Skip to main content

Kajian Ramadhan: Klasifikasi Manusia dalam Menjalankan Puasa (2)

Kajian Ramadhan

Kajian Keenam

Klasifikasi Manusia dalam Menjalankan Puasa (2)

Golongan kedua: Anak kecil.

Ia tidak berkewajiban menjalankan puasa sehingga ia baligh. Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Pena itu diangkat dari tiga golongan manusia; dari orang tidur sehingga ia bangun; dari anak kecil sehingga ia besar (baligh); dan dari orang yang gila sehingga ia sadar kembali."
(Hadits Riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Dawud, dan Imam an-Nasa-i, Imam al-Hakim menshahihkannya)

Akan tetapi orang tuanya bisa menyuruhnya jika ia sudah mampu menjalankannya sebagai bentuk latihan untuk melakukan ketaatan kepada Allah sehingga ia menjadi terbiasa setelah ia baligh. Demikianlah yang dilakukan oleh para Salafush Shalih yang seyogyanya kita teladani. Para Shahabat radhiyallaahu 'anhum menyuruh anak-anak mereka berpuasa ketika masih kecil, dan mereka pun pergi ke masjid kemudian membuatkan mereka mainan dari bulu dan semisalnya. Jika anak-anak menangis karena ingin makanan, maka mereka memberikan sesuatu yang bisa dimainkan oleh mereka.

Banyak orang tua sekarang ini yang melalaikan perintah ini. Mereka tidak mau menyuruh anak mereka agar mengerjakan puasa. Bahkan ada pula sebagian dari mereka yang melarang anak-anak mereka melakukan puasa, padahal anak-anak itu sendiri sebenarnya sudah ingin mengerjakannya. Para orang tua itu menganggap pelarangan itu sebagai bentuk kasih sayang kepada mereka. Sebenarnya, kasih sayang itu adalah dengan melaksanakan kewajiban dan mendidik mereka untuk melaksanakan syiar-syiar dan ajaran-ajaran Islam yang lurus. Jadi, sebenarnya orang yang menghalangi anak-anak itu untuk menjalankan puasa atau mengabaikannya, maka ia berarti melakukan kezhaliman terhadap mereka dan juga terhadap diri sendiri. Apabila mereka melihat adanya mudharat bagi anak-anak jika berpuasa, maka tidak mengapa mencegah mereka untuk berpuasa.

Tanda balighnya anak laki-laki adalah salah satu di antara ketiga hal berikut ini:

Pertama, keluarnya air mani dengan mimpi atau lainnya. Ini berdasarkan firman Allah Subhaanahu wa Ta'aala: "Jika anak-anak kalian telah sampai bermimpi basah (baligh), maka hendaklah mereka meminta izin seperti orang-orang sebelum mereka meminta izin." (Qur-an Surat an-Nur (24): ayat 59)

Juga berdasarkan sabda Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam:

"Mandi Jum'at adalah kewajiban atas setiap orang yang telah bermimpi basah."
(Mutafaq 'alaih)

Kedua, tumbuhnya rambut kemaluan. Yaitu rambut yang tumbuh di sekitar qubul. Ini berdasarkan pada perkataan 'Athiyah al-Qurazhi:

"Kami pernah dihadapkan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada waktu terjadinya perang Quraizhah. Siapa saja yang sudah mimpi basah (baligh) atau yang sudah tumbuh rambut kemaluannya, dibunuh sedangkan yang belum dibiarkan saja."
(Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam an-Nasa-i)

Ketiga, sudah mencapai umur lima belas tahun. Ini berdasarkan perkataan 'Abdullah bin 'Umar radhiyallaahu 'anhuma:

"Pada perang Uhud, aku dihadapkan kepada Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam sedangkan ketika itu aku baru berumur empat belas tahun sehingga beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak membolehkanku (untuk turut berperang)."

Sedangkan Imam al-Baihaqi dan Imam Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dengan sanad shahih menambahkan:

"Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak melihatku sebagai orang yang sudah baligh (ketika meletus perang Uhud). Sedangkan pada perang Khandaq aku pun diperiksa lagi, sedangkan ketika itu aku berumur lima belas tahun sehingga beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memperkenankanku untuk ikut perang."

Imam al-Baihaqi dan Imam Ibnu Hibban dalam kitab Shahihnya dengan sanad shahih menambahkan lagi:

"Dan beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melihatku telah baligh."
(Hadits Riwayat Jama'ah)

Ibnu Nafi' mengatakan: Aku pernah menemui 'Umar bin 'Abdul 'Aziz rahimahullaah yang ketika itu menjadi khalifah, lalu aku sampaikan hadits tersebut, beliau pun berkata: "Sesungguhnya ini merupakan batasan antara anak kecil dan orang dewasa." 'Umar bin 'Abdul 'Aziz juga membuat surat keputusan yang disampaikan kepada para pegawainya agar menetapkan jatah pemberian atas orang yang sudah mencapai usia lima belas tahun.
(Hadits Riwayat Imam al-Bukhari)

Kriteria balighnya anak perempuan juga sama dengan kriteria yang berlaku bagi anak laki-laki, namun masih ditambah satu hal lagi, yaitu haidh.

Jika seorang wanita sudah haidh, maka ia berarti sudah baligh, sehingga berlakulah pencatatan 'amal terhadap dirinya sebagai seorang yang sudah mukalaf, sekalipun barangkali usianya belum mencapai sepuluh tahun. Jika balighnya seseorang itu tiba pada siang Ramadhan, maka jika ia sudah berpuasa ia harus menyelesaikan puasanya dan tidak ada bentuk kewajiban lainnya. Akan tetapi jika ia tidak berpuasa, maka ia wajib menahan (berpuasa) pada sisa jam-jam berikutnya hingga tiba waktu berbuka, karena ia telah menjadi orang yang punya kewajiban untuk melaksanakan puasa. Ia tetap tidak berkewajiban untuk mengqadha (mengganti) jam-jam sebelumnya, karena ketika itu dia belum wajib melaksanakannya.

Bersambung...

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.

===

Layanan GRATIS Konsultasi, Estimasi Biaya, dan Survei Lokasi: Rangka Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT