Isra' dan Mi'raj Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dengan jasadnya? (3)
Bagaimanakah kesimpulannya?
Terlepas dari riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Ishaq dari 'Aisyah dan Mu'awiyyah radhiyallaahu 'anhum di atas, kebanyakan para 'ulama menegaskan bahwa yang benar, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berisra' (dan bermi'raj) dengan jasadnya dalam keadaan bangun (tidak tidur). (7)
Sebab hadits tentang isra' yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari menunjukkan demikian. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam diperjalankan dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsha. Mengendarai buraq (8) dengan ditemani Malaikat Jibril 'alaihis salaam. Kemudian turun di Masjidil Aqsha dan melaksanakan shalat mengimami para Nabi. Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menambatkan buraqnya pada pintu masjid.
Selanjutnya beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dibawa naik ke Sidratul Muntaha. Diperlihatkan kepada beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam Bait al-Makmur (tempat shalatnya para Malaikat -peny).
Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dibawa naik lagi untuk menghadap Allah Dzat Yang Maha Perkasa. Di sana beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berdialog dengan Rabb-Nya. Dari sanalah, diterima beberapa penawaran atas saran dari Nabi Musa 'alaihis salaam, akhirnya difardhukan shalat lima waktu dalam sehari dan semalam.
Demikian secara ringkas kisah tentang isra' dan mi'raj Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam (Lihat ringkasan kisah itu misalnya pada kitab Syarh al-'Aqidah ath-Thahawiyyah halaman 224-225). Kisah selengkapnya dalam hadits, bisa dilihat dalam kitab Shahih al-Bukhari nomor 3207, 3887, kitab Fathul Bari 6/302-303 dan 7/201-203. Juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dan lain-lainnya.
Imam Ibnu Abi al-Izz lebih menegaskan, di antara bukti yang menunjukkan bahwa isra' terjadi (dengan jasadnya) dalam keadaan tidak tidur ialah firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala:
"Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari al-Masjidil Haram ke al-Masjidil Aqsha."
(Qur-an Surat al-Isra': ayat 1)
Beliau mengatakan, "Kata-kata hamba (pada ayat di atas) merupakan ungkapan yang meliputi jasad dan ruh. Seperti halnya (kata-kata) manusia, ialah istilah yang mencakup jasad dan ruh. Demikian yang dipahami ketika disebutkan menurut bahasa secara mutlak. Dan demikianlah yang benar, bahwa isra' terjadi dengan jasad dan ruhnya. Bukan berarti tidak rasional. Kalau saja boleh dinyatakan, mustahil manusia bisa naik ke atas langit, tentu boleh juga dinyatakan, mustahil malaikat turun ke bumi. Kalau demikian, akan menyebabkan terjadinya pengingkaran terhadap kenabian. Dan itu kufur." (9)
Tasbih (Subhana), seperti pada ayat di atas juga hanya dipakai untuk perkara-perkara yang besar. Kalaulah isra' mi'raj terjadi dalam mimpi, tentulah bukan perkara besar, dan tidak perlu diagungkan. Tentu tidak perlu dibuka dengan kata-kata Tasbih (Subhaana). (10)
Di samping itu, ketika berisra' dari Masjidil Haram menuju Baitul Maqdis, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mengendarai buraq lalu ditambatkan di pintu Masjidil Baitul Maqdis. Bila Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam berisra' hanya dengan ruhnya saja, tentu tidak memerlukan buraq, wallaahu a'lam.
Bukti berikutnya, seusai Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam menjalankan isra' mi'raj, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam langsung menceritakannya kepada masyarakat kafir Quraisy. Ternyata mereka menyangkal kejadian tersebut. (11)
Syaikh Shalih al-Fauzan mempertegas lagi, "Ketika orang-orang kafir Quraisy memberikan sanggahan, demikian pula ketika ada sekelompok orang yang (kemudian) menjadi murtad karenanya; maka semakin membuktikan bahwa kata-kata hamba pada surat al-Isra' ayat pertama di atas menunjukkan gabungan antara jasad dan ruh."
(Lihat kitab al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad halaman 232)
Seandainya Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam hanya menceritakan sebuah mimpi tentang isra' mi'raj, tentu mereka tidak akan memberikan sanggahan sedemikian keras. Untuk apa menyangkal sebuah mimpi? Karena peristiwa isra' mi'raj merupakan peristiwa nyata yang melibatkan jasad dan ruh. Bukan hanya sekedar peristiwa dalam mimpi.
Wal 'ilmu 'indallah.
Bersambung...
===
(7) Lihat kitab Syarh al-'Aqidah ath-Thahawiyyah halaman 224-225, kitab Zaad al-Ma'ad halaman 30-32, kitab Mukhtashar Sirah ar-Rasul halaman 192 dan kitab al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad, karya Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan. Daar Ibnu Khuzaimah, cetakan 7/ 1417 H/ 1997 M halaman 232.
(8) Seekor binatang yang lebih kecil dari baghl dan lebih besar dari keledai. Lompatannya sejauh mata memandang. Lihat kitab Shahih al-Bukhari nomor 3887/ kitab Fathul Bari 7/201.
(9) Lihat kitab Syarh al-'Aqidah ath-Thahawiyyah halaman 226.
(10) Lihat kitab al-Irsyad ila Shahih al-I'tiqad, karya Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan halaman 232.
(11) Lihat kembali kitab Zaad al-Ma'ad halaman 35-36.
===
Maraji'/ Sumber:
Majalah as-Sunnah, Upaya menghidupkan sunnah, Edisi 06/ Tahun VI/ 1423-2002 M.
===
Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT