Skip to main content

Pendapat yang membolehkan pengobatan

Sebuah pengantar tentang masalah pengobatan

Keempat: Pendapat yang membolehkan

Kini hanya tersisa satu pendapat yang membolehkan, dan pendapat inilah yang dikuatkan dengan sejumlah dalil, yang semuanya tidak ada kekurangan. Ini merupakan pendapat madzhab Hanafi, Maliki, dan Hambali. Pengobatan adalah perkara mubah, dan meninggalkan yang mubah adalah mubah pula hukumnya. Dengan begitu kita dapat mengamalkan hadits wanita berkulit hitam, karena.dia meninggalkan yang mubah, yaitu meninggalkan pengobatan, disertai niat yang baik dan karena menharapkan ridho ALLOH, agar dirinya mendapatkan pahala. Di samping itu kita juga dapat mengamalkan hadits-hadits pengobatan Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam, karena Beliau melaksanakan yang mubah.

Boleh jadi ada yang berkata, "Bagaimana kita keluar dari hadits "berobatlah kalian", padahal sudah sama-sama diketahui bahwa derajat minimal dari perintah adalah sunnat?"

Dapat kami jawab sebagai berikut: Perintah ini tidak dikeluarkan untuk penetapan syari'at, tapi dikeluarkan untuk mengakui kebiasaan yang berlaku di tengah masyarakat. Kebiasaan manusia adalah berobat. Lalu orang-orang Arob badui menanyakan pengobatan kepada Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam. Mereka bertanya, "Apakah kami boleh melakukan pengobatan, wahai Rosululloh?"

Seolah-olah mereka mengira bahwa pengobatan harus dihapus ketika sudah ada ketetapan syari'at.

Maka Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda, "Ya."

Kemudian Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam menjelaskan kepada mereka bahwa pengobatan tidak bertentangan dengan tawakkal. Maka Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya ALLOH tidak menurunkan penyakit melainkan juga menurunkan obatnya."

Dalam riwayat lain disebutkan, "Ya, berobatlah kalian!"

Dengan kata lain, berobatlah kalian menurut kebiasaan kalian. Dalam syari'at tidak disebutkan sesuatu yang bertentangan dengan kebiasaan manusia, seperti firman ALLOH,

"Makanlah, minumlah, dan janganlah kalian berlebih-lebihan."
(Qur-an Suroh al-A'rof: Ayat 31)

Perintah makan dan minum bukan untuk mewajibkan, tapi untuk mengakui kebiasaan manusia yang memang harus makan dan minum. Misal lain firman ALLOH,

"Dan, makan minumlah kalian hingga terang bagi kalian benang putih dari benang hitam, yakni fajar."
(Qur-an Suroh al-Baqoroh: Ayat 187)

Maroji:
Kitab: asy-Syifa' min Wahyi Khotamil Anbiya', Penulis: Aiman bin 'Abdul Fattah, Penerbit: Darush Shohifah, Cetakan I, 1425 H/ 2004 M, Judul terjemahan: Pengobatan dan penyembuhan menurut wahyu Nabi, Penerjemah: Kathur Suhardi, Penerbit: Pustaka as-Sabil - Jakarta, Cetakan IV, 1426 H/ 2005 M.
Judul terjemahan: Keajaiban Thibbun Nabawi, bukti ilmiah dan rahasia kesembuhan dalam pengobatan Nabawi, Penerjemah: Hawin Murtadlo, Penerbit: al-Qowam - Surakarta, Cetakan VIII, 2012 M.

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT