Skip to main content

Hukum khitan | Sunnah-sunnah fitrah | Surat al-Baqarah | Tafsir Wanita

Surat al-Baqarah

Sunnah-sunnah fitrah

Pertama; Khitan

Hukum khitan

Para 'ulama berbeda pendapat mengenai hukum khitan ini. Jumhur 'ulama berpendapat, bahwa hukumnya adalah sunnah muakkad, dan merupakan fitrah Islam yang tidak mungkin bagi lelaki muslim untuk tidak melakukannya.

Sedangkan kelompok yang lain mengatakan, bahwa hukumnya adalah fardhu, berdasarkan perintah Allah Ta'ala dalam firman-Nya, "Ikutilah agama Ibrahim yang hanif." (Qur-an Surat an-Nahl: ayat 123)

Qatadah berkata, "Yang dimaksud dengan hal itu (agama Ibrahim) adalah khitan." Pandangan ini adalah pandangan sebagian 'ulama madzhab Maliki dan juga merupakan pendapat Imam asy-Syafi'i.

Ibnu Suraij mengatakan; pendapat itu adalah berlandaskan ijma'. Karena adanya keharaman untuk melihat pada aurat orang lain, maka dia beralasan, "Andaikata khitan itu tidak wajib, pastilah seseorang tidak akan diperkenankan untuk melihat aurat seseorang yang dikhitan."

Namun pendapat ini dibantah; Hal seperti ini bisa saja dilakukan hanya semata-mata demi kemaslahatan atau kesehatan tubuh, sebagaimana yang dilakukan oleh para dokter terhadap pasiennya.

Padahal kita tahu, berobat itu bukanlah sesuatu yang wajib, hal itu telah menjadi ijma'.

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT