Skip to main content

Kajian Ramadhan: Lanjutan Klasifikasi Manusia dalam Menjalankan Puasa dan Hukum-hukum Qadha (10/2)

Kajian Ramadhan

Kajian Kedelapan

Lanjutan Klasifikasi Manusia dalam Menjalankan Puasa dan Hukum-hukum Qadha (10/2)

Jika ia tidak menjalankan puasa sebulan penuh, maka ia pun wajib mengganti sejumlah itu pula. Jika jumlah bulan Ramadhan yang ditinggalkannya adalah tiga puluh hari, maka ia harus mengganti tiga puluh hari, dan jika dua puluh sembilan hari maka ia wajib mengganti sejumlah itu pula.

Yang lebih utama adalah bersegera mengqadha puasa yang ditinggalkannya ketika sudah tidak ada lagi udzur. Sebab, hal ini akan lebih cepat kepada kebaikan dan lebih cepat kepada pelunasan tanggungan.

Boleh mengulurkannya sampai waktu antara Ramadhan yang ditinggalkannya hingga (sebelum tiba) Ramadhan berikutnya dengan sejumlah hari yang ditinggalkannya. Allah berfirman: "Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin."
(Qur-an Surat al-Baqarah (2): ayat 184)

Bolehnya mengakhirkan qadha ini merupakan kemudahan yang diberikan oleh Allah. Jika seseorang mempunyai tanggungan sepuluh hari dari puasa Ramadhan, maka ia boleh mengakhirkannya hingga sepuluh hari sebelum Ramadhan berikutnya tiba.

Namun ia tidak boleh mengundurkan qadha hingga Ramadhan yang kedua (berikutnya) tanpa udzur, berdasarkan perkataan 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma:

"Aku pernah punya tanggungan puasa Ramadhan, namun baru mampu mengqadhanya di bulan Sya'ban."
(Hadits Riwayat Imam al-Bukhari)

Di samping itu, menangguhkan hingga Ramadhan kedua akan menimbulkan bertumpuknya tanggungan puasa atasnya, atau bahkan barangkali ia tidak mampu menunaikannya atau bisa juga meninggal. Karena puasa juga merupakan 'ibadah yang dikerjakan secara berulang-ulang sehingga tidak boleh mengakhirkan (menunda) yang pertama kepada waktu yang berikutnya sebagaimana shalat. Jika udzur itu terjadi secara berulang-ulang sampai mati, maka ia tidak punya kewajiban apapun. Sebab, Allah Subhaanahu wa Ta'aala mewajibkan atasnya mengganti sejumlah hari yang ditinggalkannya dengan hari yang lain, sementara belum memungkinkan baginya untuk menjalankannya. Kewajiban tersebut menjadi gugur hukumnya. Ini sama halnya dengan orang yang meninggal sebelum masuk bulan Ramadhan. Ia tidaklah wajib melaksanakan puasa Ramadhan. Jika masih memungkinkan untuk diqadha, namun ia mengabaikannya sampai kemudian ia meninggal dan belum sempat menggantinya, maka walinya bisa mengqadhakan seluruh dari puasa yang ditinggalkannya jika hal itu memungkinkan. Ini didasarkan pada sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

"Siapa yang meninggal dunia dan masih punya tanggungan puasa, maka walinya bisa menggantikan puasanya." (Mutafaq 'alaih)

Yang dimaksudkan dengan wali di sini adalah ahli warisnya atau kerabatnya. Boleh juga sejumlah orang mengqadhakan puasanya sejumlah hari puasa yang ditinggalkannya dalam sehari secara bersama-sama.

Imam al-Bukhari rahimahullaah mengatakan bahwa Hasan berkata: "Jika puasa yang menjadi tanggungannya digantikan oleh tiga puluh orang dalam sehari (secara bersamaan), maka yang demikian itu boleh." Jika ia tidak mempunyai wali, atau mempunyai wali tapi tidak mau menjalankan puasa, maka sebagai gantinya adalah memberi makan orang miskin tiap hari sejumlah hari puasa yang menjadi tanggungannya yang diambilkan dari harta peninggalannya; setiap orang miskin diberi satu mud gandum, ukurannya dengan gandum yang bagus adalah setengah kilo sepuluh gram.

Demikian itu adalah klasifikasi manusia berkenaan dengan hukum puasa yang telah disyari'atkan oleh Allah; masing-masing kelompok memiliki hukum yang sesuai dengan keadaan dan posisinya. Maka ketahuilah hikmah yang telah digariskan oleh Rabb kalian dalam syari'at Islam ini. Selanjutnya syukurilah nikmat yang dianugerahkan oleh-Nya kepada kalian yang berupa kemudahan di dalam menjalankannya. Mohonlah kepada Allah agar berkenan memberikan keteguhan di dalam berpegang dan melaksanakan ajaran agama ini sampai mati.

Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami yang telah menghalangi kami untuk selalu mengingat-Mu. Maafkanlah kami atas kekurangan dan kealpaan kami dalam melaksanakan ketaatan kepada-Mu dan di dalam berterima kasih (syukur) kepada-Mu. Langgengkanlah kami untuk senantiasa menempuh jalan kepada-Mu. Berilah kami cahaya yang akan menerangi jalan petunjuk untuk menghadap-Mu. Anugerahkanlah kepada kami kenikmatan bermunajat kepada-Mu. Langkahkanlah kami agar bisa menempuh jalan orang-orang yang Engkau ridhai. Ya Allah, selamatkanlah kami dari keterpurukan, bangunkan kami dari kelalaian, tunjukkan kepada kami jalan petunjuk, dan perbaikilah niat kami dengan kemurahan-Mu. Ya Allah, himpun kami ke dalam golongan orang-orang yang bertakwa dan gabungkan kami dengan hamba-hamba-Mu yang shalih. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan kedamaian kepada Nabi Muhammad Shallallaahu 'alaihi wa Sallam serta kepada keluarga dan para shahabat beliau seluruhnya.

Bersambung...

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.

===

Layanan GRATIS Konsultasi, Estimasi Biaya, dan Survei Lokasi: Rangka Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT