Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.
Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Keduapuluhsatu.
Shalat Tarawih.
1.Disyari'atkannya Shalat Tarawih.
Shalat Tarawih disyari'atkan untuk dikerjakan dengan berjama'ah. Hal itu didasarkan pada hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma. Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah pada suatu malam keluar untuk mengerjakan shalat di masjid. Kemudian orang-orang mengikuti shalat beliau. Keesokan harinya orang-orang membicarakan hal tersebut. Kemudian mayoritas dari mereka berkumpul, lalu beliau mengerjakan shalat dan mereka pun shalat bersama beliau. Pada pagi harinya orang-orang membicarakan hal tersebut, sehingga pada malam ketiga, jama'ah masjid semakin bertambah banyak. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar dan mengerjakan shalat seperti biasa. Dan pada malam keempat, masjid itu sudah tidak lagi mampu menampung jama'ahnya, sehingga beliau hanya keluar untuk mengerjakan shalat Shubuh. Setelah selesai menunaikan shalat Shubuh, beliau menghadap orang-orang, lalu mengucapkan syahadat dan kemudian berkata: "Sesungguhnya aku tidak mengkhawatirkan posisi (keimanan) kalian, hanya saja aku khawatir shalat tersebut akan diwajibkan kepada kalian sehingga kalian tidak mampu mengerjakannya." Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meninggal dunia dan shalat Tarawih tetap saja berjalan seperti itu." (174)
Setelah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wafat, syari'at telah berjalan mantap, dan kekhawatiran pun sudah sirna, sehingga pensyari'atan shalat Tarawih secara berjama'ah tetap berdiri tegak karena tidak adanya 'illat. Sebab, 'illat itu berputar bersamaan dengan ma'lul, ada maupun tidak ada.
Kemudian, Sunnah ini dihidupkan kembali oleh Khalifah 'Umar bin al-Khaththab (radhiyallahu 'anhu), sebagaimana hal tersebut diceritakan oleh 'Abdurrahman bin 'Abdin al-Qariyyu (175), dia bercerita, "Aku pernah pergi ke masjid bersama 'Umar bin al-Khaththab radhiyallahu 'anhu pada suatu malam di bulan Ramadhan, ternyata orang-orang terbagi menjadi beberapa kelompok dan terpisah-pisah. Ada seseorang yang mengerjakan shalat untuk dirinya sendiri, lalu ada orang yang mengerjakan shalat yang kemudian diikuti oleh serombongan orang di belakangnya. Maka 'Umar berkata, 'Sesungguhnya, menurut pendapatku, seandainya aku menyatukan orang-orang itu dengan satu imam, niscaya hal itu akan menjadi lebih baik. Kemudian 'Umar bertekad dan menyatukan mereka di bawah pimpinan Imam 'Ubay bin Ka'ab (radhiyallahu 'anhu). Kemudian aku keluar bersamanya pada malam yang lain, sedang orang-orang telah mengerjakan shalat dengan mengikuti imam mereka. 'Umar berkata: 'Sungguh ini merupakan sebaik-baik bid'ah. Dan yang tidur meninggalkannya (meninggalkan shalat) lebih baik daripada yang bangun (mengerjakan shalat). Dan orang-orang bangun (mengerjakan shalat) di permulaannya (permulaan waktu)'." (176)
Baca selanjutnya:
===
(174) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (III/ 220) dan Muslim (761).
(175) 'Abdin (dengan menggunakan harakat tanwin) dan al-Qariyyu dengan menggunakan syiddah pada huruf ya' tanpa adanya tambahan. Lihat kitab al-Lubaab fii Tahdziibil Ansaab (III/ 6-7) karya Ibnul Atsir.
(176) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 218). Dan tambahan itu milik Imam Malik (I/ 114) dan 'Abdurrazzaq (7723).
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT