Skip to main content

Fidyah (5) | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kedelapanbelas.

Fidyah (5).

5. Saudaraku seiman, engkau mungkin akan menyangka bahwa apa yang ditegaskan dari Ibnu 'Abbas dan Mu'adz radhiyallahu 'anhum di atas hanya sekedar pendapat, ijtihad dan pemberitahuan yang tidak setingkat dengan barisan hadits marfu' yang mengkhususkan keumuman al-Qur-an dan mengikat kemutlakannya serta menafsirkan kemujmalan (keglobalan)nya. Jawabannya sebagai berikut:

a. Menurut kesepakatan para ahli hadits, kedua hadits tersebut marfu', sehingga tidak diperbolehkan bagi orang mukmin yang mencintai Allah dan Rasul-Nya untuk menyalahi keduanya, karena keduanya datang dalam menafsirkan apa yang berkenaan dengan sebab turunnya ayat. Dengan kata lain, kedua Shahabat tersebut termasuk orang yang menyaksikan langsung turunnya wahyu yang memberitahukan tentang suatu ayat dari al-Qur-an bahwa ia turun berkenaan dengan peristiwa ini dan itu. Dengan demikian, tidak diragukan lagi, hadits ini menjadi sandaran yang kuat. (139)

b. Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhuma menetapkan bahwa hukum ini bagi wanita yang menyusui dan wanita hamil. Lalu dari mana dia memberi ketetapan hukum tersebut? Tidak diragukan lagi bahwa hal itu berasal dari Sunnah, apalagi posisinya yang tidak sendiri, tetapi disetujui oleh 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma yang diriwayatkan bahwa ayat ini masukh.

Dari Malik, dari Nafi' bahwa Ibnu 'Umar pernah ditanya tentang seorang wanita hamil jika khawatir pada kandungannya. Maka dia menjawab: "Dia boleh tidak berpuasa, tetapi harus memberi makan satu mud gandum setiap hari kepada satu orang miskin." (140)

Diriwayatkan pula oleh ad-Daraquthni (I/ 207) dari Ibnu 'Umar dan dia menilainya shahih, bahwasanya dia mengatakan: "Wanita yang hamil dan wanita yang menyusui boleh tidak berpuasa dan tidak perlu mengqadha'nya." Diriwayatkan pula dari jalan yang lain: "Bahwa isterinya pernah bertanya kepadanya ketika dia tengah hamil, maka dia menjawab: 'Tidak perlu berpuasa, tetapi kamu harus memberi makan kepada orang miskin setiap hari dan tidak perlu mengqadha'.'" Sanad hadits ini jayyid. Adapun dari jalan yang ketiga, masih dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma: "Bahwa seorang anak perempuannya dinikahi oleh seseorang dari kaum Quraisy, sedang dia tengah hamil, lalu dia merasa haus di siang hari pada bulan Ramadhan, maka dia menyuruhnya untuk tidak berpuasa, dan mengharuskan memberi makan prang miskin untuk setiap hari yang ditinggalkan."

c. Tidak ada pertentangan dari Ibnu 'Abbas terhadap para Shahabat. (141)

Baca selanjutnya:

===

(139) Lihat kitab Tadriibur Raawii (I/ 192-193) karya as-Suyuthi, juga kitab 'Uluumul Hadiits hal. 24 karya Ibnu Shalah.

(140) Diriwayatkan oleh al-Baihaqi di dalam kitab Sunannya (IV/ 230) melalui jalan Imam asy-Syafi'i, dan sanadnya shahih.

(141) Sebagaimana yang ditetapkan oleh Ibnu Qudamah di dalam kitabnya al-Mughni (III/ 21).

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT