Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat
Mukaddimah (3)
Oleh sebab itu, beliau (Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah) menguatkan pendapat Imam asy-Syafi'i dan Imam Ahmad bahwa melihat wajah wanita ajnabiyah (yang tidak memiliki hubungan mahram, -pent) tanpa adanya keperluan tidak diperbolehkan, sekalipun tanpa disertai syahwat, karena dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak. Beliau berkata:
"Karena itu, berkhalwat (berduaan) dengan wanita ajnabiyah diharamkan dikarenakan adanya dugaan akan timbulnya fitnah. Pada dasarnya, apapun yang menyebabkan terjadinya fitnah tidak diperbolehkan. Karena suatu yang mengantarkan kepada kerusakan itu harus dicegah, kecuali bila berhadapan dengan kemaslahatan yang lebih kuat. Karena itu, "Pandangan mata yang kadang-kadang menjerumuskan kepada fitnah, itu diharamkan.""
Aku katakan: Seandainya para ulama pada masa dahulu dan para penulis masa kini mengindahkan prinsip yang beliau sebutkan, yaitu: "Apapun yang menyebabkan timbulnya fitnah, maka ia tidak diperbolehkan" lalu menjadikannya sebagai dalil yang menguatkan pengharaman "an-Nadhar" (melihat) sebagaimana yang telah disebutkan, niscaya mereka tidak berbelit-belit dalam mengeluarkan beberapa fatwa mengenai hal yang bagi seorang yang mendalami pemahaman tentang pokok-pokok dan cabang-cabang syari'ah jelas mengakibatkan kerusakan-kerusakan yang nyata. Misalnya adalah pendapat sebagian Hanafiah (penganut madzhab Hanafi):
"Seorang ajnabi (laki-laki yang tidak memiliki hubungan mahram) boleh melihat rambut, bagian tangan mulai ujung jari hingga siku, betis, dada, dan payudara wanita budak." (4)
Juga pendapat salah satu madzhab:
"Boleh melihat aurat wanita ajnabiyah melalui cermin!"
Di antara mereka beralasan bahwa hal itu diperbolehkan karena tidak lebih merupakan pandangan terhadap suatu yang bersifat khayalan. Bahkan dewasa ini terdapat salah satu golongan/ kelompok Islam -sungguh disayangkan- telah mengadopsi pendapat tersebut. Kelompok tersebut mengklaim bahwa mereka mengambil setiap pendapat yang sesuai dengan kemaslahatan! Tidak cukup di sini saja, bahkan mereka menjadikan pendapat tersebut sebagai suatu nash yang ma'shum, yang dijadikan sebagai landasan untuk suatu pendapat yang jauh lebih merusak daripada pendapat pertama, karena ia lebih menyentuh kehidupan dan realitas pemuda-pemuda kita di masa sekarang, yaitu diperbolehkannya melihat gambar-gambar porno melalui televisi, film, dan majalah, dengan alasan sebagaimana di muka, yaitu bahwa yang dilihat di sini hanyalah sesuatu yang bersifaat khayal! Setiap orang yang berakal dan berhati nurani, bahkan sekalipun ia seorang non muslim, niscaya yakin bahwa gambar-gambar tersebut merupakan perangsang-perangsang syahwat yang sangat berpengaruh negatif bagi para pemuda. Sementara, setelah itu, mereka tidak mendapatkan jalan untuk memadamkan syahwatnya itu kecuali dengan melakukan perbuatan yang haram berdasarkan nash, meski sekedar melihat, mendengar, dan sebagainya, yang pengharamannya termasuk dalam kategori pencegahan sesuatu yang membawa kepada perbuatan haram, yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam dalam sabdanya:
"...zina mata adalah melihat, zina lidah adalah berbicara, jiwa berkhayal dan berkeinginan, sedangkan kemaluan adalah yang membenarkan atau mendustakan itu semua."
(Dikeluarkan oleh Syaikhaini dan lain-lain) (5)
Tidak hanya itu, belum lama ini, kelompok ini telah menerbitkan brosur. Di dalam brosur itu, secara terus terang ia menyatakan diperbolehkannya mencium wanita ajnabiyah ketika memberikan ucapan selamat kepadanya, asal tanpa syahwat! Aku dan beberapa orang yang lain pernah mengatakan kepada sebagian anggota kelompok itu: "Bagaimana seandainya hal itu dilakukan terhadap saudara perempuanmu atau isterimu?" Ia pun terdiam.
Mereka memiliki banyak sekali pendapat-pendapat yang jauh dari al-Kitab (al-Qur-an) dan as-Sunnah (al-Hadits), bahkan juga dari akal sehat. Sekarang bukan tempatnya untuk berbicara panjang lebar mengenai hal itu. Kami mengemukakan beberaap kenyelenehan dan penyimpangan mereka dari ilmu yang shahih sebagaimana yang telah kami sebutkan, untuk (itu) kami katakan:
"Wajiblah bagi kelompok ini, juga bagi orang lain, yang ingin mengetahui ilmu yang shahih, yang disimpulkan dari al-Kitab dan as-Sunnah dengan cara yang berdasarkan pengetahuan tentang kaidah-kaidah ushul dan penerapan yang baik dalam masalah-masalah furu', untuk membiasakan diri -setelah mengkaji al-Kitab dan as-Sunnah- mempelajari buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, di antaranya risalah yang penuh berkah ini. Dengan demikian, mereka bisa belajar membuat kesimpulan yang shahih, melakukan pemilahan-pemilahan secara baik, dan menghindari ijtihad-ijtihad dan pendapat-pendapat yang tidak layak bagi orang yang berakal untuk mengatakannya, mengucapkannya dengan lidahnya, atau menulisnya dengan penanya, sebagaimana yang telah dijelaskan di muka!"
===
(4) Lihat Ahkam al-Qur-an, Abu Bakar al-Jashash al-Hanafi 3/390 dan bukuku Hijab al-Mar'ah hal. 44. Dalam bukuku itu terdapat bantahan terhadap pendapat tersebut. Meski demikian, ada saja sebagian Hanafiah sendiri yang menuduh bahwa aku memperbolehkan melihat wajah wanita. Yang paling aku khawatirkan hal itu seperti kata pepatah, "Lempar batu sembunyi tangan".
(5) Aku telah mentakhrijnya dalam Irwa' al-Ghalil yang merupakan takhrij hadits-hadits yang terdapat dalam Manar as-Sabil tulisan Syaikh Ibnu Dhauyan.
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: Hijabul Mar'ah wa Libasuha fish Shalah, Penulis: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah, Pentahqiq: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullaah, Judul terjemahan: Hijab dan Pakaian Wanita Muslimah dalam Shalat, Penerjemah: Hawin Murtadho, Editor: Muslim al-Atsari, Penerbit: at-Tibyan, Solo - Indonesia, Cetakan kedua, Mei 2000.
===
Buku ini hadiah dari al-Akh Khaerun -semoga Allah menjaganya dan mempertemukan kembali kami di dunia ini dan mengumpulkan kami di akhirat kelak dalam Surga- untuk perpustakaan Baitul Kahfi.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT