Skip to main content

Apa hukumnya maulid?

Apa hukumnya maulid?

Kalau kita bertanya kepada mereka tentang hukum maulidan, apakah hukum perayaan maulidan itu menurut saudara, apakah hukumnya itu wajib, atau sunnah, atau mubah, atau makruh, atau haram? (121)

Maka sudah barang tentu mereka akan kebingungan menjawabnya.

Karena bila mereka menjawab: Wajib.

Maka Ahlus Sunnah akan bertanya lagi: Kalau demikian, berarti seorang yang tidak mengerjakannya telah berdosa. Karena seorang yang meninggalkan kewajiban -padahal dia telah mengetahuinya- berarti dia telah berbuat dosa.

Dengan demikian, berarti mereka telah menganggap bahwa para 'ulama Salaf dari para Shahabat radhiyallaahu 'anhum, Tabi'in dan Tabi'ut Tabi'in dan para 'ulama yang mengikuti mereka dengan kebaikan seperti para imam madzhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, dan Ahmad bin Hambal) seluruhnya juga telah berdosa. Dimana mereka tidak pernah mengerjakannya walaupun hanya sekali dalam hidup mereka.

Kemudian juga dapat ditanyakan kepada mereka: Bila hukumnya wajib, maka apakah wajibnya sekali seumur hidup -seperti hajji misalnya- ataukah wajib setiap tahun -seperti zakat-?

Sudah pasti mereka akan terdiam seribu bahasa.

Kemudian bila mereka menjawab: Sunnah atau mandub.

Maka Ahlus Sunnah akan berkata: Bukankah perbuatan yang hukumnya sunnah itu berarti bahwa mereka yang meninggalkannya tidak berdosa? Kalau demikian, maka bagaimana kalau kita tinggalkan perayaan maulidan ini untuk satu tahun ini saja, yakni sekali saja kita tidak merayakannya, karena hukumnya hanya sunnah dan bukan wajib. Bila dikatakaan kepada mereka seperti itu, sudah pasti mereka tidak akan mau untuk meninggalkannya walaupun satu kali dalam hidup mereka. Hal itu lantaran mereka menganggap bahwa hukumnya adalah wajib, walaupun mereka tidak merasa berkata seperti itu. Di antara buktinya adalah bahwa sebagian mereka telah mencela Ahlus Sunnah yang tidak mau mengerjakannya, sehingga mereka memberikan gelar-gelar buruk kepada Ahlus Sunnah, seperti gelar GAM (Gerakan Anti Maulid) atau gelar membenci dan tidak mencintai Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dan gelar-gelar buruk lainnya. Wallaahul musta'an.

Semua hal itu membuktikan bahwa sebenarnya mereka berkeyakinan bahwa maulidan itu hukumnya wajib, untuk itu mereka mencela orang yang meninggalkannya.

Begitu juga Ahlus Sunnah menjawab bila mereka memilih hukum mubah (boleh).

Tidak ada pilihan bagi mereka kecuali dua hukum yang tersisa: Makruh atau haram. Yang mana saja dari kedua hukum ini, mereka bisa memilih. Dan memang inilah hukum yang sebenarnya untuk perayaan maulidan dan yang semisalnya, sebagaimana akan datang rincian dalilnya satu per satu di dalam pembahasan setelah ini, insya Allah. Yang dalil-dalil tersebut menunjukkan bahwa Islam telah melarang ummatnya dari perbuatan bid'ah dan perbuatan menyelisihi Sunnah dan menyelisihi petunjuk Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam. Yang berarti bahwa perbuatan merayakan maulidan itu termasuk perbuatan yang diharamkan di dalam Islam.

Tajuddin al-Fakihani juga berkata di dalam kitabnya al-Maurid fi 'Amalil Maulid halaman 9-10:

Di antara dalil yang membatalkan maulidan ini adalah bahwa bila kita tanyakan tentang perayaan maulidan dalam hukum fiqih Islam yang lima (yakni apakah ia wajib, atau sunnat, atau mubah, atau makruh, atau haram). Maka kita akan mengatakan bahwa hukum perayaan maulidan ini antara hukum wajib, atau sunnah, atau mubah, atau makruh, atau haram!! Dan para 'ulama telah sepakat bahwa perayaan maulidan itu hukumnya bukan wajib, bukan jugaa sunnah...maka tidak tertinggal melainkan kita hukumi perayaan maulidan ini antara hukum makruh ataupun haram.

===

(121) Karena para 'ulama ahli Ushul Fiqih telah menetapkan di dalam kitab-kitab mereka bahwa hukum taklifi itu ada lima: Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh, dan Haram. Dan tidak mungkin keluar dari kelima hukum tersebut. Lihat kitab-kitab Ushul Fiqih.

===

Maroji'/ Sumber:
Judul buku: Benarkah Shalahuddin al-Ayubi merayakan Maulid Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam?, Penulis: Ustadz Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa rahimahullaah, Muraja'ah: Ustadz 'Abdul Hakim bin Amir Abdat hafizhahullaah, Penerbit: Maktabah Mu'awiyah bin Abi Sufyan, Jakarta - Indonesia, Cetakan ketiga, Syawwal 1435 H/ Agustus 2014 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog