Surat al-Baqarah
Hukum-hukum puasa
Bolehnya Menunda Mandi Junub Setelah Adzan Shubuh
Allah berfirman,
"Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam." (QS. Al-Baqarah: 187)
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (1), "Dengan ayat ini, bisa kita jadikan dalil bahwa barangsiapa yang memasuki pagi hari dalam keadaan junub, maka hendaklah dia mandi dan hendaknya dia menyempurnakan puasanya dan yang demikian itu tidak ada dosa baginya. Ini merupakan madzhab imam empat dan madzhab para 'ulama Salaf dan Khalaf."
Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Muslim dari hadits 'Aisyah dan Ummu Salamah (ra-dhiyallaahu 'anhum) bahwa sesungguhnya keduanya telah berkata, "Rasulullah (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) berada di pagi hari (lewat fajar) dalam keadaan junub karena jima' bukan karena mimpi basah, lalu beliau mandi dan tetap berpuasa." (2)
Dan dalam hadits Ummu Salamah (ra-dhiyallaahu 'anha) yang juga tertera dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim disebutkan, "Beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) tidak berbuka dan tidak pula mengqadha'." (3)
Dalam Shahih Muslim dari 'Aisyah (ra-dhiyallaahu 'anhuma) disebutkan bahwa seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, aku masih sempat shalat (sebelum terbit fajar) sedangkan aku dalam keadaan junub, apakah boleh bagi aku untuk puasa?" Maka Rasulullah (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) bersabda, "Aku masih sempat shalat (sebelum terbit fajar) sedangkan aku dalam keadaan junub dan aku puasa!" Orang itu berkata, "Engkau tidak seperti kami, wahai Rasulullah. Allah mengampuni dosamu yang telah lalu dan yang akan datang!" Maka Rasulullah (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) bersabda, "Demi Allah, aku berharap semoga aku menjadi orang yang paling takut kepada Allah, dan paling tahu kepada siapa aku bertakwa." (4)
Aku katakan: Dengan demikian boleh bagimu, wahai saudariku muslimah, untuk bercampur dengan suamimu di malam bulan Ramadhan. Bahkan boleh bagimu juga untuk menunda mandi hingga fajar terbit, namun dengan syarat harus mandi sebelum matahari terbit, agar masih ada waktu untuk shalat.
Masalah lain yang masih ada relevansinya dengan masalah ini adalah, jika ada seorang wanita mengalami suci dari haidh sebelum fajar, dan dia berniat untuk menunaikan puasa namun dia belum mandi, apakah puasanya sah walaupun dia belum mandi?
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fat-hu al-Bari 4/192, "Sesungguhnya jika ia telah suci sebelum fajar dan berniat untuk puasa, maka puasanya sah dalam pandangan jumhur 'ulama, dan sama sekali puasanya tidak tergantung pada mandi atau tidak. Ini berbeda dengan shalat."
Namun bagaimana jika yang terjadi adalah sebaliknya? Yakni, dia telah niat berpuasa, namun ternyata kemudian dia haidh setelah fajar, apakah dia tetap berpuasa sepanjang hari itu?
Para ahli fikih berkata, "Hendaknya dia makan dan minum dan nanti mengqadha' hari yang dia tinggalkan itu." Demikian juga jika dia suci pada pertengahan hari, apakah dia harus berpuasa pada sisa hari itu?
Para ahli fikih berkata, "Janganlah dia berpuasa, hendaklah dia makan dan minum saja, bahkan seandainya suaminya sedang dalam perjalanan (baca; sebagai musafir) yang tidak berpuasa dan dihalalkan bergaul dengan isterinya, lalu dia tiba sampai di rumah, maka jika dia mau, bercampurlah." (5)
===
(1) Tafsir al-Qur-an al-'Azhim 1/298.
(2) HR. Muslim 1109(76).
(3) HR. Muslim 1109(77).
(4) HR. Muslim 1110.
(5) Lihat: al-Mudawwanah al-Kubra 1/184, demikian pula dengan perkataan Imam asy-Syafi'i dalam al-Umm 2/62.
===
Maraji'/ Sumber:
Kitab: Tafsir al-Qur-an al-Azhim li an-Nisa', Penulis: Syaikh Imad Zaki al-Barudi, Penerbit: al-Maktabah at-Taufiqiyyah, Kairo - Mesir, Judul terjemahan: Tafsir wanita, Penerjemah: Samson Rahman MA, Penerbit: Pustaka al-Kautsar, Jakarta - Indonesia, Cetakan pertama, Juni 2004 M.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT