Skip to main content

Syubhat yang ketiga (2)

Fasal III

Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam mencukupkan tarowih dengan sebelas roka'at, itu merupakan dalil bahwa tidak dibolehkannya menambah lebih dari jumlah tersebut

Beberapa bentuk syubuhat dan jawabannya

Syubhat yang ketiga (2)

Bisa kami berikan beberapa contoh sebagai tambahan dari apa yang telah paparkan tadi:

Yang pertama: Disebutkan dalam hadits ath-Thobroni: "Sholat adalah sebaik-baiknya perbuatan hamba." Kalau kita berpegang pada keumuman hadits ini, bagaimana bisa dikatakan bahwa sholat hajat adalah bid'ah yang tercela? (22) Demikian juga, bagaimana sholat Nishfu Sya'ban itu menjadi bid'ah yang tercela, padahal kedua sholat tersebut masuk kategori keumuman hadits tadi? Sedangkan para 'ulama telah menyatakan bahwa kedua bentuk sholat itu adalah bid'ah yang buruk dan tercela, sebagaimana akan dijelaskan nanti.


Yang kedua: ALLOH berfirman:

"Siapa yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada ALLOH, mengerjakan 'amal yang sholih."
(Qur-an Suroh Fussilat: ayat 33)

ALLOH juga berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) ALLOH, dzikir yang sebanyak-banyaknya."
(Qur-an Suroh al-Ahzab: ayat 41)

Kalau ada yang menyatakan disunnahkannya adzan dalam sholat 'Id, Khusuf dan Tarowih; lalu kita menanyakan kepadany: "Bagaimana bisa begitu, Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam kan belum pernah melakukan atau memerintahkannya, bahkan Beliau shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam meninggalkannya sepanjang hidup Beliau?" Dia akan menjawab: "Sesungguhnya muadzdzin itu orang yang mengajak kepada ALLOH, ia juga orang yang berdzikir kepada ALLOH." Apakah pernyataan seperti itu dapat dijadikan alasan ataupun hujjah? Apa sisi kebatilan dalam bid'ah itu?

Yang ketiga: ALLOH berfirman:

"Sesungguhnya ALLOH dan Malaikat-malaikat-NYA bersholawat untuk Nabi."
(Qur-an Suroh al-Ahzab: ayat 56)

Kalau memang sah mengambil dalil dari keumuman ayat, tentu juga sah kita mendekatkan diri kepada ALLOH dengan membaca sholawat pada waktu berdiri dalam sholat, ruku', i'tidal maupun sujud, dan juga di segala posisi 'ibadah yang tidak pernah diisi oleh Rosululloh shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam dengan membaca sholawat. Siapa kira-kira yang membolehkan 'ibadah dengan bentuk semacam ini, atau menganggapnya sebagai 'ibadah yang sah? Lalu bagaimana korelasinya dengan hadits: "Sholatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku sholat." (Hadits Riwayat Imam al-Bukhori)?

Yang keempat: Dalam satu hadits shohih disebutkan: "Segala tanaman yang tumbuh dari air hujan, atau sejenisnya, zakatnya adalah sepersepuluh (dari hasilnya). Adapun yang tumbuh dengan dialiri air, maka zakatnya adalah seperduapuluh." Kalau kita berpedoman dengan keumuman hadits ini, maka setiap jenis tanaman wajib dizakati. Maka tidak ada dalil yang dapat dijadikan pegangan untuk tidak menzakati sebgaian dari jenisnya selain kaidah tadi: "Segala yang ditinggalkan Nabi shollaLLOOHU 'alay-hi wa sallam padahal itu mungkin dilakukan, maka hukum meninggalkannya adalah sunnah, sebaliknya, melakukannya adalah bid'ah." (23)

===

(22) Lihat kitab Musajjalah 'Amaliyyah oleh al-'Izzu dan Ibnu Sholah cetakan al-Maktabah al-Islami.

(23) Rinciannya akan kami ulas dalam buku kami yang spesifik membahas bid'ah, insya ALLOH Ta'ala. Sebagian telah kami jelaskan dalam bantahan kami terhadap Syaikh al-Habsyi dalam tulisannya at-Ta'qib halaman 48-51.

===

Maroji':
Kitab: Sholatut Tarowih, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin al-Albani, Judul terjemahan: Sholat Tarowih, Penerjemah: Abu Umar Basyir al-Maidani, Penerbit: at-Tibyan - Solo, Cetakan IV, 2000 M.

===

Layanan GRATIS Estimasi Biaya Baja Ringan, Genteng Metal & Plafon Gypsum
http://www.bajaringantangerang.com

===
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

Popular posts from this blog