Skip to main content

Sejarah maulidan (12)

Sejarah maulidan (12)

Pembahasan ketiga: Sejarah perkembangan maulidan di dunia Islam

Pendahuluan

Setelah kita mengetahui bahwa perayaan maulidan pertama kali diadakan oleh para penguasa kerajaan 'Ubaidiyyah (Fathimiyyah) yang sesat dan menyesatkan, sebagaimana disebutkan oleh para 'ulama Islam sebelum ini. Itu menunjukkan bahwa perayaan maulidan itu bukanlah dari Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, akan tetapi sunnahnya para penguasa kerajaan 'Ubaidiyyah (Fathimiyyah) yang sesat dan menyesatkan itu. Maka tibalah saatnya bagi kita untuk memasuki pembahasan inti yakni tentang sejarah perkembangan perayaan maulidan di dunia Islam. Agar kita mengetahui lebih banyak tentang asal muasal perayaan maulidan ini.

Sejarah perkembangan maulidan di dunia Islam

Periode perkembangan perayaan maulidan di dunia Islam, dapat dibagi menjadi 6 periode, yaitu sebagai berikut:

Periode pertama:

Permulaan diadakannya perayaan maulid menurut para ahli sejarah -sebagaimana telah diterangkan di atas- dimulai dari masa kekuasaan seorang raja kerajaan bani 'Ubaidiyyah (Fathimiyyah) di Mesir. Yaitu pada masa kekuasaan al-Mu'iz lidinillah, seorang raja ke-4 dari kerajaan 'Ubaidiyyah (Fathimiyyah) di Mesir, dialah yang pertama kali mengadakan maulidan di Kairo, Mesir tepatnya menurut para ahli sejarah pada tahun 362-an Hijriyyah.

Dan ia tidak hanya merayakan perayaan maulidan Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam saja, akan tetapi ia juga merayakan maulidan-maulidan lainnya, seperti maulid 'Ali, maulid Fathimah, Hasan, Husein dan yang lainnya.

Di antara sebab yang mendorongnya untuk merayakan berbagai macam perayaan maulidan ini adalah:

* untuk menarik simpati rakyat Mesir saat itu yang sangat membenci para penguasa mereka.

* dan ingin menampilkan di hadapan kaum muslimin yang lainnya bahwa mereka adalah orang-orang yang mencintai Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan ahlul bait Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Padahal hakikatnya adalah seperti yang dikatakan oleh para 'ulama Islam -sebelum ini- bahwa mereka itu adalah orang-orang zindiq (yang menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran yang nyata).

Kesimpulan:

Setelah kita ketahui bahwa perayaan maulidan itu adalah sunnahnya para penguasa kerajaan 'Ubaidiyyah (Fathimiyyah) dan keadaan mereka yang sebenarnya telah kita ketahui sebelum ini. Dan perayaan maulidan itu bukan dari Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan bukan juga Sunnah para Shahabat beliau radhiyallaahu 'anhum, dan tidak juga dari sunnahnya para 'ulama yang diikuti seperti Imam madzhab yang empat dan yang selain mereka.

Maka orang-orang yang merayakan maulidan berarti adalah para pengikut mereka (para penguasa kerajaan 'Ubaidiyyah). Sedangkan orang-orang yang tidak merayakan maulidan justru adalah para pengikut Sunnah Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, sebagaimana akan kita terangkan pada tempatnya (dan waktunya), insya Allah.

Bersambung...

===

Maroji'/ Sumber:
Judul buku: Benarkah Shalahuddin al-Ayubi merayakan Maulid Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam?, Penulis: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullaah, Muraja'ah: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullaah, Penerbit: Maktabah Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Jakarta - Indonesia, Cetakan ketiga, Syawwal 1435 H/ Agustus 2014 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT