Jilid 1
Kitab Thaharah
Istinja'
Bolehkah Seorang Laki-laki Buang Air Kecil Sambil Berdiri?
Dalam bab ini ada lima hadits dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam, dan tiga di antaranya adalah hadits shahih. Pertama, hadits pengingkaran 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah buang air sambil berdiri. Kedua, hadits yang menyebutkan, beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) pernah buang air kecil sambil berdiri. Ketiga, hadits yang menceritakan bahwa beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) buang air kecil sambil duduk.
Sedangkan dua hadits lainnya dha'if. Salah satunya, melarang buang air kecil sambil berdiri. Dan yang kedua, menerangkan bahwa buang air kecil sambil berdiri adalah perbuatan yang tidak sopan. Berikut ini hadits-haditsnya:
1. Hadits 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma, ia berkata, "Barangsiapa yang bercerita kepada kalian bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam buang air kecil sambil berdiri, maka janganlah mempercayainya. Rasulullah (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk." (154)
2. Hadits Hudzaifah ra-dhiyallaahu 'anhu, "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam mendatangi tempat buang sampah suatu kaum, lalu beliau buang air kecil sambil berdiri dan aku pun menyingkir. Beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) bersabda, 'Mendekatlah!' Aku pun mendekat hingga aku berdiri di belakang beliau. Beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) lalu berwudhu dan mengusap sepasang sepatunya." (155)
3. Hadits 'Abdurrahman bin Hasanah (ra-dhiyallaahu 'anhu), ia berkata, "Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam keluar menemui kami, sementara di tangan beliau terdapat benda seperti perisai. Beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) meletakkannya lalu duduk di belakangnya dan buang air kecil." (156)
4. Hadits Ibnu 'Umar (ra-dhiyallaahu 'anhuma), ia berkata, 'Umar (ra-dhiyallaahu 'anhu) berkata, "Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah melihat aku buang air kecil sambil berdiri, maka beliau bersabda:
'Ya 'Umar, janganlah engkau buang air kecil sambil berdiri.' Setelah itu aku tidak pernah lagi buang air kecil sambil berdiri." (157)
5. Hadits Buraidah (ra-dhiyallaahu 'anhu), ia berkata, Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
"Ada tiga perkara tanda tabi'at yang kasar: seseorang buang air kecil sambil berdiri, mengusap dahinya sebelum selesai shalatnya, atau meniup tempat sujudnya." (158)
Penulis berkata: Berdasarkan hadits-hadits di atas, 'ulama berbeda pendapat tentang hukum buang air kecil sambil berdiri dalam tiga pendapat berikut ini: (159)
Pertama, dimakruhkan bila dilakukan tanpa ada udzur. Ini adalah pendapat 'Aisyah, Ibnu Mas'ud, 'Umar dalam salah satu riwayatnya, Abu Musa, asy-Sya'bi, Ibnu Uyainah, Hanafiyah dan Syafi'iyah.
Kedua, dibolehkan secara mutlak. Ini adalah pendapat 'Umar -dalam riwayat yang lain- 'Ali, Zaid bin Tsabit, Ibnu 'Umar, Sahl bin Sa'd, Anas, Abu Hurairah, Hudzaifah, dan merupakan pendapat Hanabilah.
Ketiga, dibolehkan, apabila dilakukan di tempat yang lembek sehingga tidak memercikkan air senin, dan tidak dibolehkan, bila tempatnya keras. Ini adalah madzhab Malik, dan dirajihkan oleh Ibnu al-Mundzir.
Penulis berkata: Pendapat yang kuat adalah tidak dimakruhkan buang air kecil dengan berdiri, selama aman dari percikan air seninya, berdasarkan alasan-alasan berikut ini:
1. Tidak ada riwayat yang shahih dari Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam yang melarang perbuatan tersebut.
2. Adapun riwayat yang menyatakan Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam buang air kecil sambil duduk, tidak menafikan bolehnya buang air kecil sambil berdiri, bahkan menunjukkan bolehnya kedua cara tersebut.
3. Telah diriwayatkan secara shahih dari Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bahwa beliau buang air kecil sambil berdiri.
4. Adapun penafian dari 'Aisyah ra-dhiyallaahu 'anhuma, Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah buang air kecil sambil berdiri, adalah berdasarkan pengetahuannya akan perbuatan beliau di rumahnya. Hal ini tidaklah menafikan, di luar rumah beliau (Shallallaahu 'alaihi wa Sallam) pernah buang air kecil sambil berdiri. Tidak diragukan lagi bahwa tidak mengetahui sesuatu bukanlah berarti sesuatu itu tidak ada. Orang yang mengetahuinya -seperti Hudzaifah dan selainnya- adalah hujjah bagi orang yang tidak mengetahuinya, dan orang yang menetapkan harus didahulukan daripada orang yang menafikan. Wallaahu a'lam.
===
(154) Shahih lighairihi, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi 12, an-Nasa-i 1/26, Ibnu Majah 307, dan Ahmad 6/136.
(155) Shahih, diriwayatkan oleh al-Bukhari 226, Muslim 273, dan selain keduanya.
(156) Shahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud 22, an-Nasa-i 1/27, Ibnu Majah 346, dan Ahmad 4/196.
(157) Dha'if, diriwayatkan oleh Ibnu Majah 308, al-Baihaqi 1/202, al-Hakim 1/185, at-Tirmidzi mengomentari hadits ini dan mendha'ifkannya (1/67 - Ahwadzi).
(158) Hadits munkar, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam at-Tarikh 496, al-Bazzar 1/547 dan dinyatakan munkar oleh al-Bukhari dan at-Tirmidzi dan hadits ini dinisbatkan juga dari perkataan Ibnu Mas'ud (ra-dhiyallaahu 'anhu).
(159) Al-Majmu' 2/98 dan al-Ausath 1/333.
===
Maraji'/ sumber:
Kitab: Shahih Fiqh as-Sunnah, wa adillatuhu wa taudhih madzahib al-a'immah, Penulis: Syaikh Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Ta'liq: Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani, Syaikh 'Abdul 'Aziz bin 'Abdillah bin Baz, Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahumullaah, Penerbit: Maktabah at-Taufiqiyah, Kairo - Mesir, tanpa keterangan cetakan, Tahun 1424 H/ 2003 M, Judul terjemah: Shahih Fiqih Sunnah Jilid 1, Penerjemah: Abu Ihsan al-Atsari, Penerbit: Pustaka at-Tazkia, Jakarta, Cetakan IV, Syawwal 1430 H/ September 2009 M.
===
Ary Ambary Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® PIN 269C8299
powered by Sinyal Kuat INDOSAT