia untuk memanjangkan bacaan dan dzikir-dzikir pada semua rukun sebatas kemampuan. Demi untuk mencontoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para ulama as-Salafush Shalih radhiyallahu 'anhum.

Dan aku yakin, bahwa realita ini akan mengajak siapa saja yang dikehendaki Allah dari kalangan pemikir Islam untuk meneliti kembali pendapat kami, tentang pentingnya kita kembali kepada shalat tarawih yang disunnahkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam sisi tata caranya, ataupun bilangan raka'atnya. Hal seperti itu sudah pernah mereka lakukan dalam persoalan yang lebih penting lagi dari persoalan (tarawih) ini, dari sisi pengaruh dan dampaknya di tengah masyarakat. Dimana hal itu, juga dalam kerangka meninggalkan pendapat 'Umar radhiyallahu 'anhu. Masalah apa itu? Yaitu perkara menjadikan ucapan thalaq tiga kali yang terlontar darri mulut suami sebagai satu kali thalaq. Belum lama saja mereka meninggalkan pendapat bahwa ucapan thalaq semacam itu dianggap tiga kali thalaq. (Sehingga setelah itu sang istri haram dinikahi sebelum ia menikah dulu dengan lelaki lain). Sandaran mereka dalam hal itu adalah ketetapan buku-buku madzhab yang empat dalam perkara tersebut mengikuti pendapat 'Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu, meskipun dia mengetahui bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjadikannya hanya satu thalaq. (45)

Nyatanya sekarang mereka sudah meninggalkan pendapat 'Umar tadi, meskipun shahih riwayat ucapan itu darinya. Karena mereka melihat bahwa pendapat itu ternyata sekarang ini membawa dampak negatif, bukan positif sebagaimana yang dipradugakan 'Umar dahulu. Merekapun kembali kepada as-Sunnah, setelah jelas bagi mereka bahwa kemaslahatan yang diidam-idamkan itu ternyata justru hanya dapat direalisasikan dengan sunnah itu. Anehnya, tak lama sebelum itu banyak di antara mereka yang masih saja memusuhi Ibnu Taimiyah rahimahullah dengan keras dan mengecamnya dengan berbagai tuduhan karena dia memfatwakan sunnah ini dan meninggalkan pendapat/ ijtihad 'Umar yang menyelisihi Sunnah tersebut. Bahkan karena pendapat itu, mereka mendepak dia (Ibnu Taimiyah) dari kedudukannya sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah! (46)

===

(45) [Diriwayatkan oleh Imam Muslim (IV: 183-184) dan yang lainnya dari hadits Ibnu 'Abbas (radhiyallahu 'anhuma), bahwasanya dia (Ibnu 'Abbas) berkata: "Dahulu pada masa hidup Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, pada masa kekhalifahan Abu Bakar, juga pada awal masa kekhalifahan 'Umar, tiga kali ucapan thalaq (dalam satu waktu) hanya dianggap satu. Maka 'Umar berkata: 'Sesungguhnya manusia sekarang sudah gampang tergeda-gesa dalam perkara (cerai) yang mana dulu mereka berhati-hati dalam hal itu (bersikap santai, dengan tetap bermesraan bersama istri sambil menunggu masa kembali rujuk). Bagusnya kita bikin saja yang satu itu menjadi tiga. Maka dia pun melakukan hal itu.]

(46) [Hal itu sebagaimana juga yang mereka lakukan terhadap kami. Padahal sebenarnya kami tidaklah menyelisihi 'Umar (radhiyallahu 'anhu), bahkan kami sepakat dengannya dalam riwayat yang shahih darinya. Sedangkan riwayat 20 raka'at itu justru yang tidak shahih, sebagaimana dijelaskan sebelumnya.]

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shalaatu at-Taraawiihi, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Shalat Tarawih Menurut Tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Abu Umar Basyir al-Maidani, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan IV, Nopember 2000 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT