Kaum Wanita Dibolehkan Beri'tikaf dan Dibolehkan Mengunjungi Suaminya yang Sedang I'tikaf di Masjid | I'tikaf | Qiyam Ramadhan
Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah.
Qiyam Ramadhan.
I'tikaf.
Kaum Wanita Dibolehkan Beri'tikaf dan Dibolehkan Mengunjungi Suaminya yang Sedang I'tikaf di Masjid.
4. Kaum Wanita boleh mengunjungi suaminya yang sedang i'tikaf di dalam masjid. Dan suaminya juga boleh melepas istrinya ke pintu masjid. Berdasarkan riwayat Shafiyah radhiyallahu 'anha berikut ini:
"Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf di masjid beliau pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, aku datang untuk menjenguk beliau pada malam hari. [Ketika itu istri-istri beliau berada di situ, lalu merekapun pergi]. Aku berbincang dengan beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) beberapa saat. Kemudian aku bangkit untuk pergi. [Beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda: 'Janganlah terburu-buru, aku akan melepaskanmu pergi]. Beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) bangkit bersamaku untuk melepasku. Ketika itu Shafiyah tinggal di rumah Usamah bin Zaid. [Ketika sampai di pintu masjid tepatnya di dekat pintu kamar Ummu Salamah], lewatlah dua orang laki-laki dari suku Anshar. Ketika mereka berdua melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mereka segera bergegas. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Tahanlah dulu, ini adalah Shafiyah binti Huyai.' Mereka berdua berkata: 'Mahasuci Allah, wahai Rasulullah!' Rasul (shallallahu 'alaihi wa sallam) bersabda: 'Sesungguhnya setan mengalir dalam tubuh insan sebagaimana mengalirnya darah. Aku khawatir terbetik di hati kalian sesuatu yang buruk!'" (55)
Bahkan seorang istri boleh beri'tikaf bersama suaminya atau seorang diri, berdasarkan riwayat 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma berikut ini:
"Bahwasanya salah seorang istri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beri'tikaf bersama beliau dalam keadaan istihadhah (dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa istri beliau itu adalah Ummu Salamah). Ia kadangkala mendapati cairan merah dan kadang kala kuning. Dan kadangkala diletakkan ember di bawahnya saat ia mengerjakan shalat." (56)
Ia juga meriwayatkan:
"Beliau (shallallahu 'alaihi wa sallam) selalu beri'tikaf pada sepuluh akhir bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian diteruskan oleh istri-istri beliau sepeninggal beliau." (57)
Aku katakan: "Riwayat tersebut juga merupakan dalil bahwa kaum wanita dibolehkan beri'tikaf. Tentu saja harus mendapat izin dari walinya dan terhindar dari fitnah dan khalwat dengan kaum pria berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak tentang hal itu. Dan juga berdasarkan kaidah fiqih: 'Menolak mafsadat lebih didahulukan daripada meraih maslahat.'"
5. I'tikaf batal karena bersetubuh. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri'tikaf dalam masjid." (QS. Al-Baqarah: 187)
Ibnu 'Abbas (radhiyallahu 'anhuma) berkata: "Apabila seorang yang sedang beri'tikaf bersetubuh maka batallah i'tikafnya dan harus mengulang kembali." (58)
Dan tidak ada kafarat atasnya, sebab tidak ada dalil yang menyatakan hal itu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam maupun Shahabat beliau.
Mahasuci Engkau ya Allah dan aku memuji-Mu. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain Engkau dan aku memohon ampunan dan bertaubat kepada-Mu.
Selesai koreksi ulang dan penyusunan kembali kitab Qiyam Ramadhan, serta penyisipan beberapa faidah baru. Ditulis oleh penulisnya saat Fajar hari Ahad 26 Rajab tahun 1406 H. Shalawat dan salam semoga tercurah atas Nabi yang ummi, atas keluarga dan segenap Shahabat beliau.
Amman - Yordania
Ditulis oleh
Muhammad Nashiruddin al-Albani
===
(55) HR. Al-Bukhari dan Muslim serta Abu Dawud, tambahan terakhir berasal dari riwayat Abu Dawud, aku telah mencantumkan takhrijnya dalam Shahih Sunan Abi Dawud (no. 2133-2134).
(56) HR. Al-Bukhari dan telah aku cantumkan takhrijnya dalam kitab Shahih Abi Dawud (2138), dan diriwayatkan juga dari jalur lain oleh Sa'ad bin Manshur sebagaimana disebutkan dalam Fathul Bari (IV/281), hanya saja ad-Darimi (I/22) menyebut: "Zainab", wallahu a'lam.
(57) HR. Al-Bukhari dan Muslim serta yang lainnya. Takhrijnya telah disebutkan pada halaman terdahulu.
(58) Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (III/92) dan 'Abdurrazzaq (IV/363) dengan sanad yang shahih.
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: Qiyaamu Ramadhaan, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, Tanpa keterangan penerbit, Tanpa keterangan cetakan, Tanpa keterangan tahun, Judul terjemahan: Qiyam Ramadhan, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari dan Siti Khoiriyah, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan I, Nopember 2001 M.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT