Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah.
Muqaddimah.
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِ يْثِ كِتَابُ اللَّهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الْأ ُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِى النَّارِ
Fa inna ashdaqal hadiitsi kitaabullaahi wa khairal hadyi hadyu Muhammaddin shallallaahu 'alaihi wa sallam wa syarral umuuri muhdatsaatuhaa wa kulla muhdatsatin bid'atun wa kulla bid'atin dhalaalatun wa kulla dhalaalatin fin naari.
"Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah perkataan Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam, sejelek-jelek perkataan (perkara) adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah bid'ah dan setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan itu tempatnya di Neraka." (1)
Baca selanjutnya:
Kembali ke Daftar Isi Buku ini.
Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.
===
Catatan Kaki:
1. Khutbatul Hajah, khutbah ini dinamakan Khutbatul Hajah (حُطْبَةُ الْحَاجَةِ), khutbah pembuka yang biasa dipergunakan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam untuk mengawali setiap majelisnya. Beliau shallallaahu 'alaihi wa sallam juga mengajarkan khutbah ini kepada para Shahabat radhiyallaahu 'anhum. Khutbah ini diriwayatkan dari enam Shahabat Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad (I/ 392-393), Abu Dawud (no. 2118), an-Nasa-i (III/ 104-105), at-Tirmidzi (1105), Ibnu Majah (1892) dan al-Hakim (II-182-183), dari Shahabat 'Abdullah bin Mas'ud radhiyallaahu 'anhu. Hadits ini shahih. Hadits ini ada beberapa syawahid (penguat) dari beberapa Shahabat, yaitu:
1. Shahabat Abu Musa al-Asy'ari (Majma'uz Zawa-id IV/ 288).
2. Shahabat 'Abdullah bin 'Abdillah (Muslim no. 868, al-Baihaqy III/ 215).
3. Jabir bin 'Abdillah (Ahmad II/ 37, Muslim no. 867 dan al-Baihaqy III/ 214).
4. Jabir bin Syariith (al-Baihaqy III/ 215).
5. Ummul Mukminin 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma.
Lihat Khutbatul Hajah al-Latii Kaana Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam Yu'allimuha Ash-haabahu, ta'lif Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullaah, cet. IV, al-Maktab al-Islamy, th. 1400 H dan cet. I, Maktabah al-Ma'arif, th. 1421.
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam di setiap khutbahnya selalu memulai dengan memuji dan menyanjung Allah Subhaanahu wa Ta'aala serta tasyahhud (mengucapkan dua kalimat syahadat) sebagaimana yang diriwayatkan para Shahabat:
1. Dari Asma' binti Abi Bakar radhiyallaahu 'anhuma, ia berkata: "... Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam memuji Allah dan menyanjung-Nya, kemudian beliau bersabda: Amma ba'du." (HR. Al-Bukhary no. 86, 184 dan 922).
2. 'Amr bin Taghlib, dengan lafazh yang sama dengan hadits Asma'. (HR. Al-Bukhary no. 923).
3. 'Aisyah radhiyallaahu 'anhuma berkata, "... Tatkala selesai shalat Shubuh Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam menghadap kepada para Shahabat, beliau bertasyahhud (mengucapkan kalimat syahadat) kemudian bersabda: Amma ba'du..." (HR. Al-Bukhary no. 924).
4. Abu Humaid as-Saa'idy berkata: "Bahwasanya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berdiri berkhutbah pada waktu petang sesudah shalat ('Ashar), lalu beliau bertasyahhud dan menyanjung serta memuji Allah yang memang hanya Dia-lah yang berhak mendapatkan sanjungan dan pujian, kemudian bersabda: Amma ba'du..." (HR. Al-Bukhary no. 925).
Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Setiap khutbah yang tidak dimulai dengan tasyahhud, maka khutbah itu seperti tangan yang berpenyakit lepra/ kusta." (HR. Abu Dawud no. 4841, Ahmad II/ 302-343, Ibnu Hibban no. 1994 -Mawaarid, dan selainnya. Lihat Silsilah al-Ahaa-dits ash-Shahiiha no. 169).
Menurut syaikh al-Albany, yang dimaksud dengan tasyahhud di hadits ini adalah Khutbatul Hajah yang diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kepada para Shahabat radhiyallaahu 'anhum, yaitu: Innal hamdalillah..." (Hadits Ibnu Mas'ud).
Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullaah: "Khutbah ini adalah Sunnah, dilakukan ketika mengajarkan al-Qur-an, as-Sunnah, fiqih, menasehati orang dan semacamnya... Sesungguhnya hadits Ibnu Mas'ud radhiyallaahu 'anhu, tidak mengkhususkan untuk khutbah nikah saja, tetapi khutbah ini pada setiap ada keperluan untuk berbicara kepada hamba-hamba Allah, sebagian kepada sebagian yang lainnya..." (Majmuu' Fataawaa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah XVIII/ 286-287).
Imam Muhammad Nashiruddin al-Albany rahimahullaah: "... Sesungguhnya khutbah ini dibaca sebagai pembuka setiap khutbah, apakah khutbah nikah, atau khutbah Jum'at, atau yang lainnya (seperti ceramah, mengajar dan yang lainnya, -pen.), tidak khusus untuk khutbah nikah saja, sebagaimana disangka oleh sebagian orang..." (Khutbatul Hajah (hal. 36), cet. I, al-Ma'arif).
Kemudian beliau melanjutkan: "Khutbatul hajah ini hukumnya sunnah bukan wajib, dan saya membawakan hal ini untuk menghidupkan Sunnah Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam yang ditinggalkan oleh kaum Muslimin dan tidak dipraktekkan oleh para khatib, penceramah, guru, pengajar dan selain mereka. Mereka harus berusaha untuk menghafalnya dan mempraktekkannya ketika memulai khutbah, ceramah, makalah, ataupun mengajar. Semoga Allah merealisasikan tujuan mereka." (Khutbatul Hajah (hal. 40), cet. I, al-Ma'aarif dan an-Nashiihah (hal. 81-82), cet. I, Daar Ibnu 'Affan - 1420 H).
===
Maraji'/ Sumber:
Buku: Syarah Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah, Penulis: Ustadz Yazid bin 'Abdul Qadir Jawas hafizhahullaah, Penerbit: Pustaka At-Taqwa, Bogor - Indonesia, Cetakan Pertama, Jumadil Akhir 1425 H/ Agustus 2004 M.
===
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!