Skip to main content

Hadits Adab Az Zifaf (41)

أَدَابُ الزِّفَافِ فِى السُّنَّةِ الْمُطَهَّرَةِ

Adaabuz Zifaafi fis Sunnatil Muthahharati.

Adab Az Zifaf.
Panduan Pernikahan Cara Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam.

Imam Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullaah.

Adab Menikah.

19. Lebih Baik Tidak Melakukan 'Azl.

Dari Abu Sa'id Al Khudri disebutkan:

Masalah 'azl pernah dibicarakan (oleh para shahabat) di hadapan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam. (Demi mendengar hal itu) beliau berkata, "Mengapa salah seorang dari kalian melakukan hal itu? -Beliau tidak mengatakan, 'Janganlah salah seorang dari kalian melakukan hal itu!'- Sesungguhnya tidak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali Allahlah yang menciptakan."

Dalam riwayat lain disebutkan: "Kalian melakukan hal itu? Kalian melakukan hal itu? Kalian melakukan hal itu? Sesungguhnya suatu jiwa yang sudah ditakdirkan ada hingga hari Kiamat, pasti dia akan tetap ada." (100)

Baca selanjutnya:

Kembali ke Daftar Isi Buku ini.

Kembali ke Daftar Buku Perpustakaan ini.

===

Catatan Kaki:

100. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim (IV/ 158 & 159) dengan dua riwayat. Hadits ini juga diriwayatkan oleh An Nasai dalam kitab Al 'Usyrah (I/ 82). Ibnu Mandah dalam kitab At Tauhid (II/ 60) meriwayatkan yang pertama, sedangkan Al Bukhari (IX/ 251-252) meriwayatkan riwayat yang kedua.

Al Hafizh dalam kitab Al Fathu memberi penjelasan terhadap riwayat yang pertama. Dia berkata, "Hadits ini mengisyaratkan bahwa Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam) tidak secaraa tegas melarang para shahabatnya, tetapi mengisyaratkan bahwa 'azl sebaiknya ditinggalkan, karena 'azl dilakukan tidak lain adanya kekhawatiran terbentuknya anak. Jelas ini tindakan sia-sia. Sebab, jika Allah telah menakdirkan akan terbentuknya anak, 'azl tidak bisa mengelakkannya. Bisa jadi sebelum 'azl dilakukan air mani sudah keluar terlebih dahulu tanpa disadari oleh orang yang melakukan 'azl sehingga terjadilah pembuahan dan akhirnya terbentuklah janin. Memang tidak akan ada yang bisa menolak takdir Allah!

Saya berkata: Isyarat Nabi (shallallaahu 'alaihi wa sallam) yang diterangkan oleh Al Hafizh itu bisa kita terapkan kalau kita hanya melihat 'azl pada waktu itu. Adapun untuk masa sekarang tampaknya sulit karena pada masa sekarang ini sudah banyak ditemukan alat-alat kontrasepsi yang mampu menghambat masuknya air mani suami ke rahim istri. Kita mengenal apa yang dinamakan IUD (yang terkenal dengan istilah spiral, Pent.), CO (kondom) yang dipasang pada alat kelamin ketika bersetubuh agar tidak hamil, dan lainnya. Peralatan kontrasepsi modern semacam itu tidak bisa ditolak dengan alasan hadits ini atau yang semakna dengannya, melainkan ditolak dengan dua alasan yang telah disebutkan di muka, khususnya alasan yang kedua. Camkanlah!

Akan tetapi, menurut saya, hukum makruh tersebut berlaku selama orang yang melakukan 'azl itu tidak dibarengi dengan alasan lain yang biasa dikemukakan oleh orang-orang kafir dalam melakukan 'azl, seperti takut miskin dengan banyak anak atau takut kesulitan dalam memberi belanja dan mengurus pendidikan mereka. Dalam keadaan semacam itu, maka hukum makruh tadi akan meningkat menjadi haram, karena orang yang melakukan 'azl itu niatnya sudah sama dengan orang-orang yang membunuh anak-anaknya, yaitu biasanya karena takut miskin. Lain halnya bila si istri dalam keadaan sakit, yang menurut pemeriksaan dokter penyakitnya akan bertambah parah kalau hamil. Dalam keadaan seperti ini si istri dibolehkan menggunakan alat kontrasepsi, tetapi untuk sementara tentunya. Adapun jika ternyata sakitnya parah hingga dikhawatirkan akan menyebabkan kematian dirinya, dalam keadaan seperti ini diperbolehkan, bahkan diwajibkan, baginya melakukan sterilisasi untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Wallahu a'lam.

===

Maraji'/ Sumber:

Kitab: (أَدَابُ الزِّفَافِ فِى السُّنَّةِ الْمُطَهَّرَةِ) Adaabuz Zifaafi fis Sunnatil Muthahharati, Penulis: Imam Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullaah, Penerbit: Dar As Salam, Tanpa Keterangan Cetakan, Tahun: 1423 H/ 2002 M, Judul Terjemahan: Adab Az Zifaf, Panduan Pernikahan Cara Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam, Penerjemah: Abu Shafiya, Editor: Abu Hanief, Penerbit: Media Hidayah, Jogjakarta - Indonesia, Cetakan Pertama, Muharram 1425 H/ Maret 2004 M, Cetakan Ketiga.

===

Ary Ambary bin Ahmad Abu Sahla al-Bantani
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Popular posts from this blog