Skip to main content

Lailatul Qadar (2) | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Kesembilanbelas.

Lailatul Qadar (2).

2. Waktu Lailatul Qadar.

Diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa waktu Lailatul Qadar itu jatuh pada malam keduapuluhsatu, keduapuluhtiga, keduapuluhlima, keduapuluhtujuh, atau keduapuluhsembilan, serta malam terakhir dari bulan Ramadhan. (142)

Imam asy-Syafi'i rahimahullah mengatakan, "Menurutku, wallaahu a'lam, seakan-akan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan jawaban atas apa yang ditanyakan kepada beliau. Ditanyakan kepada beliau: 'Apakah kita bisa mendapatkannya pada malam anu?' Beliau bersabda, 'Capailah Lailatul Qadar itu pada malam tersebut.'" (143)

Pendapat yang paling rajih adalah pendapat yang menyebutkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh di malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan. Hal tersebut telah ditunjukkan oleh hadits 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma, dimana dia menceritakan: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam selalu bangun pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan seraya bersabda: 'Dapatkanlah (dalam sebuah riwayat disebutkan: Carilah) Lailatul Qadar pada malam ganjil dari sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.'" (144)

Jika seorang hamba tidak mampu, maka jangan sampai tertinggal untuk mengejar tujuh malam terakhir. Hal itu sesuai dengan apa yang diriwayatkan dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma, dimana dia bercerita, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:

"Carilah Lailatul Qadar pada sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang di antara kalian tidak mampu atau lemah, maka hendaklah dia tidak ketinggalan untuk mengejar tujuh malam yang tersisa." (145)

Dan itu menafsirkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:

"Aku melihat pandangan kalian telah lemah. Oleh karena itu, barangsiapa yang hendak mencarinya, maka hendaklah dia mencarinya pada tujuh malam terakhir." (146)

Sebagaimana diketahui dari Sunnah bahwa pengetahuan mengenai Lailatul Qadar ini tidak diberikan, karena manusia saling berselisih. Dari 'Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu 'anhu, dia bercerita: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah keluar rumah pada (malam) Lailatul Qadar, lalu ada dua orang muslim yang berselisih, maka beliau bersabda: 'Sesungguhnya aku keluar untuk memberitahu kalian mengenai Lailatul Qadar,' lalu si fulan dan si flan berselisih, sehingga pengetahuannya tidak diberikan. Dan mudah-mudahan hal tersebut lebih baik bagi kalian. Oleh karena itu, carilah pada malam kesembilan, ketujuh, dan kelima (dan dalam riwayat lain disebutkan: Pada malam ketujuh, kesembilan dan kelima)." (147)

Peringatan:

Ada beberapa hadits yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. Ada juga pendapat lain yang menyebutkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir. Yang pertama bersifat umum, sedangkan pendapat kedua bersifat khusus. Yang khusus didahulukan dari yang bersifat umum. Ada beberapa hadits lain yang menunjukkan bahwa Lailatul Qadar itu jatuh pada tujuh malam yang tersisa, dan yang ini terikat pada ketidakmampuan dan kelemahan, sehingga tidak ada masalah. Di sini, hadits-hadits tersebut berkesesuaian dan tidak bertentangan, sepakat dan tidak bertolak belakang.

Ringkas kata, bahwa seorang muslim mencari Lailatul Qadar pada malam-malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan, yaitu malam keduapuluhsatu, keduapuluhtiga, keduapuluhlima, keduapuluhtujuh, dan keduapuluhsembilan. Dan jika seseorang tidak mampu atau lemah untuk mengejarnya pada malam-malam ganjil terakhir, maka hendaklah dia mengejarnya pada tujuh malam ganjil yang tersisa, yaitu malam keduapuluhlima, keduapuluhtujuh, dan keduapuluhsembilan. Wallaahu a'lam.

Baca selanjutnya:

===

(142) Berbagai pendapat yang muncul berkenaan dengan masalah ini cukup beragam. Imam al-'Iraqi telah menyusun satu risalah tersendiri yang dia beri judul: "Syarhush Shadr bi Dzikri Lailatil Qadar", yang di dalamnya dimuat berbagai pendapat para 'ulama mengenai masalah ini, silahkan lihat.

(143) Seperti yang dinukil darinya oleh al-Baghawi di dalam kitab Syarhus Sunnah (I/ 388).

(144) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 225) dan Muslim (1169).

(145) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 221) dan Muslim (1165).

(146) Lihat komentar terdahulu.

(147) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 232).

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog