Skip to main content

Syari'at 'ibadah hajji | Tidak Semua Hajji Mabrur

Syari'at 'ibadah hajji

Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam bersabda, "Barangsiapa berhajji karena ALLOH, lantas dia tidak berbuat keji dan melakukan kefasikan, maka dia pulang bagaikan hari dimana dia dilahirkan ibunya."
(Hadits Riwayat Imam al-Bukhori nomor 1424)

Kaum muslimin keluar dari bulan Romadhon dalam keadaan telah memiliki bekal berupa kekuatan yang besar dalam kehidupan rohani yang suci; jiwa-jiwa mereka menjadi kuat dan tidak bergantung kepada kebendaan; keinginan-keinginan mereka telah terlatih untuk mengalahkan hawa nafsu syahwat; serta mampu menanggung kepayahan-kepayahan dan melawan hal-hal yang dibenci. Karenanya, mereka memasuki bulan-bulan hajji dalam keadaan telah siap sempurna rohani dan jasmaninya. Mereka telah memiliki kesiapan untuk melaksanakan beban-beban yang terdapat pada kewajiban yang suci (hajji), yang menjadi rukun kelima dari rukun-rukun Islam.

Hajji itu seperti puasa, hukumnya wajib sejak dahulu; ALLOH 'Azza wa Jalla telah mewajibkannya kepada para hamba-NYA semenjak DIA memerintahkan kekasih-NYA yaitu Ibrohim 'alay-his salam, agar membangun Baitul Harom di Makkah, kemudian menyuruhnya supaya memaklumkan hajji kepada manusia agar mendatanginya.

"...niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus, yang datang dari segenap penjuru yang jauh. Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama ALLOH pada hari yang telah ditentukan atas rizqi yang telah ALLOH berikan kepada mereka berupa bintang ternak..."
(Qur-an Suroh al-Hajj (22): ayat 27-28)

ALLOH 'Azza wa Jalla telah memperlihatkan manasik-manasik hajji dan syi'ar-syi'arnya kepada Ibrohim 'alay-his salam dan putranya yaitu Isma'il 'alay-his salam. Maka sepeninggal keduanya manasik-manasik itu akan tetap ada pada anak keturunannya. Mereka berhajji ke Baitulloh dan melakukan thowaf di situ, wuquf di 'Arofah dan Muzdalifah, serta melaksanakan sa'i antara Shofa dan Marwa.

Hanya saja anak keturunan mereka telah mengadakan bid'ah-bid'ah di dalamnya lantaran lamanya masa, dikuasai hawa nafsu, dan syaithon menghiasi penyimpangan mereka.

Mereka mengadakan peribadatan kepada patung-patung, lalu menaruhnya di sekitar Ka'bah dan bagian dalamnya. Mereka memulai ber'ibadah untuk berhala dan menyembelih di dekatnya sebagai bentuk taqorrub kepadanya, dan dahulu mereka mengucapkan dalam talbiahnya,

"Wahai ALLOH, tidak ada sekutu bagi-MU, melainkan sekutu yang ENGKAU punya, ENGKAU memiliki apa yang dia punya."

Dahulu, mereka thowaf di Ka'bah dengan bertelanjang, karena merasa tidak nyaman melaksanakan thowaf dengan pakaian-pakaian yang dikenakan pada saat mereka datang, sampai-sampai kaum wanita pun thowaf di Ka'bah dengan tidak berpakaian. Para wanita itu menutupi farjinya dengan sehelai kain, lalu mengatakan,

"Pada hari ini tampaklah sebagian atau seluruhnya (tubuh), namun apa saja yang terlihat, maka aku tidak membolehkan (dijamah)."

Tatkala ALLOH 'Azza wa Jalla mengutus Nabi-NYA yaitu Muhammad shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam sebagai pembaharu agama Nabi Ibrohim 'alay-his salam, sudah sewajarnya jika pembaharuan itu mencakup kewajiban hajji. Maka, hajji diwajibkan pada tahun keenam dari hijroh, dan dalil fardhunya dari al-Qur-an adalah firman ALLOH 'Azza wa Jalla,

"Dan sempurnakanlah 'ibadah hajji dan 'umroh karena ALLOH."
(Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): ayat 196-197)

Hingga firman ALLOH,

"(Musim) hajji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan hajji, maka tidak boleh rofats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan hajji."
(Qur-an Suroh al-Baqoroh (2): ayat 196-197)

Juga firman-NYA yang lain,

"Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (diantaranya) maqom Ibrohim. Barangsiapa memasukinya (Baitulloh itu), dia menjadi aman. Mengerjakan hajji adalah kewajiban manusia terhadap ALLOH, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitulloh. Barangsiapa mengingkari (kewajiban hajji), maka sesungguhnya ALLOH Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."
(Qur-an Suroh Ali 'Imron (3): ayat 97)

Adapun dalil dari Sunnah, yaitu sabda Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam,

"Sesungguhnya ALLOH telah mewajibkan 'ibadah hajji, maka hajjilah kalian!"
(Hadits Riwayat Imam Muslim)

Juga sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'umar ro-dhiyaLLOOHU 'anhuma,

"Islam dibangun di atas lima rukun, persaksian bahwa tiada ilah yang berhak disembah melainkan ALLOH dan Muhammad adalah utusan ALLOH, mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, puasa di bulan Romadhon, serta hajji ke Baitulloh bagi siapa yang sanggup mengadakan perjalanan kepadanya."
(Muttafaqun 'alay-hi, Hadits Riwayat Imam al-Bukhori dan Imam Muslim)

Sungguh, Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam telah menafsirkan makna as-Sabil dengan bekal dan kendaraan, maka siapa yang memiliki nafkah bagi diri dan keluarganya hingga kembali dari hajji serta mendapatkan kendaraan yang menghantarkannya ke Makkah (yakni biaya safar pulang pergi), maka wajib baginya segera berhajji; karena dia tidak akan tahu apa yang akan menghalanginya sesudah itu, sebab sakit atau berkurang hartanya.

Bersambung...

===

Sumber:
Majalah as-Sunnah Edisi 08/ Tahun XIII/ Dzulqo'dah 1430 H/ November 2009 M.

===

Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog