Hadits Keempat | Hadits-hadits Dha'if yang Biasa Menyebar di Bulan Ramadhan | Meneladani Shaum Rasulullah
Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.
Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Keduapuluhtiga.
Hadits-hadits Dha'if yang Biasa Menyebar di Bulan Ramadhan.
Terakhir adalah hadits:
4. "Barangsiapa berbuka (tidak berpuasa) pada suatu hari dari bulan Ramadhan tanpa alasan dan bukan karena sakit, maka dia tidak bisa mengqadha'nya dengan puasa Dahr (satu tahun) sekalipun dia menjalankannya."
Hadits ini disampaikan oleh al-Bukhari sebagai komentar di dalam kitab Shahihnya (IV/ 160 -Fat-hul Baari) tanpa sanad.
Telah disambung juga oleh Ibnu Khuzaimah di dalam kitab Shahihnya (1987), at-Tirmidzi (723), Abu Dawud (2397), Ibnu Majah (1672), an-Nasa-i di dalam kitab al-Kubraa, sebagaimana di dalam kitab Tuhfatul Asyraaf (X/ 373), al-Baihaqi (IV/ 228), Ibnu Hajar di dalam kitab Taghliiqut Ta'liiq (III/ 170) melalui jalan Abul Mathawwis, dari ayahnya dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu.
Di dalam kitab Fat-hul Baari (IV/ 161) Ibnu Hajar mengatakan, "Terjadi banyak perbedaan pendapat mengenai Habib bin Abi Tsabit, sehingga terdapat tiga 'illat (cacat) di dalamnya: Idhthiraab, tidak diketahuinya keadaan Abu al-Muthawwis, serta keraguan pada pendengaran ayahnya dari Abu Hurairah.
Setelah meriwayatkannya, Ibnu Khuzaimah mengatakan, "Kalau toh shahih khabar ini, maka sesungguhnya aku tidak mengenal Ibnul Muthawwis dan tidak juga ayahnya." Dengan demikian, hadits ini juga dha'if.
Demikianlah empat hadits yang dinilai dha'if oleh para ulama dan para imam. Namun demikian, seringkali kita mendengar dan membacanya setiap hari, khususnya di bulan Ramadhan yang penuh berkah, dan bulan-bulan lain pada umumnya.
Bukan rahasia lagi bahwa sebagian hadits-hadits ini mengandung makna-makna yang benar dan ditetapkan di dalam syari'at kita yang hanif, baik dari kaca mata al-Qur-an maupun as-Sunnah. Tetapi, dalam hal ini, kita tidak bisa menisbatkan kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sesuatu yang tidak ditetapkan dari beliau. Dan khususnya -segala puji bagi Allah- bahwa ummat ini di antara ummat-ummat lainnya secara keseluruhan telah dikhususkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan adanya isnadnya (rangkaian orang-orang yang meriwayatkan hadits). Dengan isnad ini, dapat diketahui mana yang diterima dari apa yang ditolak, yang shahih dari yang buruk. Dan ia merupakan ilmu yang mendalam untuk mencapai tujuan. Benar orang yang menamakan isnad itu dengan "Logika manqul dan mizan (timbangan) bagi pentashhihan khabar."
Baca selanjutnya:
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT