15. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengajak isteri-isterinya bermusyawarah
Walaupun Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendapat wahyu, tapi beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tetap mengajak isteri-isterinya bermusyawarah, karena wanita itu bukan hamba sahaya yang bertugas melaksanakan pekerjaan saja, maka hendaknya mereka pun diajak musyawarah terutama dalam perkara yang berhubungan dengan rumah tangga. Sebagaimana Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam meminta pendapat Ummu Salamah radhiyallaahu 'anha tentang suatu urusan yang berhubungan dengan keumuman kaum muslimin. Maka perkara yang berhubungan dengan rumah tangga tentunya seorang isteri lebih layak lagi untuk dimintai pendapatnya, walaupun keputusan tetap berada di tangan suami akan tetapi hal ini untuk menyenangkan perasaannya dan ini sama sekali tidak termasuk kehinaan atau pengecut, tidak pula berarti isteri yang menghukumi suami sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang.
Kebanyakan orang menyangka bahwa jika suami mengajak isterinya bermusyawarah menunjukkan bahwa suami itu lemah dan dikuasai oleh isterinya bagaikan pelana yang berada di punggung keledai. Jelas semua ini adalah kesalahan. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mendatangi Ummu Salamah radhiyallaahu 'anha, kata Ummu Salamah,
"Ada apa dengan engkau?" Jawab Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, "Aku menyuruh mereka supaya bercukur tapi mereka tidak mau melakukannya."
Pada kejadian Hudaibiyyah para Shahabat tidak mau melakukan perintah beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Kata Ummu Salamah: "Wahai Rasulullah, panggillah tukang cukur kemudian bercukurlah dan keluarlah kepada mereka, karena jika mereka melihat engkau telah bercukur niscaya mereka akan mengikutimu." Lantas Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun melaksanakannya, dan ternyata benar para Shahabat radhiyallaahu 'anhum semuanya mencukur rambut, setiap mereka mencukur rambut temannya sambil diam menahan kemarahan. Kata rawi hadits itu: "Sampai-sampai sebagian melukai yang lainnya." (60) Walaupun demikian mereka tetap melaksanakan dan meneladani Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, ini semua berkat kebijaksanaan Ummu Salamah radhiyallaahu 'anha.
Wanita bukanlah syaithan, tapi dia adalah manusia yang terhormat dan dilindungi darahnya. Yang ia katakan bukan kata-kata syaithan, bahkan terkadang sebagian wanita lebih kuat akal dan pikirannya dari kebanyakan laki-laki yang bodoh dan ceroboh. Memang, seringkali wanita menghukumi sesuatu dengan perasaan dan hawa nafsunya tapi tidak sedikit kebenaran yang mereka lakukan dibandingkan dengan laki-laki tersebut, maka tidak sepantasnya laki-laki meremehkan pendapat isterinya, khususnya perkara yang berhubungan dengan rumah tangga, urusan wanita dan pendidikan anak-anak.
Tidak shahih bahwa Nabi pernah menzhihar isteri-isterinya, orang yang menghikayatkan hal itu telah salah sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Qayyim. (61) Dzihar yaitu seorang suami berkata kepada isterinya: "Kamu buat aku seperti punggung ibuku," ini bukanlah akhlaq Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam.
Telah shahih bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah menthalaq Hafsah, kemudian Jibril 'alaihis salaam mendatangi beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menyuruhnya untuk merujuk atas perintah dari Allah, kata Jibril:
"Sesungguhnya Allah menyuruh engkau untuk merujuk Hafsah karena dia seorang wanita yang banyak puasa dan qiyam." (62) Kemudian beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun merujuknya.
Telah shahih pula bahwa beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengisolir isteri-isterinya selama sebulan (63), sebagai hukuman dan peringatan buat mereka, karena kendali itu berada di tangan laki-laki, Allah Ta'ala berfirman:
"Dan orang-orang yang meng-ilaa' isterinya diberi tangguh empat bulan lamanya."
Ini adalah waktu yang paling lama dibolehkannya seorang suami mengisolir isterinya. Jika lebih dari waktu itu maka hendaknya dia kembali menggaulinya dengan baik, jika tidak maka hendaknya dia mencerainya dengan baik pula. Karena tujuan dari hajr (isolir) adalah untuk memperbaiki bukan untuk memberi mudaharat dan kerusakan, karena (kaidah mengatakan) tidak ada mudharat dan tidak boleh memberi kemudharatan.
===
(60) Riwayat Imam al-Bukhari nomor 2529.
(61) Lihat kitab Zaadul Ma'ad 1/151.
(62) Riwayat Imam Abu Dawud 2/285 nomor 2283, Imam Ibnu Majah 1/650 nomor 2016, Imam Ahmad 3/478, Imam ad-Darimi 2/214 nomor 2264, dishahihkan oleh Imam al-Albani.
(63) Riwayat Imam al-Bukhari 2/675 nomor 1181, 5/1996 nomor 4905, Imam Muslim 2/763-764 nomor 1083, 1084, 1085.
===
Maroji'/ Sumber:
Kitab: an-Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam fii baitihi, Penulis: Syaikh Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr hafizhahullaah, Judul terjemahan: Rumah Tangga Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, Penerjemah: Badrus Salam, Penerbit: Pustaka Imam Bukhori, Solo - Indonesia, Cetakan I, Januari 2003.
===
Layanan gratis estimasi biaya rangka atap baja ringan, genteng metal, dan plafon gypsum:
http://www.bajaringantangerang.com
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT