Skip to main content

Kajian Ramadhan: Adab-adab Menjalankan Puasa Wajib (2)

Kajian Ramadhan

Kajian Kesepuluh

Adab-adab Menjalankan Puasa Wajib (2)

Di antara orang-orang yang menjalankan puasa itu ada yang mengabaikan shalat berjama'ah, padahal ini menjadi kewajibannya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah memerintahkannya dalam Kitab-Nya dengan berfirman:

"Apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (shahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat bersamamu) sujud (telah menyempurnakan raka'at), hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu hendaklah mereka shalat denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata." (Qur-an Surat an-Nisa' (4): ayat 102)

Allah Subhaanahu wa Ta'aala menyuruh kita untuk mengerjakan shalat secara berjama'ah dalam keadaan perang dan ketakutan sekalipun. Maka dalam keadaan tenang dan aman, perintah ini lebih tegas lagi tentunya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu bahwa ada seorang lelaki buta berkata: "Ya Rasulullah, aku tidak punya penuntun yang bisa membawaku ke masjid." Beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam kemudian memberikan keringanan (rukshah) kepadanya. Namun, ketika orang itu berpaling, beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pun memanggilnya dan bertanya: "Apakah kamu mendengar panggilan (adzan) untuk shalat?" Ia menjawab: "Ya." Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam lalu bersabda: "Kalau begitu, penuhi panggilan itu!" (Hadits Riwayat Imam Muslim)

Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam tidak memberikan rukhshah kepadanya untuk meninggalkan shalat berjama'ah, padahal ia adalah seorang lelaki yang buta dan ia pun tidak punya penuntun yang bisa membawanya ke masjid. Orang yang meninggalkan jama'ah dan mengabaikan yang wajib berarti telah menghalangi dirinya sendiri dari mendapatkan kebaikan yang banyak, yaitu dilipatgandakannya kebaikan. Shalat berjama'ah itu pahalanya dilipatgandakan. Ini seperti yang disebutkan dalam kitab Shahihain yang berasal dari hadits Ibnu 'Umar radhiyallaahu 'anhuma bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Shalat berjama'ah itu lebih utama daripada shalat sendirian dengan selisih dua puluh tujuh tingkatan."

Di samping itu, orang yang meninggalkan shalat berjama'ah berarti telah kehilangan berbagai keuntungan sosial kemasyarakatan yang mestinya diperoleh oleh kaum muslimin dengan berkumpul dan berjama'ah dalam shalat, yaitu tertanamnya rasa cinta dan kesatuan, mengajar orang yang masih bodoh, membantu orang yang membutuhkan, dan lain-lain.

Meninggalkan shalat berjama'ah juga akan menyebabkan seseorang terancam mendapatkan hukuman dari Allah, serta menjadikan dirinya menyerupai orang-orang munafik. Dalam kitab Shahihain disebutkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:

"Shalat yang paling terasa berat atas orang-orang munafik adalah shalat 'isya dan shalat shubuh. Kalau saja mereka tahu apa yang ada pada keduanya, tentu mereka akan mendatangi kedua shalat tersebut sekalipun harus dengan merangkak. Aku ingin menyuruh agar shalat segera didirikan lalu aku suruh seseorang untuk memimpin shalat berjama'ah dengan orang-orang, kemudian aku akan membawa beberapa orang yang masing-masing membawa seikat kayu bakar untuk mendatangi orang-orang yang tidak mau menghadiri shalat berjama'ah untuk kemudian aku bakar rumah-rumah mereka dengan api."

Dalam kitab Shahih Muslim disebutkan riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiyallaahu 'anhu bahwa ia berkata: "Barangsiapa ingin bertemu dengan Allah esok hari dalam keadaan Muslim, maka hendaklah ia selalu menjaga shalat-shalat (wajib) itu, dimana mereka dipanggil untuk menunaikannya. Allah Subhaanahu wa Ta'aala telah mensyari'atkan kepada Nabi kalian jalan-jalan petunjuk, dan shalat lima waktu itu adalah bagian darinya."

Ia berkata lagi: "Kami memandang bahwa tidak ada yang meninggalkan shalat berjama'ah melainkan ia seorang munafik yang jelas dimaklumi kemunafikannya."

Bersambung...

===

Maraji'/ sumber:
Kitab: Majaalisu Syahru Ramadhaan, Penulis: Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullaah, Penerbit: Daruts Tsurayya lin Nasyr - Riyadh, Cetakan I, 1422 H/ 2002 M, Judul terjemahan: Kajian Ramadhan, Penerjemah: Salafuddin Abu Sayyid, Penerbit: al-Qowam - Solo, Cetakan V, 2012 M.

===

Layanan GRATIS Konsultasi, Estimasi Biaya, dan Survei Lokasi: Rangka Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===

Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog