Skip to main content

Zakat Fitrah (4) | Kajian Ramadhan

Majaalisu Syahru Ramadhaan.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah.

Kajian Kedua Puluh Delapan.

Kajian Ramadhan.

Zakat Fitrah (4).

Waktu diwajibkannya mengeluarkan zakat fitrah adalah mulai terbenamnya matahari di malam Idul Fitri. Orang yang punya kewajiban menunaikan zakat fitrah ketika itu sudah mulai berkewajiban menunaikannya, dan selain waktu tersebut adalah tidak wajib. Bertolak dari sini, maka jika ada seseorang meninggal dunia sebelum terbenamnya matahari, sekalipun hanya beberapa detik saja dari terbenamnya matahari tersebut, maka tidak terkena kewajiban menunaikan zakat fitrah. Namun jika ia meninggal sesudah terbenamnya matahari walau baru beberapa detik saja, maka ia telah berkewajiban mengeluarkan zakat fitrahnya. Jika ada anak yang dilahirkan setelah terbenamnya matahari atau hanya beberapa detik saja, maka ia belum wajib membayar zakat fitrah, akan tetapi disunnahkan mengeluarkannya. Namun jika ia dilahirkan sebelum terbenamnya matahari walau hanya beberapa detik saja sebelum itu, maka ia sudah wajib mengeluarkan zakat fitrahnya.

Waktu datangnya kewajiban menunaikan zakat ini dimulai sejak terbenamnya matahari di malam Idul Fitri, karena ia adalah waktu dimana waktu berbuka puasa Ramadhan itu tiba, dan ia disandarkan kepada hal itu, sehingga dapat dikatakan sebagai zakat fitrah Ramadhan. Dengan demikian, sandaran hukumnya adalah waktu tersebut.

Waktu pemberian zakat fitrah ini terbagi menjadi dua, waktu yang utama dan waktu yang sifatnya boleh. Waktu utamanya adalah pagi hari Idul Fitri sebelum pelaksanaan shalat Id. Dasarnya adalah hadits yang disebutkan dalam Shahih al-Bukhari yang berasal dari hadits Abu Sa'id al-Khudri ra-dhiyallaahu 'anhu bahwa ia berkata:

"Di zaman Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, kami mengeluarkan zakat fitrah pada hari raya Idul Fitri satu sha' makanan."

Dalam hadits lain disebutkan bahwa Ibnu 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma berkata:

"Bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memerintahkan penyaluran zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk menunaikan shalat Id." (HR. Muslim dan lainnya)

Oleh karena itu, afdhalnya adalah mengundrukan pelaksanaan shalat Id pada hari raya Idul Fitri agar waktu untuk mengeluarkan zakat fitrah menjadi lebih longgar.

Sedangkan waktu yang sifatnya boleh adalah sehari atau dua hari sebelum Id. Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan hadits dari Nafi' bahwa ia berkata: "Ibnu 'Umar ra-dhiyallaahu 'anhuma memberikan zakat fitrah atas anak kecil maupun dewasa. Beliau memberikannya kepada orang-orang yang layak menerimanya, dan mereka itu diberi zakat sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri."

Pelaksanaannya tidak boleh diundur hingga shalat Id. Barangsiapa yang mengulurkannya hingga shalat Id tanpa adanya udzur, maka zakat fitrahnya tidak bisa diterima, karena menyelisihi ajaran yang diperintahkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. Di depan telah kita kemukakan hadits Ibnu 'Abbas ra-dhiyallaahu 'anhuma bahwa siapa yang menunaikannya sebelum shalat Id, maka ia adalah zakat fitrah yang bisa diterima, akan tetapi siapa yang menunaikan sesudah shalat Id, maka nilainya adalah sedekah sebagaimana sedekah-sedekah lainnya. Adapun jika mengulurkannya disebabkan karena suatu udzur, maka yang demikian ini tidaklah mengapa, misalnya ketika Id tiba ia masih berada di suatu tempat dimana ia tidak memegang sesuatu yang bisa ia berikan, atau tidak mendapatkan seseorang yang bisa ia beri zakat, atau berita tentang kepastian tibanya Idul Fitri itu datang kepadanya secara tiba-tiba sehingga tidak memungkinkan baginya untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum shalat Id, atau sebelumnya ia bermaksud memberikan zakat fitrahnya kepada seseorang namun ternyata ia lupa memberikannya, maka adalah tidak mengapa jika memberikannya sekalipun sesudah pelaksanaan shalat Id, karena dalam hal ini ia dimaklumi (ma'dzur).

Baca selanjutnya: Zakat Fitrah (5)

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog