Tafsir wanita.
Syaikh Imad Zaki al-Barudi.
Surat al-Baqarah.
Sunnah-sunnah fitrah.
Keenam: Mencabut bulu ketiak.
Yang dimaksud dengan mencabut bulu ketiak adalah mencabut bulu yang ada di bawah ketiak. Namun bisa saja hal ini dilakukan dengan menggunakan cara lain dengan tanpa mencabut, yang penting asal tercapai maksudnya. Hanya saja mengikuti cara apa yang diperintahkan dalam Sunnah adalah lebih utama.
Dalam hadits digunakan kata yang berbeda antara membuang bulu kemaluan dengan membuang bulu ketiak. Dalam hal membuang bulu kemaluan dipergunakan istilah istihdad (mencukur), sedangkan dalam hal membuang bulu ketiak dipergunakan istilah naft (mencabut). Perbedaan ini didasarkan karena adanya perhatian pada perbedaan posisi keduanya.
Mungkin di antara sebabnya adalah bahwa rambut yang dicukur ia akan semakin kuat akarnya, dan jika tumbuh ia akan semakin lebat. Oleh sebab itulah, para dokter menyarankan agar rambut yang ingin dikuatkan akarnya, hendaknya pada bagian itu sering dicukur.
Sedangkan ketiak, jika banyak rambutnya dan semakin kuat akarnya, maka dia akan semakin bau dan mengganggu orang yang dekat dengannya. Dengan demikian, maka sangat cocok jika dia dicabut saja, sehingga akarnya menjadi lemah dan membuat bau ketiak melemah.
Sedangkan pada kemaluan, di sana tidak ada bau sebagaimana yang ada pada ketiak. Maka tidak ada makna yang pantas baginya untuk dicabut, sehingga dia lebih pantas untuk dicukur saja.
Sebab yang demikian itu, lebih gampang dan lebih ringan untuk dilakukan setiap orang. (1)
Aku katakan: Dianjurkan untuk memulai mencabut bulu dari ketiak sebelah kanan, karena ini sangat sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma,
"Bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sangat senang memulai sesuatu dengan yang kanan, pada saat memakai sandal, menyisir, bersuci dan pada semua urusannya." (2)
Baca selanjutnya:
Kembali ke Daftar Isi Buku ini.
Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.
===
(1) Dinukil dari kitab al-Ihkam fi Syarh Umdat al-Ahkam, Ibnu Daqiq al-Id 1/126.
(2) Hadits Riwayat Imam al-Bukhari 168, dan Imam Muslim 268, dari hadits 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT