Skip to main content

Mencukur Bulu Kemaluan | Sunnah-sunnah fitrah | Surat al-Baqarah | Tafsir Wanita

Surat al-Baqarah

Sunnah-sunnah fitrah

Kedua: Mencukur bulu kemaluan.

Definisi

Imam an-Nawawi rahimahullaah berkata (1), "Istihdad adalah mencukur bulu kemaluan. Dia disebut istihdad karena mencukurnya menggunakan besi, yakni pisau cukur. Sedangkan yang dimaksud dengan 'anah' adalah bulu yang ada di atas kemaluan laki-laki dan sekitarny, demikian pula dengan bulu yang ada di sekitar kemaluan wanita."

Hukumnya

Al-Iraqi berkata dalam kitab Tharh at-Tatsrib (2), "Mencukur bulu kemaluan adalah mustahab (disunnahkan) secara ijma'."

Kemudian terjadi perbedaan pendapat mengenai bulu kemaluan yang disunnahkan untuk dicukur. Pendapat yang masyhur di kalangan jumhur 'ulama, bahwa yang dimaksud adalah semua bulu yang ada di sekitar dzakar laki-laki dan kemaluan perempuan.

Abul 'Abbas bin Syuraij berkata, "Yang dimaksud adalah bulu yang ada di sekitar wilayah dubur (anus)."

Imam an-Nawawi berkata, "Dari semua yang disunnahkan itu, tercakuplah semua yang ada di qubul (kemaluan bagian depan) dan apa yang ada di dubur (kemaluan bagian belakang) dan sekitarnya."

Sedangkan yang paling baik dalam mencukurnya adalah, dengan menggunakan pisau cukur. Sebab yang demikian akan lebih bersih. Sebagaimana juga, mencukur bisa dilakukan dengan menggunakan gunting. Juga benar secara sunnah, jika ia dicabut atau menggunakan kapur, sehingga dia rontok dan semacamnya. Sebab dari semuanya itu, tujuan utama yang hendak diraih adalah, tercapainya kebersihan.

Hanya saja asy-Syaukani memberi catatan pada Imam an-Nawawi dalam bukunya Nail al-Authar dengan berkata (3), "Aku katakan, walaupun istihdad secara pengertian bahasa adalah mencukur bulu kemaluan, sebagaimana juga yang disebutkan oleh Imam an-Nawawi, namun tidak ada dalil satu pun yang menunjukkan kesunnahan mencukur bulu yang tumbuh di sekitar dubur. Walaupun mencukur dengan besi -seperti disebutkan dalam al-Qamus al-Muhith- sebagai sesuatu yang lebih umum dari hanya sekedar mencukur bulu kemaluan."

Namun di sana ada sebuah riwayat dalam kitab Shahih Muslim dan yang lainnya yang menyebutkan pengganti istihdad dalam hadits "sepuluh dari fitrah" dengan menyebutkan "mencukur bulu kemaluan (dzakar atau vagina)," maka ini menjadi penjelasan dari keumuman mencukur dengan besi (istihdad) yang ada dalam hadits "lima hal termasuk fitrah." Dengan demikian, tidaklah sah menjadikan mencukur bulu dubur sebagai sesuatu yang sunnah kecuali ada dalil. Padahal kita tidak mendapatkan contoh perbuatan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam maupun para Shahabatnya radhiyallaahu 'anhum yang menunjukkan bahwa mereka pernah mencukur bulu dubur.

Aku katakan: Dengan demikian, yang disyari'atkan kepada wanita adalah mencukur bulu yang ada di kemaluan depan (vagina) dan bukan dubur, karena tidak adanya dalil yang menunjukkan tentang hal tersebut.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

(1) Kitab Syarh Muslim 3/148.

(2) Kitab Tharh at-Tatsrib 2/7.

(3) Sebagaimana disebutkan dalam kitab Jami' Ahkam al-Qur-an, al-Qurthubi 2/93.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT