Skip to main content

Tentang 'ibadah dan bid'ah (2)

Kedua:

Kewajiban kita hanya ittiba' (mengikuti) dan tidak berbuat bid'ah (perkara baru) dalam agama.

Dengan diutusnya Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kepada ummat manusia, maka tidak diperbolehkan bagi seorangpun untuk menetapkan syari'at agama Allah, kecuali dengan apa yang telah dibawa, diajarkan, dituntunkan dan dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Semua keyakinan, bentuk 'ibadah, atau apapun jugaa yang disandarkan kepada agama Allah harus ditolak dan diingkari, kecuali apa yang berasal dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Karena hanya beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam seoranglah yang berhak untuk menetapkan sesuatu sebagai ajaran agama Allah ini atau sebagai bentuk 'ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala. Untuk itu beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Barangsiapa yang mengadakan suatu perkara yang baru dalam urusan kami yang tidak bersumber dari (ajaran) kami (dan di dalam sebagian riwayat disebutkan: yang tidak ada dalam ajaran kami), maka perkara tersebut pasti tertolak." (1)

Di dalam riwayat yang lainnya disebutkan lebih jelas lagi:

"Barangsiapa yang mengamalkan suatu 'amalan yang tidak berasal dari perintah (ajaran) kami, maka 'amalan tersebut pasti tertolak." (2)

Dengan diutusnya Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan membawa ajaran agama yang telah disempurnakan ini, maka ajaran agama Islam ini telah menjadi baku, itu berarti ajaran Islam ini tidak boleh untuk ditambah dan tidak boleh juga untuk dikurangi. Tugas dan kewajiban kita hanyalah ittiba' (mengikuti) kepada apa yang telah ditetapkan dan dituntunkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Dan kita dilarang untuk mengada-adakan perkara yang baru yang tidak pernah diajarkan dan dicontohkan oleh beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam (berbuat bid'ah dalam agama).

Allah Subhaanahu wa Ta'aala juga menegaskan kepada kita bahwa Dia hendak menguji kita dengan cara mengutus Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, apakah kita akan taat dan mendengar serta mengikuti apa yang beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam perintahkan dan tetapkan atau justru kita menjadi orang-orang yang tidak taat. Dimana Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:

"Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah."
(Qur-an Surah al-Baqarah (2): ayat 143)

Bersambung...

===

(1) Shahih: Imam al-Bukhari nomor 2697 dan Imam Muslim nomor 1718.

(2) Shahih: Imam Muslim nomor 1718.

===

Maroji'/ Sumber:
Judul buku: Benarkah Shalahuddin al-Ayubi merayakan Maulid Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam?, Penulis: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullaah, Muraja'ah: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullaah, Penerbit: Maktabah Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Jakarta - Indonesia, Cetakan ketiga, Syawwal 1435 H/ Agustus 2014 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantai
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT