Skip to main content

Ringkasan pendapat 'ulama mengenai khitan untuk perempuan (2) | Sunnah-sunnah fitrah | Surat al-Baqarah | Tafsir Wanita

Surat al-Baqarah

Sunnah-sunnah fitrah

Pertama; Khitan

Ringkasan pendapat 'ulama mengenai khitan untuk perempuan (2)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah, pernah ditanya tentang wanita, apakah dia dikhitan?

Dia menjawab, "Segala puji bagi Allah; Ya, dia dikhitan. Sedangkan bentuk khitannya adalah dipotongnya kulit bagian atas yang berbentuk seperti jengger ayam jantan."

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda kepada para perempuan tukang khitan,

"Khitanlah! Namun jangan dihabisi, sebab dia akan membuat wajah bersinar dan membuat nikmat tatkala berhubungan intim." (1)

Artinya; Wahai para tukang khitan, janganlah kamu melakukan tindakan yang berlebihan dalam memotong. Sebab tujuan dari khitan lelaki adalah membuatnya bersih dari kotoran, sedangkan tujuan dari khitan wanita adalah menetralkan nafsu seksnya. Sebab jika dia tertutup maka nafsu seksnya akan sangat tinggi.

Oleh sebab itulah, tatkala seseorang sedang saling mencela sering dikatakan, wahai 'Ibnu Qulfa' (anak lelaki yang tidak dikhitan). Wanita yang tidak dikhitan, akan banyak melihat kepada lelaki (maksudnya, birahinya kepada lelaki terlalu tinggi, -editor). Oleh sebab itulah, mengapa wanita-wanita Tartar dan Eropa itu banyak melakukan perzinaan, suatu hal yang jarang terjadi di kalangan wanita kaum Muslimin.

Sedangkan jika khitan dilakukan dengan melampaui batas, maka syahwatnya akan melemah, sehingga akan mengurangi kenikmatan suami dalam berhubungan badan dengannya.

Dan jika dia dipotong secara tepat, maka akan tercapailah maksud yang sesungguhnya. Wallahu a'lam. (2)

Aku katakan: Dari semua yang disebutkan di atas, tidak ada satu pun dalil yang qath'i (menunjukkan adanya kepastian hukum, -editor) dalam masalah ini, sehingga terjadilah perbedaan pendapat di kalangan 'ulama. Ada yang mewajibkan, mensunnahkan, dan ada pula yang memubahkan.

Namun demikian, ia disyari'atkan juga untuk kaum wanita, apa pun derajat hukumnya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Ibnu Taimiyyah. (3)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

(1) Hadits Riwayat Imam Abu Dawud 5271, dari hadits Ummu Athiyah al-Anshariyah.

(2) Kitab Majmu' al-Fatawa, Ibnu Taimiyah, 21/114.

(3) Lihat juga masalah ini dalam buku Jami' Ahkam an-Nisaa', Syaikh Musthafa al-'Adawi, 1/17-23.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog