Skip to main content

Syubhat yang ketiga

Fasal III

Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam mencukupkan tarowih dengan sebelas roka'at, itu merupakan dalil bahwa tidak dibolehkannya menambah lebih dari jumlah tersebut

Beberapa bentuk syubuhat dan jawabannya (3)

Syubhat yang ketiga:
(Berpegang kepada nash-nash yang masih bersifat umum.)

Sebagian di antara mereka (20) berpegang kepada nash-nash yang bersifat mutlak dan umum, dalam menganjurkan untuk memperbanyak jumlah roka'at tanpa batasan bilangan tertentu! Misalnya seperti sabda Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam kepada Robi'ah bin Ka'ab yang meminta kepadanya agar dapat menemani Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam di Jannah:


"Cobalah usahakan dengan memperbanyak sujud/ sholat." (21)

Demikian juga dengan hadits Abu Huroiroh ro-dhiyaLLOOHU 'anhu: "Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam amatlah suka menjalankan sholat malam di bulan Romadhon." Dan dalil-dalil lain yang secara umum memang menunjukkan disyari'atkannya sholat malam di bulan Romadhon dengan jumlah roka'at berapapun yang dikehendaki seorang hamba.

Jawaban kami:
Itu jelas satu komitmen yang berantakan. Bahkan itu tak ubahnya seperti syubhat-syubhat sebelumnya!? Sesungguhnya meng'amalkan dalil-dalil yang bersifat mutlak itu boleh-boleh saja; namun hanya dalam batas yang tidak diberi pengkhususan oleh ALLOH Sub-haanahu wa Ta'aala. Tapi apabila ALLOH telah menetapkan pengkhususan tertentu pada hukum yang bersifat mutlak tadi, maka pengkhususan itu harus diberlakukan; dan tidak boleh mencukupkan diri dengan yang mutlak tadi. Demikian juga dengan persoalan kita, yaitu sholat tarowih. Ia tidak termasuk kategori sholat sunnat mutlak, karena ia telah diberi kriteria khusus dengan nash dari Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam sebagaimana tersebut dalam awal pembahasan ini. Maka tidaklah kita diperbolehkan menolak pengkhususan tersebut dengan berpegang pada keumuman dalil-dalil yang bersifat mutlak. Perumpamaan orang yang berbuat begitu tak ubahnya orang yang sholat dengan cara yang menyalahi tata cara Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam yang diriwayatkan dengan sanad-sanad yang shohih baik dalam bentuk ataupun jumlah roka'atnya. Ia berpura-pura tak ingat dengan hadits Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam:

"Sholatlah kamu sekalian sebagaimana kamu melihat diriku sholat."

Mereka beralasan dengan bentuk-bentuk dalil yang bersifat umum seperti tadi! Contohnya, seperti orang yang sholat Zhuhur lima roka'at atau sholat Shubuh empat roka'at! Atau seperti orang yang sholat dengan dua kali ruku' (satu roka'at) atau beberapa kali sujud!! Bentuk 'amalan seperti itu bagi orang yang berakal, sudah jelas berantakan. Oleh sebab itu, al-'Allamah Syaikh Ali Mahfudz dalam bukunya al-Ibda halaman 25 setelah dia mengutip beberapa pernyataan para 'ulama dari madzhab yang empat menyatakan; bahwa segala perbuatan yang ditinggalkan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam, sementara perbuatan itu dapat dilakukan, maka meninggalkan perbuatan tersebut adalah sunnah. Sebaliknya melaksanakan perbuatan itu adalah bid'ah. Dia berkata: "Aku yakin, bahwa semata-mata berpegang pada keumuman dalil tanpa memperdulikan bagaimana penjelasan dari Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam; apakah Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam melakukannya atau bahkan meninggalkannya; itu sama saja dengan memperturutkan hal-hal yang syubhat yang sudah dilarang ALLOH. Kalau kita hanya bersandar pada keumuman dalil tanpa menoleh kepada penjelasannya, itu akan membuka selebar-lebarnya pintu kebid'ahan yang tak dapat dibendung lagi. Mengada-ada dalam syari'at menjadi perbuatan yang tak terkendali.

===

(20) [Sebagaimana yang diperbuat para penulis kitab al-Ishobah. Sesungguhnya mereka berdalih tentang bolehnya melebihi jumlah sebelas roka'at dengan hadits Robi'ah bin Ka'ab. Setelah menuturkan hadits itu mereka berkomentar halaman 9: "Maka melakukan sholat itu dengan banyak roka'at; dua puluh atau lebih bisa dibenarkan." Mereka juga berdalih mempergunakan hadits Abu Huroiroh yang sesudahnya. Mereka berkomentar halaman 10: "Kesimpulannya, mereka yang melakukan sholat itu dengan jumlah roka'at berapapun, ia sudah masuk kategori keumuman hadits ini."

Aku mengatakan: Berpegang teguh dengan keumuman hadits ini adalah batil, sebagaimana akan dijelaskan nanti. Dan aku yakin, para penulis itu sendiri tidak konsekuen dengan ucapan mereka. Karena kalau benar begitu, berarti boleh melakukan sholat tarowih itu satu roka'at saja tanpa ditambah dengan dua roka'at sebelumnya. Pendapat itu mungkin hanya dinyatakan oleh Syaikh al-Habsyi yang semata-mata hanya mengikut paham madzhab Syafi'inya saja. Akan tetapi dia justru menyalahi pendapat madzhab Syafi'inya sendiri ketika ia mengambil keumuman hadits tadi. Karena madzhab penghulunya berpegang dengan yang dua puluh roka'at (tidak umum). Ini merupakan nash fiqih yang secara zhohir melarang adanya tambahan (lebih dari 20). Pendapat itu didukung pernyataan Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu' 4/33.

Adapun mengenai perbuatan penduduk kota Madinah (yang sholat 36 roka'at), para Shohabat kami menyatakan: Sebabnya, karena orang-orang Makkah biasa melakukan thowaf keliling Ka'bah setiap habis menyelesaikan dua roka'at tarowih, kemudian melanjutkan sholat. Namun mereka tidak melakukan thowaf sesudah tarowih yang kelima (roka'at 9-10). Maka penduduk Madinah pun ingin menyaingi mereka. Mereka lantas mengganti setiap thowafnya penduduk Makkah dengan empat roka'at tarowih. Sehingga mereka menambah jumlah roka'at dengan 16 roka'at lagi ditambah lagi dengan witir tiga roka'at sehingga berjumlah seluruhnya 39 roka'at. WALLOOHU a'lam. Penulis kitab asy-Syamil wal Bayan serta penulis lain menyatakan: "Para Shohabat kami menyatakan: 'Selain penduduk kota Madinah, mereka tidak boleh sholat tarowih 36 roka'at (plus witir 3 roka'at). Karena penduduk Madinah memang memiliki kehormatan dengan berhijrohnya Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam ke sana dimana Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam juga wafat di sana. Sementara selain mereka tidaklah demikian.'" Al-Qodhi Abu ath-Thoyyib dalam komentarnya menyatakan: Imam asy-Syafi'i berkata: "Adapun selain penduduk kota Madinah, mereka tidak boleh melomba atau menyaingi penduduk Makkah (dengan menambah roka'at -pent)."

Bagi orang yang berakal, semua itu menunjukkan bahwa para penulis risalah itu menyatakan hal yang tidak mereka yakini, atau meyakini apa yang menyalahi madzhab mereka sendiri hanya untuk merasa menang terhadap orang yang membela sunnah. Padahal mereka sendiri tidak membolehkan seseorang menyelisihi madzhabnya sendiri hanya untuk mengikuti sunnah atau dalil yang lain.

Mereka juga harus membuktikan disyari'atkannya contoh-contoh berikut yang dikutip dari al-Ibda, yang mana (pembuktian itu) tak pernah dinyatakan oleh seorang 'ulama pun. Bahkan mereka harus menyelisihi apa yang dikumandangkan oleh sebagian mereka sendiri.

Ada seorang yang terpercaya menceritakan kepadaku bahwa Syaikh al-Habsyi menyatakan tidak dibolehkannya menambah-nambah lafazh adzan seperti sholawat atas Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dengan 'abduhu wa Rosuluhu atau sayyidina. Pernyataan itu benar, dan orang yang ber'ilmu di bidang Ushul Fiqih tak akan meragukannya. Kenapa pernyataan para penulis itu bisa demikian amburadul sehingga mereka begitu saja mengesampingkan kaidah-kaidah para 'ulama bahkan pernyataan-pernyataan mereka secara khusus yang tidak membolehkan hal itu?! Coba wahai para penulis, apa bedanya antara tambahan-tambahan di tengah adzan dengan di akhirnya? Dan apa perbedaan antara menambah-menambah dari jumlah roka'at yang disunnahkan dengan menambah-nambah jumlah roka'at yang diriwayatkan (katanya) dari 'Umar bin al-Khoththob ro-dhiyaLLOOHU 'anhu kalau memang betul? Kalau kalian menerapkan kaidah-kaidah Ushul, niscaya tidak ada sama sekali perbedaannya. Kecuali segelintir mereka yang masih meng'amalkan sebagian dan meninggalkan sebagian lain. Bagaimana pula bila dibandingkan dengan menambah jumlah roka'at sunnah Zhuhur (yang diniatkan dua) menjadi empat, padahal keduanya disunnahkan? Al-Faqih Ibnu Hajar dalam kitab Fatawa-nya pernah ditanya 1/185 yang teksnya sebagai berikut: "Selain dari sholat sunnat mutlak, misalnya seperti sunnat Zhuhur. Apakah boleh ditambah dan dikurangi (dari niat semula); misalnya seseorang meniatkan dua roka'at tapi malah sholat empat roka'at atau sebaliknya?" Dia menjawab: "Hal itu hanya berlaku dalam sunnat mutlak, tidak diperbolehkan dalam sunnat yang lain. Karena asal daripada 'ibadah adalah, berpijak pada niat yang pertama. Itu tidak termasuk sholat sunnat mutlak, karena sholat itu tidak tertentu jumlahnya. Sementara sholat yang lain, tetap berpijak dengan niat pada awalnya." Dia juga pernah ditanya: "Apakah kita boleh menambah ataupun merubah (dari yang diniatkan sebelumnya) seholat witir atau sholat sunnat Zhuhur misalnya sehingga menjadi seperti sunnat mutlak?" Dia menjawab: "Tidak, tidak boleh dirubah ataupun dikurangi. Perbedaan antara sunnat mutlak dengan sunnat yang lain sudah jelas dan gamblang tak perlu dibahas lagi."

Inilah pertanyaan-pertanyaan yang aku yakin tak akan mampu mereka jawab, kecuali kalau mereka mau mengakui kebatilan syubhat (yang mereka lontarkan) dan bahwasanya syubhat itu tak punya landasan 'ilmu sama sekali! Semoga mereka mau mengakuinya!]

(21) [Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shohiih-nya 2/52 dan Imam Abu 'Uwanah 2/181. Namun meskipun begitu, para penulis (al-Ishobah) itu masih juga menukilkan hadits itu dengan lafazh "diriwayatkan", yaitu dengan bentuk kalimat pasif, yang mana menurut terminologi Ahli hadits, itu mengesankan bahwa hadits tersebut dho'if. Namun aku kira, mereka sama sekali tak memaksudkan hal itu dengan ungkapan tadi. Akan tetapi mereka melakukan hal itu memang karena mereka sungguh-sungguh tak mengerti 'ilmu hadits beserta istilah-istilah yang digunakan para ahlinya! Silahkan merujuk kembali ucapan Imam an-Nawawi yang akan disebutkan nanti berkenaan dengan pendho'ifan Imam asy-Syafi'i terhadap hadits tarowih 20 roka'at.

===

Maroji':
Kitab: Sholatut Tarowih, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani, Judul terjemahan: Sholat Tarowih, Penerjemah: Abu Umar Basyir al-Maidani, Penerbit: at-Tibyan - Solo, Cetakan IV, 2000 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog