Skip to main content

Hadits tarowih dua puluh roka'at dho'if sekali dan tak dapat dijadikan hujjah untuk ber'amal

Dalam kitab Fat-hul Baari 4/205-206 al-Hafizh Ibnu Hajar ketika menjelaskan hadits yang pertama, dia menyatakan: "Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari hadits Ibnu 'Abbas rodhiyaLLOOHU 'anhu, bahwa Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam sholat di bulan Romadhon dua puluh roka'at ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho'if. Hadits 'Aisyah rodhiyaLLOOHU 'anhu yang disebut dalam Shohiih al-Bukhori dan Shohiih Muslim ini juga bertentangan dengan hadits itu, padahal 'Aisyah sendiri lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam pada waktu malam daripada yang lainnya." Pendapat serupa juga telah lebih dahulu diungkapkan oleh az-Zailai' dalam kitab Nashbu ar-Royah 2/153.


Aku mengatakan: "Hadits Ibnu 'Abbas rodhiyaLLOOHU 'anhu ini dho'if sekali, sebagaimana dinyatakan oleh as-Suyuthi dalam kitab al-Hawi lil Fatawa 2/73. Adapun cacat hadits itu yang tersembunyi, adanya perowi bernama Abu Syaibah Ibrohim bin 'Utsman. Al-Hafizh dalam kitab at-Taqrib menyatakan: 'Haditsnya matruk (perowinya dituduh pendusta).' Aku telah menyelidiki sumber-sumber pengambilan hadits itu, namun yang aku temui cuma jalannya. Ibnu Abi Syaibah juga mengeluarkannya dalam kitab al-Mushonnaf 2/90/2, Abdu bin Hamid dalam kitab al-Muntakhob minal Musnad 43/1-2, ath-Thobroni dalam kitab al-Mu'jamu al-Kabir 3/148/2 dan juga dalam kitab al-Ausath serta dalam kitab al-Muntaqo (edisi tersaring) dari kitab itu, oleh adz-Dzahabi 2/3, atau dalam kitab al-Jam'u (rangkuman) kitab al-Mu'jamu ash-Shoghiir dan kitab al-Kabiir oleh penulis lain 119/1, Ibnu 'Adi dalam kitab al-Kamil 1/2, al-Khotib dalam kitab al-Muwadhdhih 1/219 dan al-Baihaqi dalam kitab Sunan-nya 2/496. Seluruhnya dari jalur Ibrohim (yang tersebut) tadi, dari al-Hakam, dari Muqsim, dari Ibnu 'Abbas secara marfu' (sampai kepada Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam). Ath-Thobroni menyatakan: "Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu 'Abbas hanya melalui jalan ini." Imam al-Baihaqi juga menyatakan: "Hadits ini hanya diriwayatkan melalui Abi Syaibah, sedangkan ia perowi dho'if." Demikian juga yang dinyatakan oleh al-Haitsami dalam kitab Majmau' az-Zawaid 3/172 bahwa ia perowi yang dho'if. Kenyataannya, ia malah perowi yang dho'if sekali, seperti yang diisyaratkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar tadi bahwa ia matrukul hadits (ditinggal haditsnya karena dituduh berdusta). Inilah yang benar, seperti juga dinyatakan oleh Ibnu Ma'in: "Ia sama sekali tak bisa dipercaya." Al-Jauzajani menyatakan: "Jatuh martabatnya" (Celaan yang keras). Bahkan Syu'bah menganggapnya berdusta dalam satu kisah. Imam al-Bukhori berkomentar: "Dia tak dianggap para 'ulama." Padahal al-Hafizh Ibnu Katsir menjelaskan dalam kitab Ikhtishor 'Ulumi al-Hadits halaman 118: "Orang yang dikomentari oleh al-Bukhori dengan ucapannya seperti tadi, berarti sudah terkena celaan yang paling keras dan buruk, menurut versinya." Oleh sebab itu, aku menganggap hadits ini dalam kategori hadits maudhu' alias palsu. Disebabkan (disamping kelemahannya) ia bertentangan dengan hadits 'Aisyah dan Jabir rodhiyaLLOOHU 'anhum yang terdahulu sebagaimana tadi diungkapkan oleh kedua al-Hafizh az-Zaila'i dan al-'Asqolani. Imam al-Hafizh adz-Dzahabi juga memaparkan hadits-haditsnya yang munkar. Al-Faqih Ibnu Hajar al-Haitami menyatakan dalam kitab al-Fatawa al-Kubro 1/195 setelah dia menyebutkan hadits ini: "Hadits ini sungguh amat dho'if; para 'ulama telah bersikap keras terhadap salah seorang perowinya, dengan celaan dan hinaan. Di antara bentuk celaan dan hinaan itu (dalam kaidah 'ilmu hadits): Ia perowi hadits-hadits palsu, seperti hadits yang berbunyi: "Ummat ini hanya akan binasa di Aadzar (nama tempat)." Juga hadits: "Kiamat itu hanya akan terjadi di Aadzar." Hadits-haditsnya yang berkenaan dengan masalah tarowih ini tergolong jenis hadits-hadits munkarnya. Imam as-Subki itu sendiri menjelaskan bahwa (di antara) persyaratan hadits dho'if untuk dapat di'amalkan adalah, hadits itu tak terlalu lemah sekali. Imam adz-Dzahabi menyatakan: "Orang yang dianggap berdusta oleh orang semisal Syu'bah, tak perlu ditoleh lagi haditsnya."

Aku mengatakan: "Apa yang dinukilnya dari as-Subki itu mengandung isyarat lembut dari al-Haitami bahwa dia sendiri tak sependapat dengan mereka yang meng'amalkan hadits tentang sholat tarowih 20 roka'at itu, simaklah."

Kemudian, setelah dia menyebutkan hadits Jabir rodhiyaLLOOHU 'anhu dari riwayat Ibnu Hibban, Imam as-Suyuthi berkomentar: "Kesimpulannya, riwayat tarowih 20 roka'at itu tak ada yang shohih dari perbuatan Rosululloh shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam. Apa yang tersebut dalam riwayat Ibnu Hibban merupakan klimaks apa yang menjadi pendapat kami, karena (sebelumnya) kami telah berpegang dengan apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhori dari 'Aisyah rodhiyaLLOOHU 'anhuma, yaitu: Bahwa Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam baik dalam bulan Romadhon maupun dalam bulan lainnya tak pernah sholat malam melebihi 11 roka'at. Kedua hadits itu (Hadits Riwayat Ibnu Hibban dan al-Bukhori) selaras, karena disebutkan disitu bahwa Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam sholat delapan roka'at, lalu menutupnya dengan witir tiga roka'at, sehingga berjumlah 11 roka'at. Satu hal lagi yang menjadi dalil, bahwa Nabi shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam apabila meng'amalkan satu 'amalan, Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam selalu melestarikannya. Sebagaimana Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam selalu meng-qodho sholat sunnat Zhuhur sesudah 'Ashor; padahal sholat waktu itu pada asalnya harom. Seandainya Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam telah meng'amalkan sholat tarowih 20 roka'at itu, tentu Beliau shollaLLOOHU 'alayhi wa sallam akan mengulanginya. Kalau sudah begitu, tak mungkin 'Aisyah tidak mengetahui hal itu, sehingga ia membuat pernyataan seperti tersebut tadi."

Aku mengatakan: "Ucapannya itu mengandung isyarat yang kuat bahwa dia lebih memilih sebelas roka'at dan menolak riwayat yang 20 roka'at dari Ibnu 'Abbas rodhiyaLLOOHU 'anhu karena terlalu lemah, coba renungkan."

===

Maroji':
Kitab: Sholatut Tarowih, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani, Judul terjemahan: Sholat Tarowih, Penerjemah: Abu Umar Basyir al-Maidani, Penerbit: at-Tibyan - Solo, Cetakan IV, 2000 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog