Skip to main content

Berbuka Puasa (2/2) | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Keempatbelas.

Berbuka Puasa (2/2).

Dapat kami katakan, dalam hadits-hadits di atas terdapat manfaat yang cukup banyak dan beberapa hal penting, yang dapat diuraikan sebagai berikut:

* Kejayaan agama ini masih akan terus melaju dengan kibaran panjinya jika kita menyalahi ahlul kitab yang datang sebelum kita. Dalam hal itu terkandung penjelasan bagi ummat Islam, dimana ia akan tetap mencengkram kebaikan dengan semua kandungan jika ummat ini masih tetap memiliki keistimewaan Rabbani, dengan tidak terombang-ambing ke timur dan ke barat, menolak tegas untuk berkiblat pada atmosfir kremlin atau tunduk pada kebijakan gedung putih (white house), mudah-mudahan Allah membuatnya (gedung putih itu) hitam kelam, atau berkiblat pada london, semoga Allah meluluhlantakkannya. Jika ummat Islam benar-benar menjalankan hal tersebut, niscaya Islam akan berdiri tegak penuh kewibawaan di tengah-tengah ummat-ummat yang lain, menjadi pusat perhatian seluruh pandangan. Selain itu, semua hati akan tertarik padanya. Dan ummat ini tidak akan memperoleh posisi tersebut kecuali dengan kembali kepada Islam dengan berpegang teguh pada al-Qur-an dan as-Sunnah, 'aqidah maupun manhaj.

* Berpegang teguh kepada Islam secara menyeluruh dan komprehensif. Yang demikian itu didasarkan pada firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan." (QS. Al-Baqarah: 208)

Dengan demikian, pembagian Islam menjadi isi dan kulit merupakan bid'ah (sesuatu yang diada-adakan) jahiliyyah modern, yang tujuannya merancukan pemikiran kaum muslimin serta memasukkan mereka ke dalam perhatian yang tidak memiliki dasar sama sekali dalam agama Allah. Bahkan, akarnya menjalar kepada orang-orang yang mendapat murka yang hanya percaya kepada sebagian al-Kitab dan kafir kepada sebagian lainnya. Dan kita diperintahkan untuk menyelisihi mereka secara menyeluruh dan terperinci. Dan engkau telah mengetahui buah dari tindakan tidak menyerupai orang-orang yahudi dan nashrani, yaitu kejayaan dan kemuliaan Islam.

* Dakwah kepada Allah dan mengikatkan (hati) orang-orang mukmin tidak akan memecah belah persatuan mereka. Berbagai peristiwa besar yang menimpa ummat Islam tidak boleh menjadikan kita membedakan syi'ar-syi'ar Allah, serta tidak juga menyeret kita pada pembedaan antara sebagian syi'ar atas sebagian syi'ar lainnya dengan menganggap keutamaan sebagian kelompok dan merendahkan kelompok yang lainnya, sehingga kita akan mengatakan seperti yang dikatakan banyak orang: "Ini hanya merupakan masalah ringan, cabang (furu') sekaligus khilafiyah, yang patut untuk kita tinggalkan dan selayaknya kita memfokuskan diri pada masalah besar yang membuat barisan kita berantakan dan memecah belah kesatuan kita."

Wahai penyeru ke jalan Allah, engkau telah mengetahui dari hadits-hadits mulia tersebut bahwa keberadaan agama ini tetap jaya tergantung pada penyegeraan buka puasa, yaitu segera sesaat setelah bulatan matahari tenggelam. Oleh karena itu, hendaklah takut kepada Allah, orang-orang yang mengklaim bahwa buka puasa pada saat bulatan matahari terbenam adalah fitnah, dan menganggap dakwah untuk menghidupkan Sunnah ini sebagai dakwah kepada kesesatan dan kebodohan serta menjauhkan kaum muslimin dari agamanya, atau menilai bahwa dakwah tersebut tidak mempunyai nilai sama sekali. Dan kaum muslimin tidak akan pernah bersatu padu menyerukannya, karena hal tersebut bagian dari masalah furu'iyah dan khilafiyah atau hanya kulit saja. Segala daya dan upaya hanya milik Allah semata.

d. Berbuka puasa sebelum shalat Maghrib.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum mengerjakan shalat (108), karena menyegerakannya termasuk akhlak para Nabi.

Dari Abud Darda' radhiyallahu 'anhu: "Ada tiga hal yang termasuk akhlak kenabian, yaitu menyegerakan berbuka puasa, mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam shalat." (109)

===

(108) Diriwayatkan oleh Ahmad (III/ 164) dan Abu Dawud (2356) dari Shahabat Anas radhiyallahu 'anhu dengan sanad yang hasan.

(109) Diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dalam kitab al-Kabiir, sebagaimana yang disebutkan di dalam kitab al-Majma' (II/ 105). Dan dia mengatakan, "...marfu' dan mauquf. Mauquf itu shahih dan marfu' itu pada rijalnya terdapat orang yang tidak aku dapati biografinya." Dapat kami katakan, "Mauquf -sebagaimana yang tampak- memiliki hukum rafa' juga."

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog