Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.
Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.
Keduapuluh.
I'tikaf.
1. Hikmah I'tikaf.
Al-'Allamah Ibnu Qayyim rahimahullah mengatakan: "Kebaikan hati dan kelurusannya dalam menempuh jalan Allah tergantung pada totalitasnya berbuat karena Allah, dan kebulatannya secara total hanya tertuju kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Keterceraiberaian hati tidak bisa disatukan kecuali oleh langkah menuju Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kelebihan makanan, minuman, perbauran dengan ummat manusia, pembicaraan yang banyak dan kelebihan tidur, hanya menambah keterceraiberaian hati serta terserak di setiap tempat, memutusnya dari jalan menuju Allah, atau melemahkan, merintangi, atau menghentikannya dari hubungan kepada Allah.
Adanya rahmat Allah yang Mahaperkasa lagi Mahapenyayang kepada hamba-hamba-Nya menuntut disyari'atkannya puasa bagi mereka yang dapat menyingkirkan ketamakan pada makanan dan minuman serta mengosongkan hati dari gejolak hawa nafsu yang menjadi perintang bagi perjalanan menuju Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia mensyari'atkan puasa sesuai dengan kemaslahatan, dimana akan memberi manfaat kepada hamba-Nya di dunia dan di akhirat, serta tidak mencelakakannya dan juga tidak memutuskan darinya dari kepentingan duniawi dan ukhrawinya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga mensyari'atkan i'tikaf bagi mereka, yang maksud dan ruhnya adalah keteguhan hati kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala semata serta kebulatannya hanya pada-Nya, berkhulwah dengannya, dan memutuskan diri dari kesibukan duniawi, serta hanya menyibukkannya hanya pada Allah Subhanahu wa Ta'ala semata. Di mana, dia menempatkan dzikir, cinta, dan menghadapkan wajah kepada-Nya di dalam keinginan dan ketertarikan hati, sehingga semuanya itu menguasai perhatiannya. Selanjutnya, keinginan dan detak hati hanya tertuju pada dzikir kepada-Nya serta tafakkur untuk mendapatkan keridhaan-Nya serta mengerjakan apa yang dapat mendekatkan diri kepada-Nya, sehingga keakrabannya hanya kepada Allah, sebagai ganti dari keakrabannya terhadap manusia. Dan posisi jauhnya dengan semua perangkat tersebut akan menjadikannya akrab dengan-Nya pada hari yang penuh kelengangan di dalam kubur, saat di mana dia tidak mempunyai teman akrab. Dan tidak ada sesuatu yang dapat menyenangkan, selain Dia. Itulah maksud dari i'tikaf yang agung. (157)
Baca selanjutnya:
===
(157) Zaadul Ma'aad (II/ 86-87).
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.
===
Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT