Skip to main content

I'tikaf (6) | Meneladani Shaum Rasulullah

Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan.

Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah.

Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Keduapuluh.

I'tikaf (6).

6. I'tikafnya Seorang Wanita dan Kunjungannya Kepada Suaminya yang Beri'tikaf di Dalam Masjid.

a. Diperbolehkan bagi seorang wanita untuk mengunjungi suaminya yang tengah beri'tikaf. Dan suaminya diperbolehkan untuk mengantarkannya sampai di pintu masjid. Shafiyyah radhiyallahu 'anha bercerita: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah beri'tikaf (pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan), lalu aku datang mengunjungi beliau pada malam hari, (yang saat itu di sisi beliau sudah ada beberapa isterinya, lalu mereka pergi). Kemudian aku berbicara dengan beliau beberapa saat, untuk selanjutnya aku berdiri untuk kembali. (Maka beliau bersabda: 'Janganlah kamu tergesa-gesa, biar aku mengantarmu'). Kemudian beliau berdiri bersamaku untuk mengantarku -dan tempat tinggal Shafiyyah di rumah Usamah bin Zaid-, sehingga ketika sampai di pintu masjid yang tidak jauh dari pintu Ummu Salamah, tiba-tiba ada dua orang dari kaum Anshar yang melintas. Ketika melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, kedua orang itu mempercepat jalannya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Janganlah kalian tergesa-gesa, sesungguhnya dia adalah Shafiyyah binti Huyay.' Kemudian keduanya menjawab: 'Mahasuci Allah, wahai Rasulullah.' Beliau bersabda: 'Sesungguhnya syaitan itu berjalan dalam diri manusia seperti aliran darah. Dan sesungguhnya aku khawatir syaitan itu akan melontarkan kejahatan dalam hati kalian berdua -atau beliau bersabda- (melontarkan) sesuatu.'" (172)

b. Diperbolehkan bagi seorang wanita untuk beri'tikaf bersama suaminya atau beri'tikaf sendirian. Hal itu sesuai dengan ucapan 'Aisyah radhiyallahu 'anhuma: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam biasa beri'tikaf pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan sampai akhir hayatnya. Dan sepeninggal beliau, isteri-isterinya pun beri'tikaf." (173)

Syaikh al-Albani rahimahullah mengatakan: "Di dalam hadits tersebut terkandung dalil yang menunjukkan diperbolehkannya wanita beri'tikaf. Dan tidak diragukan lagi bahwa hal tersebut terbatas oleh permohonan izin kepada para walinya untuk melakukan i'tikaf. Selain itu, jika keadaannya aman dari fitnah serta jauh dari laki-laki, karena adanya banyak dalil mengenai hal tersebut, dan juga kaidah fiqhiyyah:

"Meninggalkan hal yang berdampak buruk itu lebih didahulukan daripada mengambil hal yang mengandung maslahat."

Baca selanjutnya:

===

(172) Diriwayatkan oleh al-Bukhari (IV/ 240) dan Muslim (2157). Dan tambahan terakhir adalah milik Abu Dawud (VII/ 142-143 -Aunul Ma'buud).

(173) Takhrij hadits ini sudah diberikan sebelumnya.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Shifatu Shaumin Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam fii Ramadhaan, Penulis: Syaikh Abu Usamah Salim bin 'Ied al-Hilali dan Syaikh 'Ali Hasan 'Ali 'Abdul Hamid hafizhahumallaah, Penerbit: al-Maktabah al-Islamiyyah, Amman - Yordania, Cetakan IV, Tahun 1412 H/ 1992 M, Judul Terjemahan: Meneladani Shaum Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: M. Abdul Ghoffar E.M, Muraja'ah Terjemah: Taufik Saleh Alkatsiri, Penerbit: Pustaka Imam asy-Syafi'i - Indonesia, Cetakan Kedua, Rabi'ul Akhir 1426 H/ Agustus 2005 M.

===

Abu Sahla Ary Ambary bin Ahmad Awamy bin Muhammad Noor al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog