Skip to main content

Apakah darah tergolong najis? (3)

Kitab Thoharoh

Thoharoh haqiqiyah

Najis

Apakah darah tergolong najis?

Darah itu ada beberapa jenis:

3) Darah hewan yang boleh dimakan dagingnya

Pendapat mengenainya seperti pendapat mengenai darah manusia, dalam hal tidak adanya dalil yang menunjukkan kenajisannya. Jadi, hukumnya dibawa kepada hukum asalnya (yaitu suci).

Pendapat yang menyatakan kesuciannya ini juga dikuatkan oleh:

Hadits dari Ibnu Mas'ud rodhiyaLLOOHU 'anhu, ia berkata, "Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam pernah sholat di Ka'bah, sementara Abu Jahal dan kawan-kawannya sedang duduk-duduk. Lalu sebagian mereka saling berkata pada sebagian yang lain, 'Siapakah di antara kalian yang mau mendatangi unta milik keluarga si fulan, kemudian mengambil kotoran, darah dan tahinya, lalu membawanya ke sini. Kemudian membiarkannya hingga ketika Muhammad sujud, ia meletakkan kotoran tersebut di atas pundaknya?' Bangkitlah orang yang paling celaka di antara mereka. Ketika Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam sujud, ia meletakkannya di antara kedua pundak Beliau, dan Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam tetap sujud. Mereka pun tertawa-tawa."
(Hadits shohih, diriwayatkan oleh Imam al-Bukhori 240, dan Imam Muslim 1794)

Jika darah unta itu najis, tentulah Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam telah melepas pakaiannya atau keluar dari sholatnya.

Diriwayatkan dengan shohih, "Ibnu Mas'ud rodhiyaLLOOHU 'anhu pernah mengerjakan sholat, sementara pada perutnya terdapat kotoran dan darah unta yang baru disembelihnya, tapi dia tidak berwudhu'."
(Atsar sanadnya shohih, dikeluarkan dalam kitab Mushonnaf Imam 'Abdurrozzaq 1/25 dan Imam Ibnu Abi Syaibah 1/392)

Walaupun demikian, atsar ini dipersoalkan sebagai dalil atas sucinya darah hewan. Karena Ibnu Mas'ud rodhiyaLLOOHU 'anhu tidak berpendapat sucinya badan dan pakaian sebagai syarat sahnya sholat. Dia hanya berpendapat itu mustahab (dianjurkan).

Penulis berkata: Apabila ada ketetapan ijma' tentang najisnya darah, maka kita tidak perlu lagi melihat dalil-dalil 'Ulama muta'akhirin. Jika ijma' tidak dapat dipastikan keabsahannya, maka pad asalnya hukum darah adalah suci, dan kita tidak membutuhkan dalil-dalil tersebut. Dan yang jelas bagi penulis -setelah memilih pendapat sucinya darah sejak sepuluh tahun yang lalu- ijma' dalam masalah ini (najisnya darah) memang terbukti. Sebagaimana telah dinukil lebih dari seorang 'Ulama, dan tidak ada riwayat shohih yang membatalkan ijma' tersebut. Penukilan paling shohih adalah yang dinukil dari Imam Ahmad, kemudian ijma' yang dinukil oleh Imam Ibnu Hazm -berbeda dengan orang yang menyangka bahwa madzhabnya menyatakan kesucian darah. Di antara yang aku temukan dari hal itu:

Imam Ibnu al-Qoyyim rohimahuLLOOH dalam kitab Ighotsah al-Lahfan 1/240 berkata, "Imam Ahmad ditanya, 'Apakah darah dan nanah sama menurut Anda?' Ia menjawab, 'Tidak. Adapun darah, orang-orang tidak berselisih mengenainya.' Kemudian ia berkata, 'Nanah dan sejenisnya, dalam pandanganku, hukumnya lebih ringan daripada darah'."

Imam Ibnu Hazm rohimahuLLOOH menukil dalam kitab Marotib al-Ijma', 'Ulama telah bersepakat tentang najisnya darah."

Demikian pula kesepakatan ini dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rohimahuLLOOH dalam kitab Fat-h al-Baari 1/420.

Imam Ibnu Abdil Barr rohimahuLLOOH dalam kitab at-Tamhid 20/230, mengatakan, "Semua darah sama hukumnya seperti darah haidh, hanya saja darah yang sedikit dimaafkan, karena syarat najisnya darah yang ditetapkan ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala adalah darah yang memancar. Maka, saat itu (ketika memancar) hukumnya adalah rijs, dan rijs adalah najis. Ini adalah ijma' kaum Muslimin bahwa darah yang memancar adalah najis."

Imam Ibnu al-Arobi rohimahuLLOOH dalam kitab Ahkam al-Qur-an 1/79 mengatakan, "Para 'Ulama bersepakat bahwa darah itu harom dan najis. Tidak bisa dimakan dan tidak bisa dimanfaatkan. ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala telah menyebutkannya di sini secara mutlak, dan disebutkan dalam suroh al-An'am secara muqoyyad (terikat) dengan sifat memancar. Para 'Ulama membawa nash mutlak kepada nash muqoyyad berdasarkan ijma'."

Imam an-Nawawi rohimahuLLOOH dalam al-Majmu' berkata, "Dalil-dalil yang menunjukkan najisnya darah sangat jelas. Aku tidak mengetahui adanya ikhtilaf di kalangan kaum Muslimin, kecuali apa yang diceritakan oleh penulis al-Hawi dari sebagian ahli kalam bahwa darah itu suci. Tetapi ahli kalam tidak diperhitungkan pendapat mereka dalam hal ijma' dan ikhtilaf."

Penulis berkata: Yang lebih rojih, darah itu najis karena ada ketetapan ijma'. Kecuali bila ada penukilan dari Imam yang lebih tinggi dari Imam Ahmad rohimahuLLOOH yang mengatakan sucinya darah itu. WALLOOHU a'lam.

===

Maroji':
Kitab: Shohih Fiqh as-Sunnah, wa adillatuhu wa taudhih madzahib al-a'immah, Penulis: Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Penerbit: Maktabah at-Taufiqiyah, Kairo - Mesir, Cetakan 1424 H/ 2003 M, Judul terjemah: Shohih Fiqih Sunnah Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka at-Tazkia, Jakarta, Cetakan IV, 1430 H/ 2009 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===

Software islami ensiklopedi hadits kitab 9 imam berisi kumpulan hadits dan terjemah

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog