Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat
Pakaian untuk Shalat (5)
Ada beberapa hadits yang menyebutkan hal itu (14), ini didasarkan kebutuhan, karena seorang nyonya lebih sering perlu berbicara kepada budaknya daripada keperluannya untuk melihat seorang saksi, pekerja, atau seorang yang sedang melamarnya.
Jika melihat orang-orang ini saja mereka diperbolehkan, maka kepada seorang budak mereka lebih layak untuk diperbolehkan melihat. Bukan berarti si budak lantas merupakan mahram bagi nyonyanya sehingga diperbolehkan bepergian bersamanya. Kedudukannya sama dengan pembantu laki-laki yang sudah tidak memiliki keinginan terhadap wanita, yang boleh melihat nyonyanya, tetapi bukan merupakan mahram yang diperbolehkan untuk bepergian bersamanya.
Jadi, tidak semua orang yang diperbolehkan untuk melihat diperbolehkan pula untuk bepergian bersamanya atau berkhalwat (berduaan) dengannya. Sebaliknya, seorang budak diperbolehkan untuk melihat majikan wanita mereka dikarenakan kebutuhan, tetapi ia tidak boleh berkhalwat dan bepergian dengannya, karena ia tidak tercakup di dalam sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:
"Janganlah seorang wanita bepergian jauh (safar) kecuali bersama suami atau orang yang mempunyai hubungan mahram." (15)
Sebab, seorang budak yang telah dimerdekakan diperbolehkan untuk menikahi bekas nyonyanya sebagaimana seorang wanita boleh dinikahi oleh bekas suami saudara perempuannya, apabila saudaranya itu telah diceraikan.
Mahram adalah: Orang yang haram (menikahi seseorang wanita) selama-lamanya. Karena itu, Ibnu 'Umar (ra-dhiyallaahu 'anhuma) berkata: "Safar yang dilakukan oleh seorang wanita bersama budaknya adalah kebinasaan." (16)
Jadi, ayat ini memberikan rukhshah (keringanan) kepada wanita muslimah untuk memperlihatkan perhiasan kepada orang-orang yang mempunyai hubungan mahram maupun yang tidak mempunyai hubungan mahram. Adapun hadits tentang safar, hanya mengizinkan bersama orang-orang yang mempunyai hubungan mahram. Dalam ayat ini disebutkan:
"...wanita-wanita Islam dan budak-budak yang mereka miliki "serta" pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita)." (17)
===
(14) Aku katakan: Aku telah menyebutkan sebagiannya dalam komentarku terhadap buku al-Hijab yang ditulis oleh al-'Allamah al-Maududi, yang dicetak pada bagian akhir buku tersebut.
(15) Hadits muttafaq 'alaihi, diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas (ra-dhiyallaahu 'anhuma) dan lain-lain. Takhrij hadits ini terdapat pada Irwa' al-Ghalil 995, dan Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah 2421.
(16) Aku katakan: Ada pula riwayat yang marfu' melalui jalur Ibnu 'Umar (ra-dhiyallaahu 'anhuma), tetapi tidak shahih, sebagaimana aku jelaskan dalam Silsilah al-Ahadits adh-Dha'ifah wal Maudhu'ah.
(17) (Qur-an Surat) an-Nur: 31.
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: Hijabul Mar'ah wa Libasuha fish Shalah, Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah, Pentahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, Judul terjemahan: Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat, Penerjemah: Hawin Murtadho, Editor: Muslim al-Atsari, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan kedua, Mei 2000.
===
Buku ini hadiah dari al-Akh Khaerun -semoga Allah menjaganya dan mempertemukan kembali kami di dunia ini dan mengumpulkan kami di akhirat kelak dalam Surga- untuk perpustakaan Baitul Kahfi.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT